Dua belas

Tiga puluh hari dari sekarang aku akan menjadi seorang isrti, apa aku mampu menjadi istri seorang Adrian Dzaky Pratama? Apa aku bisa membahagiakan Adrian nanti? Apa aku bisa menjadi istri yang dibanggakan nanti? Apa aku akan menjadi ibu yang baik untuk anak-anaknya nanti? Dan masih banyak lagi pertanyaan yang tinggal di kepalaku, pertanyaan yang ku tujukan untuk diriku sendiri.

"Sayang."

"Sayang, kau melamun?" Ibu menghentikan lamunanku.

"Hanya sedikit Bu." aku merangkul ibu, tempat ku berkeluh kesah tentang apa pun setelah Tuhan "Ibu aku takut." aku semakin mengeratkan rangkulanku.

"Sayang lihat Ibu," aku melepaskan rangkulanku dan kini posisi kami berhadapan.

"Dengarkan ibu, kau tidak usah mengkhawatir apa yang belum terjadi, kau hanya perlu menjalaninya dengan tulus, ikuti kata hatimu. Lakukan apa yang menurutmu baik, baik menurutmu belum tentu baik menurut suamimu, jangan banyak membantah jika nanti suamimu menasehati atau menegur, jadilah istri penurut." Ibu memang pemberi nasehat terbaik, aku beruntung terlahir dari rahimnya.

"Sekarang kau bersiap-siaplah, nak Adrian akan menjemputmu, dia menelpon Ibu tadi, katanya kau tidak menjawab telponnya." aku langsung melihat ponselku, dan benar yang Ibu katakan, ada tiga panggilan tidak terjawab dari Adrian.

Aku segera bersiap, aku tidak mau Adrian menunggu ku telalu lama nantinya. Terdengar suara mobil memasuki halaman rumah, itu pasti Adrian pikirku, dan benar saat aku menuju ruang tamu Adrian terlihat sedang mengobrol dengan Ayah.

"Hai sudah datang." sapa ku, seraya duduk disamping Ayah.

"Sudah, kau sudah siap?" jawab Adrian tak lupa dengan senyum manis yang ia kembangkan.

"Sudah." jawabku singkat.

"Ok, kita berangkat sekarang." kami pun berpamitan untuk ke tempat WO ternama di kota ini.

Iya kami menggunakan jasa WO untuk mengurus acara pernikahan kami nanti, Adrian ingin segera menyelesaikan pekerjaannya, ia tidak ingin acara pernikahan kami nanti terganggu hanya karena pekerjaan yang belum selesai. Sedang aku, aku sibuk menyiapkan mental dan hati untuk status dan tanggung jawab baru nanti.

Urusan perWOan selesai, waktu pun sudah hampir memasuki jam makan siang, kami akan makan di restoran seafood dekat kantor Adrian (lagi), saat di tempat WO tadi aku sempat mendengar Adrian menerima telpon dari sekretarisnya yang mengingatkan akan ada meeting jam tiga nanti, jadi aku memilih tempat itu agar nanti Adrian tidak terlalu terburu-buru. Kami sampai tepat sebelum waktu makan siang karyawan, jadi restoran belum terlalu ramai, aku memilih meja yang tidak terlalu dekat dengan meja-meja lainnya.

"Kau tidak apa kita makan disini lagi?" belum sempat ku jawab ponsel Adrian bergetar, tertera nama Fitri memanggil, aku tau itu sekretarisnya. " Aku angkat sebentar ya" aku mengangguk.

"Halo ada apa."

".........."

"Baik, saya ke kantor sekarang."

"Meera, kau pesan saja dulu aku ke kantor sebentar." aku mengangguk, tak lupa ia mengusap pucuk kepalaku dengan lembut, ini sudah menjadi kebiasaan semenjak kita bertunangan.

Tidak sampai 30 menit Adrian sudah kembali dengan seorang pria, beberapa karyawan menyapa ramah pada keduanya, karena memang sudah jam istirahat restoran pun mulai dipenuhi karyawan yang ingin santap siang.

Sekarang dua pria tampan tadi sudah semeja dengan ku, yang satu duduk disamping ku dan yang satu lagi duduk didepan ku. Dia tidak lebih tampan dari Adrian, tapi dia terlihat begitu berwibawa dan berkharisma.