Cukup! Aku ingat semuanya, aku ingat, untuk itu aku minta maaf sekaligus memohon padamu, aku mohon lupakan semuanya. Suara yang biasanya terdengar lembut kini melemah, mata yang teduh tak terlihat lagi, hanya air mata yang terus mengalir. Aku memeluknya, berusaha untuk menenangkan nya.
"Kau mencintaiku 'kan?"
"Iya, aku sangat mencintaimu, Raja." aku senang mendengarnya Meera. Aku menangkup kedua sisi wajahnya.
"Ceraikan Adrian dan menikahlah denganku, aku berjanji akan membahagiakanmu lebih dari Adrian."
"Tidak! Aku harus pulang, aku pergi." apa dia mencampakkan ku? Tidak Meera, kita tidak akan selesai.
Plakk, tamparan kecil menyadarkan ku. Kejadian itu tidak pernah membiarkan pikiranku tenang.
"Ya ampun Mama, sakit tau." sejak kapan Mama ada di kamar ku.
"Kau ini kenapa, suka sekali melamun. Cepat mandi, antar kakak mu belanja perlengkapan bayi."
"Iya Mah. Ada lagi yang mau dibicarakan, Apa mama mau memandikan aku?"
"Siapa Meera? Pacarmu?"
"Bukan siapa-siapa, aku mandi dulu." aku segera ke kamar mandi, kalau tidak, Mama pasti akan bertanya lagi. Apa tadi aku menyebut nama Meera?.
Apa kita benar-benar selesai Meera? Kau tak pernah mengangkat telpon ku setelah hari itu. Hari ku terasa hambar, hati ku sakit setiap saat, aku bahkan tidak lagi tidur dengan nyenyak. Apa kau tidak rindu padaku? Aku sangat merindukanmu Meera.
Mba Ratu sudah lebih dulu masuk mobil. Aku tidak banyak bicara selama di mobil, aku fokus menyetir. Sebenernya sudah tak ada fokus untuk hal lain, yang ada di kepalaku hanya tentang Meera. Sampai di pusat perbelanjaan. Aku mencoba bersikap biasa, mba Ratu sangat mengenalku, aku tak ingin membuatnya khawatir atau apapun yang membuatnya berfikir keras.
"Sudah sampai ayo," mba Ratu menahan tanganku.
"Ada masalah?" Dia memang kakak ku, dia selalu bisa merasakan apa yang aku rasakan. Aku hanya tersenyum.
"Tidak ada mba, aku sedikit lelah saja." maaf aku tidak bisa cerita mba.
"Kalau ada apa-apa cerita, aku tetap kakak mu meski sudah punya suami."
"Iya mba, ayo."
Mba Ratu asik memilih berbagai perlengkapan untuk bayinya nanti, aku yang sedari tadi berdiri di belakang mba Ratu melihat sosok yang sangat aku rindukan.
"Mba, aku kesana sebentar"
"Iya."
Aku tau kau sangat mencintai ku Meera. Dia sedang memegang dress warna hijau, aku selalu suka saat dia memakai warna hijau. Jepit rambut itu, dia terus memakainya. Jepit rambut merah muda yang ku pesan dari seorang desainer, khusus untuk Meera.
"Pak Adrian, bu Meera, kalian sedang disini?" Dia mengeratkan genggaman tangannya, apa dia takut padaku, atau sedang berusaha membuatku cemburu? jika poin iya poin kedua, maka kau berhasil. Aku sangat cemburu.
"Pak Raja, sekali lagi kita bertemu tanpa sengaja. Pak Raja sedang belanja?" tanya Adrian ramah.
"Saya kesini bukan untuk belanja pak Adrian, tapi saya mengikuti seseorang," mereka saling pandang, dan pandangan ku hanya tertuju pada Meera.
"Maksud saya, saya sedang mengikuti mba Ratu belanja." aku menunjuk kakak ku yang tengah memilih perlengkapan bayi.
"Kita duluan pak Raja, salam buat bu Ratu, ayo mas." apa dia menghindari ku?
"Kita duluan pak Raja, mari." aku hanya membalas dengan senyum terpaksa.
Selesai menemani mba Ratu belanja, aku langsung menuju taman kota. Aku dengar tadi Meera ingin ke taman kota. Satu jam perjalanan aku sampai, tapi dimana mereka? apa mereka batal ke sini? aku akan menunggu.
Hampir satu jam menunggu, mereka datang. Aku tidak menghampiri mereka, aku hanya mengamati dari jauh. Entah apa yang mereka bicarakan Meera terlihat bersemangat, dia juga terus menempel di lengan Adrian.
Setengah jam mengamati, sampailah pada adegan yang sangat membuat hatiku nyeri, mereka berciuman. Kau menghapus ciumanku Meera, kita lihat siapa yang akan menang dalam permainan ini, kau atau aku.
Aku ingin tau, sampai kapan kau terus mengabaikan ku, mengabaikan segala cinta dan kenangan kita.