Kebimbangan

Venus membuka matanya,

" Ben?!" ucap Venus, matanya basah lagi.

" Hei!" ucap Ben. Venus berusaha duduk dibantu Ben. Kemudian Venus menangis dipelukan Ben.

" Hei! Gue disini sekarang! Gak akan ada yang nyakitin lo lagi," hibur Ben. Venus bertambah sedih dan menamgis didada Ben. Ben mengelus punggung Venus dalam diam.

" Semalaman dia menangis terus," ucap Ben pada Nina saat mereka duduk di kantin Rumah sakit yang kebetulan dekat dengan kamar Venus untuk sarapan.

" Gue jadi penasaran, seperti apa si Calleb ini, sampai Venus tergila-gila dengannya," ucap Ben menahan amarahnya.

" Gue juga kurang begitu kenal, tapi Venus selalu bersemangat bila bicara tentang dia," jawab Nina.

" Lo bilang dia seorang CEO perusahaan besar?" tanya Ben.

" Iya! Kali nggak salah perusahaannya bernama Indonesia Mahajaya, namanya Calleb..."

" Atmajaya!" sahut Ben

" Iya bener! Lo tahu?" tanya Nina.

" Seminggu yang lalu perusahan papa gue ada kerjasama sama perusahaan dia, tapi yang datang Gerry itu, tapi waktu itu gue ada meeting lain, makanya yang gue suruh datamg asisten gue," tutur Ben.

" Apa lo pernah ketemu dia?" tanya Nina.

" No! Tapi dikalangan pengusaha, dia memang termasuk orang yang tegas, tidak pernah merubah apa yang telah diputuskan dan selalu mendapatkan yang dia mau," jawab Ben.

" Pria yang sangat kaku!" ucap Nina.

" Menurut rumor, sih, seperti itu. Tapi kenapa Venus bisa tertarik dengan pria beristri?" ucap Ben sedih.

" Dia tidak tahu kalo dia beristri, lo tau seperti apa, dia bekerja disitu, bukan bergosip," jelas Nina.

" Gue akan bawa dia ke Aussie!" kata Ben.

" Gue setuju! Biar si Calleb itu nggak bisa ngambil anaknya," kata Nina.

" Tapi apa Venus mau?" tanya Nina.

" Pasti mau!" ucap Ben.

Sementara itu ditempat lain, Calleb terbangun dari tidurnya karena cahaya matahari yang masuk dari jendela kamarnya. Kepalanya terasa pusing, badannya terasa berat.

" Sudah bangun, Bos?" tanya Gerry di pinggir pintu. Calleb berjalan perlahan ke kamar mandi. Setelah mandi dia keluar dan memakai pakaian. Kemudian dia pergi keluar dan duduk dimeja makan dimana Gerry sudah menunggunya. Tidak ada percakapan berarti keluar dari mereka berdua. Sejak kejadian dengan Venus, Gerry merasa tidak perlu terlalu banyak bicara. Calleb juga merasakan perubahan dari Gerry, tapi dia tidak ambil pusing yang penting Gerry masih bekerja padanya.

" Mr. Rudolf memajukan jadwal pertemuan!" ucap Ben.

" Tidak bisa!" jawab Calleb.

" Hari ini ulang tahun istri keduanya dan jam 10 dia harus merayakan dengannya," jawab Gerry. Calleb merasakan sakit didadanya mendengar perkataan Gerry. Kenapa sakit sekali hati gue, batin Calleb. Sepintas lalu bayangan Venus yang mendesah manja ditelinganya lewat didepan matanya.

" Gimana?" tanya Gerry.

" Ok!" jawab Calleb.

" Pertemuan dengan Mr. Blade?" tanya Gerry.

" Tempat yang sama dan waktu mundur sejam," ucap Calleb. Gerry menghubungi sekretaris Mr. Blade.

" Dia gak bisa, istrinya baru melahirkan dan minta ditemani saat jam makan siang," ucap Gerry.

" Ada apa dengan istri-istri mereka?" ucap Calleb marah.

" Lo yang ke Blade!" ucap Gerry.

" Tapi dia maunya Bos yang datang," ucap Gerry.

