1 bulan telah berlalu semenjak Ajie, Javar, dan Izan berhasil mengeluarkan aura dari dalam tubuh mereka. Setiap harinya mereka berlatih dengan keras. Tak ada waktu untuk bersenang-senang. Bahkan, untuk menarik napas pun susah. Kasur merupakan kekasih mereka. Setiap mereka bertemu dengan kasur, mereka tak bisa melepaskan diri darinya.
Pelatihan yang Ajie, Javar, dan Izan lakukan semakin sulit setiap harinya. Dari yang hanya menggunakan 1 gelang berwarna abu-abu, hingga menggunakan 3 gelang berwarna abu-abu. Dari yang hanya menggunakan 1 chainmail hinggal menggunakan 2 chainmal.
Ajie, Javar, dan Izan pernah menanyakan berat benda tersebut kepada pak Rovel karena rasa penasaran yang terus menghantui mereka. Pita berwarna putih memiliki berat 2 kg, rompi memiliki berat 10 kg, gelang abu-abu memiliki berat 20 kg, dan chainmal berwarna abu-abu memiliki berat 50 kg.
Saat ini Ajie, Javar, dan Izan baru bisa menggunakan 3 gelang abu-abu yang artinya mereka baru bisa mengangkut beban 60 kg di lengan dan kaki mereka. Mereka pun baru bisa menggunakan 2 chainmail yang artinya mereka baru bisa mengangkut beban 100 kg di badan mereka.
Secara logika, hal tersebut tak mungkin terjadi. Anak kecil mana yang mampu mengangkut beban seberat itu? Ajie, Javar, dan Izan pun sempat berpikir demikian. Namun, setelah mereka berhasil mengeluarkan aura dari dalam tubuh mereka, mereka dapat mengangkat benda tersebut.
Pelatihan mengendalikan aura, membuat otot-otot Ajie, Javar, dan Izan semakin kuat. Meskipun mereka tak sekuat pak Rovel, tapi setidaknya mereka jauh lebih kuat dibandingkan murid-murid lainnya dalam hal kekuatan fisik.
Suatu hari, terdapat seorang murid akademi yang penasaran dengan apa yang Ajie, Javar, dan Izan kenakan. Dia pun mencoba mengangkat gelang yang ketiga anak tersebut gunakan. Namun yang terjadi selanjutnya adalah, sama halnya dengan yang terjadi pada mereka. Pertama kali murid tersebut mencoba mengangkat gelang tersebut, dia mengeluarkan seluruh tenanganya. Meskipun begitu, dia tetap tak bisa mengangkat gelang tersebut.
Aura yang mereka kendalikan pun semakin membaik. Dari yang hanya bisa bertahan menyelimuti tubuh mereka selama 4 menit, sekarang mereka bisa menyelimuti tubuh mereka selama 1 jam. Perkembangan cepat ini disebabkan latihan mereka setiap harinya. Pagi dan malam mereka berlatih menggunakan aura tersebut. Tak pernah ada seharipun mereka lalai dalam pelatihan tersebut.
Hari ini seperti hari biasanya. Ajie, Javar, dan Izan datang ke lapangan depan kelas bertarung setelah matahari terbit. Mereka menggunakan peralatan pelatihan yang berupa 3 buah gelang abu-abu dan 2 buah chainmail abu-abu. Benda tersebut sudah menjadi pakaian sehari-hari mereka.
Pak Rovel pun datang setelah mereka datang. Karena ruangannya yang dekat dengan lapangan, ia bisa memperhatikan murid yang berada dilapangan. Ia akan segera tahu jika murid-muridnya telah datang. Oleh sebab itu, ia tak pernah sekalipun terlambat semenjak ia memiliki ruangan sendiri.
"Selamat pagi anak-anak" pak Rovel memberikan salam dengan melambaikan tangan kanannya.
"Pagi pak," jawab mereka bertiga secara serentak.
