Drrrrt drrrrt pesan masuk
From: Istri
Mas aku di rumah Caca.
To: Istri
Satu jam lagi aku jemput.
"Siapa Dri?"
"Meera Pah, dia bilang sedang di rumah temannya."
Satu jam berlalu meeting dengan klien pun selesai, aku pamit dengan Papa dan pak Sigit. Perasaanku mendadak tak enak sejak menerima pesan dari Meera tadi.
"Pah, aku langsung jemput Meera ya."
"Iya hati-hati."
"Iya Pah, mari pak Sigit."
"Mari pak Adrian, salam buat bu Ameera."
Jarak rumah Caca dengan kantor cukup jauh. Beruntung jalanan tidak macet, jadi tidak terlalu memakan waktu. Sampai di rumah Caca aku di sambut oleh Ruben.
"Assalamualaikum,"
"Waalaikumsalam, masuk Adrian, silahkan duduk." Ruben mengeluarkan ponselnya dan menelpon Caca.
Ruben seumuran dengan ku, dia Dosen di kampus Ayah mengajar. Caca turun bersama Meera, ada yang berbeda, Meera tidak memakai baju itu sebelum ke cafe siang tadi, matanya juga terlihat sembab.
"Mas, sudah lama?"
"Tidak. Ruben, Caca, kita langsung pulang ya."
"Makan malam di sini aja mas,"
"Lain kali ya Ca, di rumah formasi lengkap, tidak enak kalau kita tidaka makan di rumah."
"Pasti rame, salam ya buat para orang tua."
"Nanti saya sampaikan, makasih ya Ben, Ca, kita pulang Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Di mobil Meera tidak bicara apapun, dia terus saja melamun, tidak tau apa sedang ia lamun 'kan sampai tidak sadar kalau kita sudah sampai. Aku tidak menyadarkannya, biarlah dia puaskan dulu melamun nya, aku bisa menunggu.
"Mas sudah sampai ayo." dari tadi Meera, aku menariknya ke pelukanku.
"Tidak apa kalau kau belum mencintaiku, tapi setidaknya kau bisa cerita padaku, kau kenapa sejak tadi terus melamun?"
"Aku tidak apa mas, aku cuma lelah."
"Ganti baju?"
"Ehh ini, di cafe tadi 'kan banyak pelanggan, jadi aku bantu-bantu sedikit. Pas bawa kopi, ada anak kecil lari-lari terus tidak sengaja menabrak ku, jadi kotor kena kopi."
"Kenapa tidak ganti baju di rumah?"
"Caca memaksa ku main ke rumahnya, lagian ini baju aku sendiri ko mas." kau tidak pandai berbohong Meera, aku melepas pelukan ku.
"Ayo,"
"Iya."
Kami masuk dan bersih-bersih, selesai mandi dan sholat Maghrib berjamaah kami berkumpul di ruang keluarga sambil menunggu waktu isya, kami biasa makan setelah isya. Seperti malam kemarin, Lita terus saja menempel pada Meera sampai sesekali membuat Meera kesal. Kumandang adzan Isya terdengar, kami bergegas melaksanakan kewajiban kami sebagai muslim. Sholat selesai kami lanjut makan.
Makan malam selesai, kami kembali berkumpul di ruang keluarga. Tiba-tiba, pranggg ... suara piring pecah, dari arah dapur. Aku ingat Meera sedang berada di dapur.
"Meera," aku berlari ke dapur dan melihat Meera terduduk, piring yang ia bawa tadi pecah berantakan.
"Sayang kau tidak apa-apa? Ya Tuhan badannya panas, kita harus bawa Meera ke rumah sakit sekarang." ujar ku pada Papa dan yang lain, tapi Meera menolak.
"Tidak perlu mas, aku tidak apa, gendong ke kamar." dia merentangkan tangannya bak anak kecil. Bukan cuma aku, Papa, Mama, Ibu, Ayah dan Lita pun ikut tertawa melihat tingkah Meera.
"Minta digendong aja pake drama, lebay" ejek Lita, Meera tidak menghiraukan.
"Ya udah sana, tuh minta digendong istrinya." aku menggendong Meera ala pengantin baru dan membawanya ke kamar. Aku membaringkannya, badannya panas.
"Aku ambil obat dulu ya," Meera menahan tanganku.
"Tidak perlu mas, sini peluk aku, nanti juga sembuh."
"Minum obat dulu, nanti aku peluk." aku melepas tangannya perlahan.
Aku menelpon Mama minta tolong untuk ambilkan obat dan air. Lita datang membawakan apa yang aku minta tadi.
"Makasih ya de."
"Sama-sama mas." Lita keluar.
"Sayang, minum obat dulu ya." aku membantunya meminum obat.
"Mas, pintunya di kunci." aku mengunci pintu sesuai permintaannya.
Aku hendak ikut berbaring tapi Meera melarang ku. Dia memintaku bersandar di ranjang, kemudian ia menyandarkan kepalanya di bahuku, dan tangannya melingkar posesif di perutku. Aku tersenyum, aku suka kau begini Meera.
"Eh tunggu," dia melepas pelukannya, mengambil bantal lagi untuk mengganjal punggungku, dan kembali memelukku "kalau begini tidak akan sakit, kau suka?"
"Aku suka, sangat suka." aku mencium pucuk kepalanya beberapa kali.
Dengan kau begini, aku sudah cukup merasa dicintai Meera, aku menutup mataku dan mengeratkan pelukanku. Aku sangat mencintaimu Meera.