Tentang kebenaran

" Aku harus menyingkir dengan cara seperti ini.. membiarkanmu membeciku sehingga dengannya kamu akan menyayanginya.. aku terima sakit ini, disingkirkan dengan cara seperti ini demi kebahagiaanmu.. bahagia selamanya kamu dengannya.. semoga saja"

Rinar membaca catatan itu, dalam sebuah tulisan tangan yang sangat rapi. Ia tau itu adalah tulisan tangan Jhodi… tapi ia tak tau untuk siapa catatan itu ditulisnya..

" Biarkan aku merasakan gelisahmu.. kupeluk dan akan kugenapi rasa itu dengan sejumput tenang yang akan mendamaikan hatimu, direlung raga ini.. aku ingin berbagi bahagia hanya denganmu saja.."

Rinar kembali menekuri catatan itu, kata-katanya seolah mengandung kekuatan seperti pusara air.. dibukanya kembali.. selembar demi selembar.. dan akhirnya tibalah pada lembaran terakhir, satu catatan ditulis dengan aroma kemarahan..

" Harus kah kami para lelaki saling menghunus pedang.. menikam demi sesuatu yang menjadi rebutan, demi seseorang yang sama-sama kami cintai, sayang aku bukan barbarian.. aku ini pendosa, aku ini jahanam.. dan sebagai pendosa sebaiknya aku saja yang mengalah… aku terlalu mencintaimu Rinar !! "

Sontak Rinar hanya terdiam dalam kekagetan, Shok ia merasakan semua yang ada disekelilingnya berputar pelan melambat lantas menjadi begitu sangat cepat berpendar mengelilinginya..

Rinar merasakan pada moment itu semua jalinan urat ditubuhnya mengeras, darahnya membeku.. pandangan matanya tidak bisa fokus pada satu titik.. energinya tercerabut.. lemas.. lunglai, sendi-sendi tubuhnya merapuh.. lantas ambruk, tangannya bergetar hebat, tiba-tiba saja diary Jhodi memberat dalam genggaman tangannya..

Ia tak pernah faham, untuk alasan apa selama ini Jhodi merahasaikan semuanya, Jhodi teman baiknya selama ini ternyata menyimpan perasaan cinta.. perasaan yang sama ia juga rasakan dari dulu, Cinta, kekaguman.. rasa sayang.. semua itu telah dari dulu ia rasakan, dan kini tiba-tiba ia mengetahui satu rahasia yang selama ini tersimpan rapat, sangat rapat bahkan seolah tanpa celah sama sekali.. laki-laki yang ia cintai dari dulu ternyata mencintainya juga selama ini..

Ia bukanlah lelaki pendiam, ia adalah lelaki tanpa rahasia.. lantas kenapa selama ini ia begitu rapi menyimpan semuanya, catatan ini.. kebenaran ini.. kejujuran yang selama ini ia simpan, kenapa pula ia mesti menyimpannya ?? yang bego dan bodoh itu siapa ??

Rinar melemas mengingat semua antara dia dan laki-laki itu, semakin melemah pula syaraf-syarafnya ketika ia tersadar sekarang ada Arya yang telah melingkarkan cincin permata di jari manisnya, kesalahan yang harus ia bayar mahal, kenapa tak sedari dulu ia kenali perasaan laki-laki itu terhadapnya, bukankah hampir separuh waktu dalam hari-harinya ia lewatkan bersama laki-laki itu ?? caranya mengenggam tangan, caranya tersenyum.. caranya membersihkan es krim yang blepotan mengotori bibirnya, caranya mengusap rambut, caranya ketika membacakan novel untuknya, cemburunya ia jika merasa disisihkan, pertengkaran kecil tapi lantas memicu kata maaf setelahnya, ia begitu terbuka terhadap apapun, tapi mengapa kini ia menyimpan kemisteriusan.. Rinar hanya menghela nafas, menyadari kini segalanya telah terlambat. Disana ada cinta untuknya.. cinta yang manis semanis madu.

" Jika cinta ini sedari awal dipersilahkan untuk memilih.. aku akan memilih kamu Jhodi, tanpa alasan apapun…."

Air mata meleleh membasahi matanya, perempuan lemah sepertinya hanya bisa menangis merasakan pedih menggores hati.. cinta siapa yang tak berbalas..?? cintanya pada Jhodi, atau cintanya Jhodi pada dirinya..?? Tuhan teramat kejam kali ini.. Tuhan tak menyayanginya kali ini..

Bersimpuh luluh, Rinar gemetaran memeluk lututnya, terduduk lemas, melemah daya tahan tubuhnya. Tulang-tulangnya serasa dilolosi… merapuh serapuh serpihan kertas, tercerabut..

"Cintamu terlalu istimewa untukku Jho… !!! mahal harganya hanya untuk bisa dekat denganmu, terlalu jauh rasanya, sementara setiap hari aku selalu bisa menggenggam tanganmu, merasakan desah nafasmu.. bau tubuhmu.. cinta ini hanya… luka"