Ajie, Javar dan Izan memiringkan kepala mereka dan mengangkat salah satu alis mereka. Mereka terheran-heran, hari ini pak Rovel tak membawa apa-apa. Hari-hari sebelumnya ia selalu membawa tas besar berisikan peralatan untuk melatih murid-muridnya. Peralatan penyiksaan tersebut merupakan alat yang paling ditakuti oleh mereka.
Jika mereka sudah menggunakan sebuah alat, mereka tak boleh menggantinya dengan yang lebih ringan. Terkadang pak Rovel sengaja memberikan beberapa alat sekaligus, seperti 3 buah pita pada masing-masing lengan. Hal tersebut membuat mereka ingin sekali mengutuk pak Rovel. Tapi apa daya mereka, mereka hanya bisa terpaksa tersenyum dan menerima dengan lapang dada.
Terkadang mereka berpikir bahwa pelatihan yang diberikan pak Rovel adalah pelatihan yang gila. Namun, tak kadang juga mereka berpikir bahwa pak Rovel telah memperkirakan berat beban yang sanggup mereka terima. Namun semua itu hanya perkiraan. Yang sebenarnya terjadi adalah mereka tak mengetahui apa yang dipikirkan pak Rovel.
"Baiklah anak-anak hari ini kita mulai pelajaran menggunakan senjata," ucap pak Rovel mengumumkan pada anak didiknya.
Mata Javar melebar, melihat fokus ke arah pak Rovel. 'Senjata? Apakah kami akan menggunakan senjata? Senjata apa yang dia maksud? Apakah pedang? Ataukah panah? Atau mungkin kami menggunakan tinju kami sebagai senjata?'
"Apakah kalian pernah memegang senjata?" tanya pak Rovel dengan muka datar pada murid-muridnya.
Javar berpikir keras dengan apa yang dikatakan oleh pak Rovel. Menggunakan senjata? Apakah menggunakan senjata di kehidupan sebelumnya termasuk pernah menggunakan senjata? Meskipun aku hanya menggunakannya beberapa kali, apakah itu termaksud menggunakan senjata? Lebih baik aku jawab tidak saja, daripada memunculkan kecurigaan.
Setelah berpikir seperti itu, akhirnya Javar menjawab pertanyaan dari pak Rovel. "Tidak pernah pak."
Ajie yang berada di samping Javar pun ikut menjawab pertanyaan pak Rovel. "Aku juga tidak pernah."
Begitupun dengan Izan. Dia hanya menggelengkan kepalanya dengan ekspresi datar.
Mendengar hal tersebut, pak Rovel menggigit salah satu bagian dalam pipinya dan mengeluarkan suara, "cih".
Ia pun melanjutkan kata-katanya dengan mata setengah tertutup dan bibir cemberut, "Sungguh memalukan. Ternyata murid yang selama ini bapak didik tak pernah bertarung sama sekali. Apakah kalian tak pernah belajar cara bertarung menggunakan tinju kalian? Tinju juga merupakan senjata asal kalian tahu."
Mendengar hal tersebut Javar, Ajie, dan Izan hanya bisa tersenyum masam. Mereka tak bisa berkata apa-apa mendengar perkataan pak rovel.
Pak Rovel memejamkan matanya sambil menghela napas. Setelah itu ia membuka matanya dan melanjutkan pembicaraan.
"Baiklah anak-anak, hari ini kita akan pergi ke toko senjata. Sebaiknya kalian perhatikan seluruh senjata yang ada di toko tersebut. Pilihlah senjata yang cocok untuk kalian. Apa kalian semua mengerti?" Teriak pak Rovel layaknya komandan pasukan.
"Ya pak!" Jawab ketiga murid tersebut serempak.
Pak Rovel segera membalikan badan dan diikuti oleh ketiga orang muridnya. Tujuan mereka saat ini adalah toko senjata.
Toko senjata terletak di pusat kerajaan, lebih tepatnya area pertokoan. Kerajaan memiliki beberapa distrik, untuk membagi kerajaan menjadi beberapa bagian. Namun, Itu hanyalah sebutan yang digunakan oleh masyarakat setempat.
