Tubuh Pemikat Hati?

Gunung terasing, terletak di sebelah timur sekte. Gunung itu terpisah dari gunung lainnya dan memiliki puncak tertinggi. Puncaknya tidak dapat dilihat karena tertutup awan tebal. Duan membawa Anan Tian menaiki gunung melewati ratusan anak tangga batu. Jalanan terasa sepi, hanya suara nyanyian alam yang terdengar. Setelah memohon pada pria tampan itu, akhirnya dia mau membiarkan Anan Tian berjalan sendiri. Kaki kecilnya menapaki tangga satu persatu.

"Kakak Duan! Kakak sudah kembali?" seorang anak berusia sekitar 15 tahun berlarian membawa keranjang di punggungnya. Anak lelaki itu bertubuh gempal, lemak perutnya bergoyang saat dia berlari. Dengan napas tersenggal-senggal, dia berhenti di depan mereka. Anan Tian mengintip isi keranjang, disana ada banyak tanaman herbal.

"Amon, kau memetik tanaman lagi? Kali ini kenakalan apalagi yang kau lakukan?" Duan bertanya dengan wajah datar. Anak yang dipanggil Amon itu cengengesan sambil menggaruk kepalanya.

"Tidak banyak, aku hanya membantu kak Awan meminjam arak milik tetua Sigar. Eh, siapa anak tampan ini?" pandangan Amon tertuju pada Anan Tian yang berjongkok dan hendak memetik tanaman sejenis jamur berwarna kebiruan, ada sinar redup pada ujung tanaman itu yang menarik minatnya.

"Dia Anan Tian, aku akan menanyakan pada guru besar apa dia bisa tinggal di gunung ini bersama kita."

"Benarkah? Kakak mau bertanya secara pribadi pada guru besar? Apakah anak ini seistimewa itu?" Amon mendekati Anan Tian yang masih berjongkok. Seketika matanya terbelalak kaget, dia melihat semacam jamur kebiruan di tangan kecil Anan Tian dan kepala jamur itu sudah di gigit. "Cepat muntahkan! Kakak dia memakan jamur biru liar!"

Anan Tian berhenti mengunyah saat mendengar si gempal Amon berseru dengan cara yang berlebihan. Dia tidak merasa ada hal yang aneh dengan jamur ini. Dia sudah banyak memakan tanaman yang lebih aneh dan mencurigakan dari pada jamur yang terlihat cantik ini dan dia baik-baik saja. Lagipula rasa jamur ini tidak buruk. Mata elangnya dapat melihat Duan mengernyit heran. Seakan dia melihat spesies aneh untuk pertama kalinya.

"Aku sudah menduga ada yang aneh tentang anak ini." gumam Duan. "Kau lanjutkan pekerjaanmu." pria tampan itu mengibaskan tangannya dengan acuh tak acuh. Amon mengangguk paham dan kembali mencari tanaman herbal.

"Kakak, aku kelaparan." ujar Anan Tian. Dia sudah merasa lapar sejak tadi. Sejak dia pindah ke tubuh anak kecil ini, nafsu makannya meningkat secara berlebihan. Oleh sebab itu dia menghabiskan apapun yang bisa dimakannya saat terjebak di tempat asing itu.

"Kau lapar? Ah benar, kita belum makan siang." sekarang sudah mulai senja, jadi Duan berpikir sangat wajar bila anak kecil itu merasa lapar. Padahal rasa lapar Anan Tian sudah seperti orang yang tidak makan lebih dari seminggu! Sangat lapar, lapar dengan cara yang tidak normal. Itu juga yang mendorong anak itu memakan jamur yang baru pertama kali dilihatnya.

Sepanjang jalan menuju puncak gunung, Anan Tian akan memakan tanaman apapun yang menarik perhatiannya. Terkadang Duan naik ke atas pohon untuk mengambil buah-buahan yang tumbuh liar. Dia sedikit tercengang melihat nafsu makan yang dimiliki Anan Tian. Anak kecil itu bisa memakan apapun dan sebanyak apapun seakan-akan tidak pernah kenyang. Sulit dipercaya dengan akal sehat bagaimana anak itu terus mengisi perut kecilnya dengan berbagai tanaman dan buah liar.

Mereka mulai mendekati awan-awan yang menutupi setengah gunung. Udara terasa dingin dan tangga batu agak lembab dan dipenuhi lumut. Karena alasan itu, Anan Tian kembali digendong. Namun dia tidak protes. Toh, dia merasa kakinya mulai pegal. Kedua tangannya memegang sejumlah tanaman herbal berwarna keemasan. Duan berkata bahwa tanaman itu jarang dijumpai dan memiliki khasiat yang luar biasa. Dia bahkan sempat meminta pada Anan Tian agar memberikan.tanaman itu. Namun bagaimana anak itu mau memberikan makanannya saat dia sedang kelaparan? Dengan tegas Anan Tian menolak. Duan hanya pasrah dan tak ingin memaksa seorang anak kecil. Akan sangat semalukan apabila ada orang yang tahu.

Mereka.melewati gumpalan awan yang bergulung, semakin tinggi awan akan semakin tebal. Namun tiba-tiba awan yang menutupi pandangan perlahan mulai menipis. Hingga tidak ada awan lagi, mereka tiba di puncak. Puncak di atas awan. Awan putih bergerak pelan di bawah kaki mereka. Anan Tian merasa takjub, dunia ini ajaib dan dia semakin tergoda untuk menjelajahinya.

"Murid Duan memberi hormat kepada Guru Besar!" Duan berseru sambil membungkuk penuh hormat, Anan Tian yang berlarian memainkan awan di kakinya menatap orang tua berambut putih yang duduk dengan tenang di atas batu besar. Dia terlihat seperti orang suci!

