Dua puluh tujuh

"Meera bangun sudah sampai" Aku membuka mataku perlahan, aku melongok keluar kaca mobil melihat kanan kiri. Tempat ini seperti tak asing bagiku.

"Kita di Bandung?" Dia mengangguk, "kau bilang tempat jauh."

"Ini jauh Meera, kita tadi berangkat siang dan kau lihat, sekarang sudah malam." malam apanya, ini baru jam 19.05 gumamku dalam hati.

"Kau memang pandai membuat alasan tuan muda. Ayo, kita habiskan uangmu!" dia terkekeh.

Jika biasanya mas Adrian yang menggandeng tanganku, mulai hari ini, aku yang akan melakukannya. Kami membeli beberapa potong pakaian, saat mas Adrian membayar aku melihat dress berwarna hijau, Raja suka warna hijau. Aiiisss, aku merindukanmu Raja, tanpa sadar aku tersenyum getir.

"Bagus, kau suka?" Mas Adrian menyadarkan lamunanku.

"Tidak, aku hanya teringat sesuatu. Nanti kita ke taman kota ya."

"Aku memang mau mengajakmu ke sana, ayo."

"Pak Adrian, bu Meera, kalian sedang di sini?" Raja, kenapa dia di sini? Aku langsung mengeratkan genggaman tangan ku, mas Adrian melirik sekilas ke arah ku.

"Eh pak Raja, sekali lagi kita bertemu tanpa sengaja. Pak Raja sedang belanja?" Tanya mas Adrian.

"Saya kesini bukan untuk belanja pak Adrian, tapi saya mengikuti seseorang," bicara apa dia, dia mengikuti ku? bagimana bisa? Aku dan mas Adrian saling pandang, "maksud saya, saya sedang mengikuti mba Ratu belanja." dia menunjuk kakaknya yang tengah memilih perlengkapan bayi.

"Kita duluan pak Raja, salam buat bu Ratu, ayo mas." mas Adrian mengangguk, aku langsung menarik mas Adrian, aku tidak mau berlama-lama dekat dengan Raja

"Kita duluan pak Raja, mari." Raja hanya membalas dengan senyuman.

*Di mobil

"Tadi itu tidak sopan Meera, lagi pula kau ini kenapa, tidak seperti biasanya." ini memang tidak biasa mas.

"Aku sudah kelaparan," maaf aku berbohong, mas Adrian tidak menjawab, dia mengusap pipi ku lembut.

Aku senang sekaligus takut, Raja. Aku senang karena rinduku padamu sedikit terobati, tapi aku juga takut tidak bisa melupakan mu, Raja. Kau selalu membantu ku, selalu mendengar kan ku, selalu ada untukku, dan aku mencintaimu Raja. Hanya soal waktu, aku pasti bisa melupakanmu.

"Kau melamun, hmm?"

"Tidak mas, kita sudah sampai ayo. Ayah, Ibu, Lita, pasti sudah menunggu."

 ******

Ku perhatikan, sejak melihat dress hijau tadi, Meera tampak kosong, "Kau melamun, hmm?"

"Ahh tidak, kita sudah sampai ayo. Ayah, Ibu, Lita, pasti sudah menunggu." kau menyembunyikan sesuatu dari ku Meera, itu sangat jelas terlihat.

Ayah, Papa dan Lita menyambut kami. Aku meminta Papa dan mama menginap di rumah Ibu, sudah lama kita tidak berkumpul bersama. Meera bergabung dengan Mama, Ibu dan Lita menyiapkan makan malam, sedang aku mengobrol dengan Papa dan Ayah di ruang tamu. Makan malam siap, kami makan dengan tenang seperti biasa, selesai makan kami lanjut mengobrol di ruang keluarga, aku lihat Meera sangat bahagia, senyumnya tak hilang barang sedetikpun, sesekali dia menggoda Lita. Rupanya Papa dan Ayah memperhatikan ku.

"Lihatlah mas Danang, putra ku tak sedetikpun mengalihkan pandangannya dari putrimu." mereka tergelak, aku tersenyum kecil.

"Putriku sangat beruntung mendapatkan putramu sebagai suami, mas Ardi." Ayah menimpali.

Aku menghampiri Meera. Seperti katanya, kita akan ke taman kota untuk menghabiskan malam.

"Semua, kita keluar dulu ya."

"Iya hati-hati, Teteh bawa kunci cadangan, takutnya Ibu tidak dengar saat kalian pulang nanti." Ibu mengingatkan.

"Iya bu, Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

*sesampainya di taman kota

Kami duduk di bangku yang sama saat Meera menerima perjodohan kita dulu, aku sudah membawa beberapa makanan ringan dan minuman untuk teman mengobrol. Matanya melihat sekeliling, "Kau mencari apa, Meera?"

"Tidak ada yang berubah." kau benar Meera, tempat ini tak berubah, kau pun tidak. Hanya aku yang berubah, aku berubah menjadi sangat mencintaimu.

"Aku suka saat kau menggenggam tanganku." dia langsung menggenggam tanganku, dan menyandarkan kepalanya di bahu ku.

"Seperti ini? kau suka?," aku tersenyum. "Aku akan selalu seperti ini kalau kau suka mas. Kau memberiku segalanya, beri aku waktu, aku pasti mencintaimu suatu hari nanti."

"Aku akan menunggu hari itu, Meera."

Ku raih dagunya dan mulai menciumnya lembut. Dia membalas ciumanku, kami berciuman di bawah sinar bulan yang indah. sungguh aku tak ingin malam ini berakhir.