Aku meminta pulang hari ini. Ibu, Mama, Papa, Ayah, Lita dan mas Adrian tidak setuju karena demam ku yang belum juga turun, tapi aku memaksa, aku tidak mau berlama-lama di sini. Aku tidak mau 'kebetulan' bertemu dengan Raja lagi.
Aku terlalu asik bermain air, sampai melupakan resiko terseret arus. Aku terlalu asik bermain air, sampai tidak sadar arus sudah menyeretku terlalu jauh. Sudah cukup, aku tidak mau tenggelam.
Aku tidak tau jam berapa kita sampai, saat membuka mata aku sudah ada di kamar. Mas Adrian duduk di samping ku sambil membaca buku, dia tidak sadar aku sudah bangun. Aku menyenderkan kepalaku di bahunya.
"Sudah bangun?" Aku mengangguk, dia menaruh buku dan merangkul ku.
"Sudah jam 14.20, pantas aku lapar."
"Aku buatkan bubur mau?"
"Bi Surti saja, kau di sini temani aku."
"Bi Surti aku suruh libur, kasihan dia, tiga hari belum pulang. Jadi istri ku, mau makan apa? Biar aku yang buatkan." suamiku jauh lebih pandai soal masak memasak di banding aku.
"Sup ayam buatanmu enak, mas." dia melepas rangkulannya dan menangkup kedua sisi wajahku.
"Aku buatkan dulu, kau tunggu di sini, ok!"
"Aku ikut, gendong." dengan wajah memelas, aku merentangkan tanganku. Aku gendong di punggung.
"Jadi begini istri ku kalau sedang sakit, manja."
"Biasanya sih tidak, tapi semalam ada yang bilang sangat suka kalau aku manja begini."
"Siapa yang bilang?"
"Ada lah seseorang."
"Kau ini"
Terdengar seseorang mengucap salam cukup keras, mungkin ada tamu, pikirku.
"Aku buka pintu dulu, kau tunggu di dapur."
"Baik tuan muda," aku turun dari punggungnya dan menuju dapur.
Daging, ayam, sudah siap, sayuran sudah aku cuci dan potong-potong, bumbunya benar tidak ya ini? Bukannya aku tidak bisa membuat sup, tapi sup buatan mas Adrian benar-benar enak, sangat berbeda dengan sup buatan ku yang rasanya sekedar enak. Mas Adrian lama sekali, siapa sih tamu yang datang?
"Sayang maaf lama. Ehh, sudah disiapkan, terima kasih istriku."
"Sama-sama suamiku, siapa yang datang mas?"
"Pak Raja." jawab mas Adrian singkat.
"Untuk apa pak Raja kemari?" Semakin aku menghindarimu, semakin sering Tuhan mempertemukan kita. Aku tersenyum miris.
"Sudahlah, lebih baik lihat chef Adrian beraksi." dia mulai meracik bumbu dan bahan yang sudah ku siapkan, dia tidak tampak kesulitan. Ahh, suamiku semakin terlihat seksi.
Baiklah, jangan lupakan Raja. Dia ikut bergabung dengan kami, jadilah kami makan bertiga. Suasananya agak aneh. Biasanya Raja banyak bicara saat makan bersama ku dan aku menjadi pendengar, tapi kali ini tidak ada suara yang keluar dari mulutnya. Makan selesai, mas Adrian hendak membereskan bekas makan kami, tapi langsung ku larang.
"Mas, aku saja."
"Iya sayang."
Urusan cuci mencuci piring dan teman-temannya selesai, aku mengintip di balik tembok. Aku tidak mau ke kamar kalau Raja masih di meja makan, tapi aku merasa ada sesuatu yang menempel di kepalaku, ketika aku mendongak ....
"Astaghfirullah," aku hampir terjatuh saking kagetnya. Mas Adrian berdiri tepat di belakang ku, dagunya sedikit menempel di kepalaku.
"Kau sedang apa?"
"Kau mengagetkan ku mas, sejak kapan di belakangku?"
"Sejak tadi, kau mencurigakan Meera."
"Apaan sih," aku meninggalkan mas Adrian yang masih diam di tempat.
"Meera ...."
"Hmmm ...."
"Aku suka, sekarang cara bicaramu pada ku sudah lebih santai," aku berbalik dan tersenyum ke arahnya.
"Kau suka?" dia mengangguk, aku kembali menghampirinya dan memeluknya.
"Aku akan melakukan apa-apa yang kau sukai."
"Dan aku, akan mencintai dan membahagiakanmu seumur hidupku."
Kesenangan sesaat menjadikanku wanita bodoh dan serakah, cinta yang salah tidak hanya menjadikan ku buta, tapi juga egois. Aku terlalu mementingkan diriku sendiri, mementingkan kebahagiaan ku sendiri. Dia yang selalu bersama ku tak terlihat, dia yang selalu memberiku kebahagiaan terabaikan.
******
Perubahan Meera begitu terlihat, tidak hanya caranya berbicara, hampir semua kecuali hatinya. Aku tidak tau. Apa aku sudah ada di hatinya? entahlah, hanya Tuhan dan sang pemilik hati yang tau.
Dia mulai meminta pendapat ku dalam berbagai hal, memberitahu kegiatan apa saja yang sudah atau akan ia lakukan, mengirim pesan setiap saat dan masih banyak lagi. Sebentar lagi Meera ulang tahun, aku akan mengajaknya berlibur sebagai hadiah.
"Assalamualaikum, aku pulang."
"Waalaikumsalam. Mandi, terus makan, bajunya sudah aku siapkan, aku panaskan makanan dulu." aku mengangguk, Meera mengambil alih tas kerja ku.
Mandi dan makan malam selesai, waktunya bersantai. Kami bersantai di halaman belakang, Meera bersandar di bahuku. Aku selalu suka saat seperti ini, rasanya kau juga mencintai ku.
"Meera ...."
"Hmmm,"
"Waktu kecil kita pernah beberapa kali bertemu, saat itu kau masih segini," aku menunjukkan jari kelingking ku.
"Kecil banget," dia meraih jariku.
"Aku tidak suka tiap kali Ayah dan Ibu main ke rumah."
"Kenapa?"
"Papa pasti lebih memilih bermain denganmu, apalagi Mama. Pernah satu kali aku mendorongmu sampai jatuh, kau menangis. Papa memarahiku. Mama, Ayah, Ibu, sibuk menenangkan mu."
"Aiihh kau jahat mas, masa aku yang menggemaskan ini didorong."
"Kau memaksa ingin ikut aku mandi, ya aku dorong, kau mesum. Sekarang, malah tidak suka kalau kau jauh dariku." mas Adrian menggenggam tanganku erat.
"Anak kecil mana tau apa itu mesum, mas."
Kami mengobrol banyak termasuk rencana liburan. Dia ingin ke Bali, Meera suka pantai. Selain itu, dia bilang kita tidak perlu terlalu banyak mengeluarkan biaya untuk makan dan menginap, karena kita ada hotel di daerah Ubud dan restoran yang letaknya tidak jauh dari pantai Kuta.
"Sudah malam, ayo masuk, nanti malah masuk angin."
"Iya mas, ayo."
Aku selalu berdoa agar kau secepatnya melupakan perasaanan mu untuk Raja, melupakannya untuk selamanya, dan menjadi istriku seutuhnya. Aku tau soal kau dan Raja, Meera.