Tiga puluh empat

Aku menyesal pernah mengabaikanmu, tapi aku juga senang penyesalan itu datang lebih cepat. Jika tidak, bukan hanya kau, orang-orang terdekat juga pasti akan tersakiti.

Aku membuat kue cokelat spesial untuk suamiku, semoga mas Adrian suka. Makan siang sudah siap, tinggal menunggu mas Adrian pulang.

13.25 mas Adrian belum juga pulang, tidak seperti biasanya.

To:Suamik

Ko belum pulang? Aku sudah kelaparan.

From:Suamik

Pekerjaan tidak mengijinkan ku pulang sekarang, kau makanlah dulu.

To:Suamik

Aku ke kantor boleh?, aku membuat kue cokelat spesial.

From:Suamik

Baiklah hati-hati, jangan nyetir sendiri, naik taksi online saja.

To:Suamik

Siap bosqu.

Aku meminta tolong bi Surti untuk menyiapkan makanan yang akan aku bawa termasuk kue cokelat. Sementara aku, tengah bersiap. Sudah cantik, aku memuji pantulan diriku di cermin. Pesan taksi online sudah, makanan sudah, tinggal menunggu taksi online datang.

Taksi online datang, aku meminta bi Surti pulang karena pekerjaannya sudah selesai. Jalanan sedang senggang, tidak sampai tiga puluh menit aku sudah sampai kantor. Aku segera membayar.

"Suaminya kerja di sini mba?" Tanya Abang supir.

"Tidak mas, suami saya pemilik perusahaan ini," Abang supir tertawa kecil.

"Mba bisa aja, jangan lupa kasih bintang lima ya."

"Siap, terima kasih ya mas."

"Sama-sama, mba."

Aku merasakan ponselku bergetar, pesan masuk.

From:Suamik

Lihat seberang jalan.

Aku menoleh, benar, suamiku ada di seberang jalan. Aku melambaikan tangan, dia memberi isyarat agar aku menunggu, aku mengangguk.

Aku menunggu di lobby, beberapa karyawan menyapaku, aku tersenyum ramah seperti biasanya. Aku melihat Kiki membawa alat kebersihan, dia juga melihat ku. Kiki menghampiri ku dan duduk di kursi yang ada di depanku.

"Kita ketemu lagi mba, mba ko di sini aja. Lagi nunggu orang?" tanya Kiki ramah.

"Iya saya sedang menunggu suami saya, dia pemilik perusahaan ini, mba Kiki apa kabar?"

"Mba bisa aja, saya baik mba. Ehh pak Adrian." mas Adrian datang, Kiki langsung berdiri dan menunduk. Mas Adrian mengangguk. Aku pun ikut berdiri.

"Maaf ya, lama, ayo." mas Adrian mengambil alih goodie bag yang aku bawa. Aku menahan tawa karena Kiki terlihat tegang.

"Saya duluan ya, mba Kiki."

"I ... iya mba, ehh Bu."

Kami meninggalkan Kiki yang masih terlihat tegang. Mas Adrian menanyaiku soal Kiki, aku jawab singkat kalau kita pernah bertemu sekali.

Dari mulai masuk lift sampai ke ruangannya, tangan mas Adrian terus saja melingkar di pinggangku. Sebenarnya aku sedikit malu karena setiap karyawan yang melihat pasti menoleh ke arah pinggangku. Tapi tidak dengan mas Adrian, dia terlihat tidak terganggu sama sekali. Aku menyiapkan makanan yang sudah ku bawa, dan kami mulai makan dengan tenang. Makan selesai, Aku meminta Fitri mengambil beberapa piring untuk kue cokelat yang ku bawa.

 ******

Pekerjaan benar-benar menyita waktu ku, untuk makan siang pun Meera sampai harus mengantar kemari.

"Terimakasih ya sayang. Sayang tolong ambilkan kotak warna abu di laci paling atas." Meera berjalan menuju meja ku.

"Yang ini, apa ini?" Meera menunjukkan dua kotak abu. Satu abu muda, yang satu lagi lebih gelap.

"Yang abu muda."

"Ini mas." dia menyerahkan kotak yang ku maksud.

"Buka,"

"Mas, ini bagus sekali."

"Sini, aku pakaikan." aku memakaikan gelang yang ku beli kemarin.

"Kau suka?," Meera mengangguk "aku akan melakukan apa-apa yang kau suka."

"Itu dialog ku, Mas."

Aku benar-benar bahagia Meera, semoga Tuhan segera menitipkan amanah di rahimmu sebagai pelengkap kebahagiaan kita.

Meera berbaring di pangkuanku. Aku mengirim Fitri pesan agar jangan ada yang datang, aku tidak mau di ganggung saat seperti ini. Aku lihat Meera sedang berbalas pesan di grup chat, ada yang mengirim foto testpack dengn dua garis. Baru dua bulan menikah sudah dapat dua garis, kebahagiaan mereka akan segera lengkap.

"Mas, kau tidak mau mengomentari kue buatanku?"

"Apa yang harus dikomentari sayang, kuenya enak. Aku sangat bersyukur Mama menjodohkan ku denganmu."

"Aku lebih bersyukur lagi karena mendapatkan suami seperti mu, Mas."

"Aku ingin punya anak empat, semuanya perempuan. Kau ingin berapa Meera?" seketika raut wajah Meera berubah.

"Aku belum siap mas, maaf." wajahnya berubah lesu.

"Tidak apa sayang, aku akan menunggu sampai kau siap."

"Terima kasih, Mas."

Bukti terbesar dari sebuah cinta adalah kehadiran seorang anak, aku anggap kau masih belum mencintaiku sepenuhnya. Tapi kau tak perlu khawatir Meera, aku pasti bisa menunggu.