Yang pertama adalah distrik pertokoan. Distrik ini berada di pusat kerajaan Eldria. Daerah ini diisi oleh banyak toko-toko seperti toko pakaian, toko peralatan, toko senjata, toko makanan, dan lain lain. Distrik ini merupakan daerah teramai yang ada di Kerajaan Eldria.
Distrik kedua adalah distrik pertanian. Distrik ini berada di pinggir kerajaan dan mengelilingi seluruh kerajaan. Kawasan pertanian adalah tempat yang selalu dilewati oleh Ajie, Javar, dan Izan saat mereka berlari mengelilingi kerajaan. Namun, mereka tak sempat memperhatikan keindahan pemandangan tersebut karena terlalu fokus berlari mengelilingi kerajaan.
Distrik ketiga adalah Distrik perumahan. Distrik ini berada di timur dan barat, diantara distrik pertokoan dan distrik pertanian. kawasan ini berisikan rumah-rumah para penduduk. Rumah-rumah tersebut adalah tempat tinggal dari semua orang yang hidup di Kerajaan Eldria. Tak ada yang namanya kebangsawanan dalam kerajaan ini. Hanya ada rakyat biasa dan keluarga kerajaan. Kekuatan dan pengaruh lah yang diperlukan untuk menjadi petinggi kerajaan.
Distrik keempat adalah distrik akademi. Distrik ini berada di selatan, diantara distrik pertokoan dan distrik pertanian. Akademi merupakan tempat bagi para remaja untuk mempelajari semua ilmu. Ilmu bertarung, ilmu medis, ilmu farmasi, bahkan hingga ilmu memasak pun berada di akademi. Akademi dapat dimasuki semua rakyat Kerajaan Eldria secara gratis.
Syarat memasuki akademi sangatlah mudah. Seseorang harus berumur 10 tahun terlebih dahulu untuk bisa memasuki akademi. Hanya itulah persayaratannya. Tak ada hal yang luar biasa untuk dapat memasuki akademi.
Akademi sendiri didanai oleh kerajaan. Hal ini dilakukan agar rakyat Kerajaan Eldria tetap setia mendukung kemajuan kerajaan. Semua murid yang telah lulus dapat bekerja sesuai dengan kemampuan yang mereka pelajari di akademi. Dengan begitu para murid memiliki kebebasan untuk memilih kelas apapun.
Distrik terakhir adalah area pemerintahan dan istana kerajaan. Pemerintahan dipimpin oleh seorang raja. Namun para petinggi dari pemerintahan bukanlah orang-orang kerajaan, melainkan rakyat biasa. Raja berhak mengambil keputusan, tapi rakyat lah yang memberikan saran pada raja tersebut. Oleh karena itu, sistem pemerintahan di Kerajaan Eldria adalah suatu hal yang baik untuk seluruh masyarakat.
Rovel beserta ketiga orang muridnya berjalan dari akademi menuju distrik pertokoan. Mereka melewati banyak tempat sebelum akhirnya mereka berhenti di depan sebuah bangunan. bangunan tersebut memiliki cat dinding berwarna serba hijau, pintu kayu dengan lonceng diatas pintu tersebut, dan sebuah papan nama berbentuk seperti pedang yang bertuliskan "Toko Senjata Griya".
Pak Rovel beserta ketiga muridnya memasuki toko tersebut melalu pintu utama.
Cling cling cling.
Disaat pak Rovel membuka pintu, lonceng yang berada di atas pintu tersebut berbunyi. Suara lonceng tersebut terdengar ke seluruh ruangan yang berada di dalam toko tersebut.
Seorang lelaki tua, berambut putih, wajah penuh dengan keriput, dan menggunakan celemek berwarnah coklat berada tepat di balik meja kasir.
"Selamat datang di Toko Senjata Griya," sambut lelaki tua tersebut.