Empat belas

Ku pandangi wajah polosnya.Dia cantik meski tanpa make up tebal, maha besar Allah dengan segala ciptaanNya.

"Tuhan menciptakan mu dengan begitu sempurna Meera," aku bergumam sangat pelan, lalu ku usap pucuk kepalanya lembut.

"Meera bangun, kita sudah sampai." dia menggeliat kecil lalu tersenyum, tak sulit membangunkannya.

"Sudah sampai?" aku mengangguk

"Sudah, kau tunggu biar aku buka kan pintunya."

"Terima kasih."

"Sama-sama, ayo" tak lupa ku gandeng tangan calon istri ku ini.

"Assalamualaikum." kami mengucap salam bersamaan, tak lama ibu membukakan pintu. Ketika aku meminta Meera untuk memanggil Mama ku dengan panggilan Mama, aku pun mulai memanggil tante Lia dengan panggilan Ibu.

"Waalaikumsalam, ayo masuk. Duduk nak Adrian, Teteh buatin minum ya." Meera mengangguk. Aku duduk di kursi yang ada disamping kanan ibu.

"Gimana nak Adrian, semuanya sudah sampai mana?"

"Hampir siap bu, tinggal beberapa saja yang masih kurang."

"Mama Mila sudah mengurus semuanya Bu, Meera tinggal memilih yang sesuai saja tadi." Meera bergabung dalam percakapan kami dan langsung ku timpali.

"Mama hanya tidak mau Meera kerepotan karena mengurus semua persiapan bu, Mama juga tidak mau kalau sampai nanti menantunya kelelahan." yes kena, pipinya memerah saat aku menekankan kata 'Menantu'.

"Sampaikan terimakasih Ibu untuk Mama mu ya nak, Ibu tinggal kebelakang dulu." Hening sesaat, sampai ponsel Meera berdering.

"Tya, katanya dia sudah sampai di rumah Caca dari tadi, tapi lupa menelpon. Oh iya,kau tidak menelpon pak Raja, Dri?" Untuk apa aku menelpon pak Raja, pikirku.

"Tidak. Memangnya untuk aku menelpon dia, dia sudah besar Meera."

"Bukan begitu, tadi kan kita meninggalkannya sendirian di restoran."

"Oh itu, dia bilang ingin membeli beberapa menu untuk dibawa pulang, paling juga sekarang dia sudah di rumahnya." dia hanya ber oh ria.

"Oh iya sudah sore, aku pulang ya."

"Aku panggil Ibu sebentar." dia beranjak dari duduknya, dan kembali dengan Ibu dibelakangnya.

"Mau pulang nak? ya sudah hati-hati, maaf Ayah tidak ikut mengantar sedang istirahat."

"Iya Bu tidak apa, Drian pulang ya Bu." tak lupa ku cium punggung tangan wanita yang sebentar lagi akan menjadi Ibu mertua ku ini.

"Meera anter Drian ya Bu." Ibu mengangguk dan kembali ke dalam. Sebelum masuk ke mobil, aku membawanya ke dalam pelukanku.

"Meera, satu minggu kedepan aku akan ke kantor pusat untuk membatu Papa menyelesaikan pekerjaannya."

"Jakarta? kapan?"

"Besok sore, kau mau ikut?" dia melepaskan pelukanku dan kini menggenggam tanganku.

"Tidak, aku tidak mau mengganggu mu, aku akan baik-baik saja." Tuhan bolehkah aku mencium gadis dihadapan ku ini, dia begitu menggemaskan dengan ekspresi yang di buat-buatnya itu, aku tertawa kecil.

"Untuk persiapan yang kurang, kau bisa kan mengurus sendiri."

"Apa yang harus diurus? aku hanya tinggal menunjuk, aku suka yang ini, aku tidak suka itu, yang ini bagus, yang ini tidak." aku terkekeh geli mendengar jawaban gadis ku ini.

"Aiiih Mama benar-benar menyukai calon menantunya ini. Ya sudah aku pulang, kalau ada apa-apa telpon aku." dia mengangguk sambil tersenyum.

Sesampainya di rumah aku langsung mengabari gadisku.

To: Ameera

Aku sudah sampai, sekarang mau bersih-bersih dan istirahat sebentar.

From: Ameera

Ok, selamat istirahat tuan muda.

Aku bersih-bersih dan menunda niatku untuk tidur, karena adzan Maghrib sudah terdengar begitu aku selesai bersih-bersih. Tak menunda waktu langsung ku tunaikan kewajibanku.