"Hmmm . . . masalah tersebut biar kita lihat nanti. Hari ini murid ku baru saja bisa mengaktifkan aura mereka. Apa yang kau harapkan dari para pemula seperti mereka?" Pak Rovel menghela napas.
"Hahaha. Aku yakin kau akan mendaftarkan mereka. Aku tunggu kehadiran murid-murid mu!"
Lelaki tersebut kemudian membalikan badannya dengan mengayunkan lengan bajunya. Murid-muridnya pun mengikuti apa yang ia kerjakan.
Tak ada seorang pun yang tak mengetahui orang tersebut. Di dimensi waktu sebelumnya, lelaki tersebut adalah guru terbaik di akademi. Entah itu guru atau pun murid, semua orang mengenalnya. Nama lelaki tersebut adalah Arief.
Semua muridnya adalah murid-murid kelas atas. Dia menyeleksi dan melatih murid-muridnya dengan ketat. Murid-murid yang ia ajari selalu mendominasi rangking di kompetisi bertarung akademi setiap tahunya. Hal tersebut membuatnya memiliki reputasi yang tinggi. Seluruh murid dan guru menghormati dirinya.
Namun, yang jadi masalah adalah, mengapa ia bisa mengenali pak Rovel? Apakaha dia seorang kenalan pak Rovel? Apakah dia teman lama pak Rovel?
"Apakah kalian dengar apa yang dikatakan olehnya?" Perkataan pak Rovel menghentikan pertanyaan demi pertanyaan yang membanjiri pikiran Javar, Ajie, dan Izan.
Mereka hanya menganggukan kepala mereka mendengar ucapan pak Rovel.
"Baguslah kalau begitu. 4 bulan lagi, kalian akan bapak daftarkan untuk mengikuti kompetisi bertarung akademi. Bapak ingin kalian memenangkan kompetisi tersebut. Apa kalian siap?" Pak Rovel memperhatikan Ajie, Javar, dan Izan dengan alis mengkerut dan tatapan tajam.
Mereka bertiga menelan ludah mereka sebelum akhirnya mereka menganggukan kepala mereka.
"Hahaha. Baiklah kalau begitu. Sekarang apa ada pertanyaan?" Pak Rovel kembali ke raut wajah seperti biasanya. Ia kembali tersenyum seperti tak terjadi apa-apa.
Tanpa menunggu lama, Javar, Ajie, dan Izan mengangkat tangannya.
"Baiklah Javar. Apa pertanyaan mu?"
"Pak Rovel. Apa hubungan bapak dengan pak Arief? Mengapa ia bisa mengenali bapak?" ucap Javar.
"Ahhh. Itu adalah cerita lama. Dulu kami selalu bertarung memperebutkan juara pertama kompetisi bertarung akademi. Dia merupakan murid yang hebat. Aku harus mengeluarkan seluruh kemampuan ku untuk dapat mengalahkannya. Meskipun begitu aku dan dia mempunyai hasil pertarungan dengan rekor seimbang."
Pak Rovel memejamkan matanya. Wajahnya menatap ke arah langit. Dia menunjukan senyum bahagia di bibirnya.
"Namun, masa lalu adalah masa lalu. Lihatlah aku sekarang, aku hanya memiliki kalian bertiga, sedangkan ia memiliki banyak murid. Namanya terkenal seantero akademi, namun aku dilupakan oleh akademi. Bahkan, aku yakin kalian tidak mengetahui diriku jika kalian tak sengaja bertemu dengan ku di perpustakaan. Huhh"
Pak Rovel menghela napas sembari memejamkan matanya dan, mengangkat kedua tangan dan pundaknya.
Mendengar hal tersebut, Ajie, Javar, dan Izan hanya bisa senyum terpaksa. Apa yang dikatakan pak Rovel benar sekali. Mereka tak mengetahui pak Rovel sama sekali.
"Sekarang giliran mu Ajie. Apa yang ingin kau tanyakan?"
"Ah tidak tidak." Ajie menggelengkan kepalanya.