" Berantakan semua!" ucap Calleb marah. Lalu dia merapikan baju dan berjalan keluar.

" Halo! Ya?....semingguan mungkin...jadwal berubah...iya! Tunggu gue pulang, baru kita urus!...Dia nggak akan kemana-mana!...Mudah-mudahan Kak Linda bisa sembuh dengan lahirnya anak itu...Daaa!

Gerry menebak, pasti mereka membicarakan Venus dan bayinya. Gue nggak percaya lo bisa sekejam ini, Al! Memisahkan ibu dengan anaknya, batin Gerry.

" Lo baik-baik disana, ya, Ven!" ucap Nina. Venus mengangguk, air matanya menetes dipipinya. Dipeluknya sahabatnya itu dan diciumnya pipinya.

" Jaga dia baik-baik, Ben!" ucap Nina lagi. Ben mengangguk, lalu mereka berpisah. Hari ini Ben membawa Venus ke Aussie dengan diam-diam. Dia tidak mau kalo sampai Calleb dan istrinya tahu mereka pergi. Venus awalnya tidak mau mengikuti rencana Ben, tapi dia takut kalo Calleb mengambil bayinya. Pesawat itupun mbawa Venus pergi menjauh dari rasa sakitnya, terutama dari Calleb. Kamu sudah tega membohongiku, aku benci kamu, aku tidak sudi melihatmu lagi, walau kamu ayah anak ini, batin Venus sambil mengelus perutnya. Venus bertekad akan melupakan masa lalunya dan akan membuka lembaran baru dengan anaknya. Ben melirik Venus yang meraba perutnya. Gue akan bertanggung jawab, Ven! Gue akan bahagiain lo dan calon anak kita, karena dari dulu sampai sekarang, gue sangat mencintai lo, batin Ben. Hatinya berbunga-bunga, karena wanita yang selama ini susah dia gapai, telah ada disampingnya dan akan selamanya bersamanya. Ben tersenyum membayangkan masa depannya bersama Venus dan keluarga kecilnya.

" Pak? Kok, sendiri? Ibu mana?" tanya mbok mira. Calleb hanya diam dan naik ke kamarnya. Hampir 2 minggu dia meninggalkan rumah ini. Dipandanginya kamar yang pernah dia gunakan bersama Venus, hatinya sakit, kebohongan dan kemunafikan Venus, membuatnya membenci wanita itu.

" Pak, pakaian ibu ada dilemari semua. Terakhir kali ibu kesini seminggu yang lalu, saya tanya katanya mau pergi jauh. Ibu kemana, Pak?" tanya mbok mira.

" Dia bukan wanita baik-baik, mbok!" ucap Calleb datar.

" Tapi kelihatannya dia wanita yang sangat baik, Pak!" ucap mbok mira.

" Tidak! Dia seorang penggoda! Dean bunuh diri gara-gara dia," ucap Calleb.

" Maaf, Pak! Bukannya saya lancang, tapi menurut ibu tidak begitu!" kata mbok mira. Calleb menatap mbok mira penuh selidik. Lalu mbok mira menceritakan semua yang diceritakan Venus waktu itu.

" Itu semua bohong!" ucap Calleb.

" Dia bilang kalo saya nggak percaya, saya disuruh ke desanya dan tanya, atau bisa tanya teman Dean, namanya Aldo, karena dia juga ada disana," ucap Mbok mira. Seketika, Calleb meninggalkan rumahnya, dia harus tahu kebenaran berita ini, karena hati kecilnya bilang kalo Venus bukanlah pembohong. Calleb memacu mobilnya ke rumah Aldo. Dia tidak perduli dengan lampu merah, diterobosnya begitu saja. Pikirannya kalut, antara kebenaran dan kebohongan yang akan terbukti selama ini. Jantungnya berdetak kencang, semakin lama semakin kencang begitu mendekati rumah Aldo.

" Ya, Pak? Cari siapa ya?" tanya satpam rumah.

" Aldo ada?" tanya Calleb.

" Bapak siapa?" tanya satpam lagi.

" Saya omnya Andrean!" kata Satpam.

" Sebentar, ya, Pak!" kata satpam. Calleb berjalan kesana kemari dengan gelisah.