Sungguh pemandangan yang indah, satu pria tampan di depan ku, dan pria lebih tampan lagi disamping ku.
"Maaf, aku hanya pesan dua minuman. Aku tidak tau kalau kau kemari dengan rekanmu, dan lagi aku belum pesan makanan, takut kau lama nanti makanannya malah dingin."
"Tidak apa Meera, aku sudah memesan tadi."
"Kapan?"
"Tadi, saat kau mengobrol dengan temanmu," dan benar makanan datang. Adrian memesan banyak menu, ya Tuhan apa dia kelaparan?
"Sayang kenalkan ini...." belum juga Adrian menyelesaikan kalimatnya, pria tampan yang duduk di depan ku terbatuk, aku melirik ke arah Adrian, dia mengangkat bahu tanda tidak mengerti,sebab pria tampan di depan ku ini tidak sedang makan ataupun minum.
"Bapak tidak apa-apa?" Pria tampan tadi meminum minumannya.
"Saya tidak apa-apa pak Adrian." dia kembali ke mode tenang, Adrian mengangguk dan kembali melanjutkan kalimatnya tadi.
"Oh iya pa Raja kenalkan ini Meera, calon istri saya. Sayang ini pak Raja, kami akan bekerja sama untuk proyek di Bali nanti," aku hanya tersenyum sambil mengangguk, begitupun dengan dia
"Mari makan pak Raja." seperti biasa kami makan dengan tenang.
Selesai makan Adrian dan Raja kembali ke kantor, tak lupa dia mengusap pucuk kepalaku lembut. Aku menelepon Caca dan Tya untuk menemaniku atas saran Adrian agar aku tak bosan seperti di pesta pernikahan tempo hari, ya dia memintaku untuk menunggu, sebenarnya Meli sudah menawarkan diri untuk menemaniku, tapi aku menolak, aku tidak mau mengganggu pekerjaannya. Cuma Tya yang datang.
"Caca mana? Gak bareng?"
"Tadi bareng ko, udah nyampe parkiran malah, tapi pulang lagi nyokapnya telpon, katanya ada pacar kak Ruben main."
"Emang kenapa kalau ada pacar kak Ruben main?"
"Menurut nyokap nya, pacar kak Ruben itu agresif banget, nah nyokap nya tuh gak suka."
"Terus?"
"Terus minta Caca buat ngawasin gitu, nyokapnya mau ada arisan jadi ga bisa ngawasin langsung."
"Terus?"
"Terus terus ae lo kaya kang parkir, makanan gue mana, laper nih."
"Lo belum makan?"
"Udah, tapi makanan gue udah tercerna sempurna di perjalanan tadi"
"Aiiihh, ya udah nih makan." mungkin ini alasan Adrian memesan banyak maknan.
"Anjir gue dikasih makanan sisa, tega banget lo."
"Ini bukan makanan sisa Bambang. Tadi Adrian pesen banyak, gue ga tau kalau dia nyuruh gue nunggu, jadi ya mungkin ini sengaja dia siapin buat lo." dia hanya mengangguk dan mulai sibuk dengan makanan.
Setelah acara pertunangan beberapa waktu yang lalu, aku memang belum bertemu lagi dengan sahabat ku ini, aku memilih menyibukkan diri di rumah dengan belajar memasak, dan ya lumayan, setidaknya masakanku cukup layak untuk mengisi perut Adrian nanti.
"Maa syaa Allah, sungguh indah ciptaan Mu Tuhan." aku mengikuti arah pandangan Tya. Pantas saja, dua pria tampan tadi sedang menuju ke meja kami.
Aku mengikuti Tya yang sedang bertopang dagu.
"Yang paling tampan itu calon suami gue." aku menunjuk pria berkemeja abu-abu dengan lengan yang digulung sampai siku, ok tingkat ke tampanannya meningkat sepuluh persen.
"Gue tau! Lihat, mereka pasti lagi ngomongin gue." masih dengan posisi yang sama, aku langsung menoleh dan pletak, ku daratkan jitakan manja di keningnya, dia mengaduh sambil mendelik kesal, dan aku tertawa senang.
Hai Tya, apa kabar?" Adrian memang begitu, dia akan menyapa orang yang bersama ku terlebih dahulu sebelum menyapa ku, tentu saja aku tidak keberatan.
"Baik, kalau gitu gue pamit ya Meer, Mas Adrian, mau ke rumah Caca dulu."
"Kenapa buru-buru? nanti kami antar."
" Tidak perlu mas Adrian, saya sudah pesan taksi online itu sudah di depan"
"Ya sudah hati-hati. Terimakasih ya, sudah menemani Meera."
"Sama-sama, dahh semua."
"Dahh, kabarin gue ya kalo udah nyampe." Tya membalas dengan acungan jempol.
****************
ADRIAN
Kami membahas soal perjanjian kerja dengan cepat, meski aku yakin Tya sudah datang, tetap saja tidak enak jika harus membuatnya menunggu begitu lama. Beruntung pak Raja mengerti.
"Semoga kerjasama kita berlanjut sampai seterusnya pak Raja."
"Iya pak Adrian, oh ya saya ikut ke restoran lagi tidak apa-apa kan pak Adrian?"
"Tentu saja tidak apa pak Raja, mari."
Kami kembali ke restoran menggunakan mobil masing-masing. Iya, kami langsung membawa mobil agar tidak repot ke kantor lagi untuk mengambil mobil. Aku melihat gadis ku tengah tertawa, sepertinya dia habis menggoda Tya, terlihat karena sahabatnya itu menunjukkan ekspresi kesal.
"Hai Tya apa kabar?" aku menyapa Tya terlebih dahulu.
"Baik, kalau gitu gue pamit ya Meera, Mas Adrian, mau ke rumah Caca dulu."
"Kenapa buru-buru? nanti kami antar."
"Tidak perlu mas Adrian, saya sudah pesan taksi online itu sudah di depan."
"Ya sudah hati-hati, terimakasih ya sudah menemani Meera."
"Sama-sama, dahh semua."
"Dahh, kabarin gue ya kalo udah nyampe." Tya membalasnya dengan acungan jempol.
"Mau langsung pulang atau gimana?"
"Langsung pulang saja." jawab Meera singkat.
"Ya sudah kalau gitu, pak Raja kami duluan ya." aku pamit pada Raja.
"Oh iya pak Adrian, hari-hati, salam untuk Pak Ardi."
"Iya pak, nanti saya sampaikan salamnya, mari." Raja mengangguk.
Aku menuju mobil dengan menggandeng tangan Meera, sesampainya di parkiran dia langsung masuk mobil, Meera bukan perempuan manja yang menunggu pria nya untuk membukakan pintu baru masuk ke mobil. Aku melajukan mobil ku dengan kecepatan sedang, ku lihat Meera beberapa kali menguap, dia pasti lelah pikirku.
"Tidurlah, aku bangunkan kalau sudah sampai rumah nanti." sambil ku berikan bantal kecil yang memang selalu tersedia di mobil ku, tak lupa ku usap pucuk kepalanya lembut, dia mengangguk.