Sebenarnya, apa yang ingin Ajie tanyakan sama dengan apa yang Javar tanyakan. Namun karena sudah Javar tanyakan, ia tak memiliki pertanyaan lainnya.
"Lalu bagaimana dengan mu, Izan?
"Pak Rovel, mengapa kami masih tak bisa mengendelaikan aura kami?" ucap Izan dengan wajah datar.
"Hmmm . . . kalian harus berlatih lagi. Sekarang kalian ingat-ingatlah apa yang telah tubuh kalian rasakan. Rasakan seperti disaat kalian terserang aura milikku. Rasakan seperti itu adalah hal yang nyata. Rasakan hingga kalian mampu mengeluarkan aura dari dalam tubuh kalian. Sekarang, kalian bertiga pejamkanlah mata kalian dan lakukan seperti apa yang aku perintahkan."
Ajie, Javar, dan Izan menutup mata mereka. Mereka berkonsentrasi dengan apa yang pak Rovel katakan. Mereka merasakan perasaan yang sebelumnya, perasaan mencekam yang telah terjadi pada mereka. Mereka merasan hal tersebut pada seluruh tubuh mereka. Perut, dada, kaki, tangan, kepala, hingga kulit-kulit mereka.
Setelah 1 menit berkonsentrasi seperti itu, akhirnya mereka merasakan sesuatu yang keluar dari tubuh mereka. Mereka membiarkan sesuatu tersebut keluar. Perasaan mengeluarkan sesuatu tersebut seperti menyiramkan tubuh mereka dengan air dingin disaat mereka kepanasan. Tubuh mereka terasa lebih nyaman.
Akhirnya mereka berhasil mengeluarkan aura dari dalam tubuh mereka.
Pak Rovel menganggukan kepalanya, lalu berkata, "sekarang kalian bertahanlah pada posisi tersebut hingga kalian terbiasa."
Ajie, Javar, dan Izan terus mengeluarkan aura mereka seperti yang pak Rovel katakan. Semuanya bergeming di tempatnya. Mereka terus memejamkan matanya dan berkonsentrasi dengan apa yang mereka lakukan.
3 menit telah berlalu. Mereka mulai kehilangan konsentrasi mereka. Tubuh mereka terasa lelah. Keringat bercucuran di dahi dan badan mereka.
"Kalian semua berhenti!" ucap Pak Rovel.
Ajie, Javar, dan Izan berhenti mengeluarkan aura dari dalam tubuh mereka. Mereka mengehmbuskan napas panjang dan membuka mata mereka. Mereka mengelap keringat yang ada di dahi mereka dengan lengan baju mereka.
" Apakah tubuh kalian terasa lelah?"
Ajie, Javar dan Izan menganggukan kepala mereka.
"Ada perbedaan besar antara [ZING] dan [GIFT] (kekuatan yang diberikan oleh dewa). [GIFT] menggunakan mana, sedangkan [ZING] menggunakan stamina. Dalam kondisi normal, manusia tidak memiliki mana. Namun dengan adanya kekuatan dari dewa, orang tersebut bisa memiliki mana. Dewa memasukkan mana dalam diri seseorang, lalu orang tersebut bisa berlatih meningkatkan mana tersebut.
Beda halnya dengan [ZING]. Penggunaan [ZING] menggunakan stamina. Sehingga, jika kalian tidak memiliki stamina yang cukup, kalian akan kelelahan. Oleh sebab itu, kalian harus meningkatkan stamina kalian dengan pelatihan fisik secara terus menerus.
Sekarang kalian masih terlalu lemah. Kalian tak memiliki cukup stamina. Jika kalian sebelumnya tidak berlatih selama satu bulan penuh, bapak yakin kalian tak akan mampu mengeluarkan aura hingga 1 menit." Pak Rovel menatap fokus pada Ajie, Javar dan Izan.
"Sekarang bapak akan merubah jadwal latihan kalian. Kalian berlatihlah aura saat bangun tidur dan sebelum tidur. Pelatihan itu berfungsi agar kalian terbiasa menggunakan aura kalian. Di pagi hari hingga sore hari kalian akan berlatih fisik untuk meningkatkan stamina kalian. Tak ada waktu libur untuk kalian. Kali ini bapak tidak akan segan-segan pada kalian."
Ajie, Javar, dan Izan menelan ludah mereka. Keringat dingin keluar dari dahi mereka. Ternyata selama ini mereka masih dikasihani oleh pak Rovel. Liburan yang selama ini mereka lakukan hanyalah kenangan belaka. Tak akan ada lagi liburan mulai sekarang.
Meskipun seperti itu, Ajie, Javar, dan Izan tetap tersenyum lebar. Mata mereka berapi-api. Tak ada satupun keraguan dari dalam diri mereka. Mereka harus menjadi lebih kuat dari siapapun. Mereka akan menjadi pahlawan di kerajaan ini. Mereka akan mengalahkan Raja Iblis yang telah mereka bangkitkan!
Akademi hanyalah bantu loncatan bagi mereka. Pelatihan keras adalah hiburan bagi mereka. Pertarungan dengan murid-murid lainnya adalah evaluasi bagi mereka. Mereka harus terus termotivasi agar dapat berkembang dengan pesat.
Tak ada satupun yang bisa menghentikan semangat mereka. Kompetisi bertarung akademi hanyalah sedikit hambatan bagi mereka. Mereka harus bisa menghancurkan hambatan tersebut agar bisa terus maju.
Melihat tak ada keraguan dari wajah mereka, pak Rovel tersenyum lebar dengan mata menyala. Semangat mudanya kembali bangkit. Hidupnya yang biasa-biasa saja menjadi berwarna. Anak-anak tersebut adalah anugrah baginya. Dia tak akan menyia-nyiakan kesempatan ini untuk melatih mereka dengan keras.
"Baiklah kalo begitu. Kalin tunggu sebentarlah disini. Bapak akan mengambil beberapa peralatan untuk kalian."
Pak Rovel memutarkan badannya lalu pergi menuju ruangan barunya.
Ruangan tersebut berada di dekat kelas bertarung. Dahulu, ruangan tersebut adalah ruangan kosong. Tak ada satupun barang atau guru yang menempati ruangan tersebut. Namun semenjak pak Rovel memiliki murid, ia mengambil alih ruangan tersebut dan membuat ruangan tersebut menjadi ruangan pribadinya.
Hanya membutuhkan waktu 1 menit sebelum pak Rovel kembali di hadapan Ajie, Javar, dan Izan. Ia membawa tas besar sama dengan tas yang pertama kali ia bawa. Tas tersebut berisikan gelang dan chainmail berwarna abu-abu.
Ajie, Javar dan Izan sudah menduga apa yang akan mereka lakukan hanya dengan melihat hal tersebut. Mereka pasti akan mengelilingi kerajaan menggunakan benda tersebut. Dan mereka tak boleh melepaskan benda tersebut kecuali saat tertidur dan ke toilet.
"Kalian sudah tahu kan apa yang akan kalian lakukan?" Pak Rovel menatap mereka bertiga dengan tatapan fokus.
Ajie, Javar, dan Izan menganggukan kepala mereka, lalu mengambil gelang dan chainmail tersebut. Mereka menggunakan gelang tersebut di kedua pergelangan tangan dan kaki mereka, serta menggunakan chainmail pada tubuh mereka.
Benda tersebut yang dulunya harus mereka angkat dengan susah payah, sekarang terasa jauh lebih ringan. Meskipun masih terasa berat, mereka bisa mengangkat gelang hanya dengan satu tangan. Benda yang mereka rasa tak mungkin mereka angkat, ternyata bisa mereka angkat jika mereka berlatih dengan giat.
Melihat Ajie, Javar dan Izan telah menggunakan peralatan tersebut, pak Rovel memberikan aba-aba.
"Sekarang kalian berlarilah seperti biasanya. Berlari . . . mulai!"
Mendengar aba-aba dari pak Rovel, mereka berlari dengan seluruh tenaga mereka.