"Kamu kembali, bagaimana? Apa kau mendapatkannya?" suara orang tua itu sangat tenang, matanya masih terpejam. Duan melangkah mendekat, wajah pria itu tampak gelisah. Anan Tian mengamati dengan seksama dari belakang, berharap melihat reaksi orang tua itu.

"Maafkan murid yang berguna ini, Guru Besar. Murid hanya berhasil mendapatkan ini." Duan bersujud meminta maaf sambil menunjukkan beberapa helai daun berwarna hitam yang layu. Pria tua itu membuka matanya, alis kirinya sedikit terangkat.

"Bunga Bayangan Hitam hanya tumbuh sekali dalam ribuan tahun, sangat disayangkan." orang tua itu menggeleng pelan, matanya terlihat redup seolah-olah telah hidup untuk waktu yang lama. "Eh? Anak ini..." mata sayunya tertuju pada Anan Tian yang berada di belakang Duan.

"Lapor, Guru Besar. Muridmu menemukan anak ini terluka parah saat mencari Bunga Bayangan Hitam, sebenarnya bunga itu dimakan oleh anak ini."

"Dia memakannya?" orang tua itu terlihat sedikit terkejut, dia menatap Anan Tian lekat-lekat. "Kemari, nak." Kaki kecil Anan Tian melangkah, awan tipis tersapu seiring langkahnya. Anan Tian sedikit penasaran, mengapa orang tua itu tampak kaget? Bukankah dia hanya memakan bunga biasa?

"Adik kecil Tian, kenapa kau tidak memberi hormat pada Guru Besar?" tegur Duan saat melihat Anan Tian mendekati Sang Guru Besar dengan santai. Langkah kaki kecil itu berhenti dan dia menatap orang tua yang duduk di atas batu. Wajah tampan yang masih kekanakan itu sedikit cemberut, seakan-akan tidak senang akan sesuatu.

"Mengapa aku harus memberi hormat? Apa aku harus membungkuk seperti itu? Bukankah itu terlihat menyedihkan?" Suara kekanakan terdengar jelas, cara bicara anak itu sangat menyebalkan. Tatapan mata Anan Tian tertuju pada pria tua yang tampak tertarik mendengar kata-katanya. "Pak tua, aku tidak pernah membungkuk kepada orang lain, termasuk orang tuaku. Jangankan kau, bahkan bila langit menuntutku untuk melakukannya maka aku lebih baik mati dari pada melakukan itu." Anan Tian berkata dengan angkuh.

Anan Tian adalah seorang pembunuh yang mengendalikan hidup mati seseorang. Dia dilatih bukan untuk menghormati siapapun. Perasaannya mati, karakter baiknya benar-benar.menghilang. Walaupun perilaku kekanakan milik pemilik tubuh ini sebelumnya sangat mempengaruhinya bertingkah laku, namun saat dimana dia harus merendah membuat karakter lamanya bangkit. Lagipula tubuh ini milik seorang pangeran kecil kesayangan kaisar, dia bahkan tidak pernah memberi hormat kepada ayahnya. Dalam ingatan samarnya, Anan Tian hanya melihat anak ini berlarian ke arah kaisar, tidak ada penghormatan sama sekali. Jadi mengapa dia harus memberi hormat pada orang tua ini?

Mendengar perkataan angkuh anak kecil itu, orang tua itu tersenyum. Entah mengapa dia menyukai perkataan anak tersebut. Walaupun terdengar sangat kurang ajar, dia tidak marah. Justru ingin memeluk anak itu dengan penuh kasih sayang. Dia menggeleng pelan, apa jangan-jangan anak ini memiliki tubuh pemikat hati?

"Kalau kau tak mau melakukannya, maka jangan lakukan." suara tua itu kembali terdengar. Anan Tian mengangguk senang. Dia kembali melangkah hingga sangat dekat dengan batu. Namun dia kesulitan untuk naik, dia mendongak menatap orang tua yang duduk di atas batu itu.

"Pak Tua, apa aku harus bicara sambil mendongak seperti ini? Kau bercanda!" Anak itu sedang marah, dia seperti dipermainkan. Dia benci itu.

"Hahahaha...." orang tua itu tertawa lalu melambaikan tangannya. Awan di bawah kaki Anan Tian bergerak dan melayang lembut. Dia mengangkat tubuh kecil itu naik. "Siapa namamu, nak?" tanyanya setelah Anan Tian duduk di depannya.

"Namaku Anan Tian."

"Darimana asalmu?"

"Kenapa kau begitu ingin tahu? Sejujurnya aku ingin membunuh seseorang disana. Apa kau mau membawa orang itu kesini supaya aku bisa membunuhnya? Kalau kau mau, maka aku akan memberi tahumu."

"Kau mau memanfaatkanku?"

"Tidak juga, anggap saja itu biaya untuk membeli informasi dariku. Bila tidak seperti itu, bukankah kau akan terus menanyai diriku? Aku seperti seorang penjahat yang tertangkap disini."

"Hahaha, menarik. Kau sangat menarik, nak. Duan, siapkan tempat tinggal untuk anak ini! Anak ini..." orang tua itu menggantung kalimatnya. "Dia punya tubuh pemikat hati! Anak seperti ini harus dijaga agar tidak membuat kekacauan."

Duan mengangguk sebelum pamit pergi dengan sopan. Tubuh pemikat hati, itu menjadi alasan mengapa hati Duan terasa di susupi oleh perasaan hangat yang aneh saat berinteraksi dengan Anan Tian. Itu yang dipikirkannya.

"Pak tua, apa itu tubuh pemikat hati?"

"Tubuh pemikat hati adalah tipe tubuh yang unik. Pemiliknya bisa membuat siapapun menjadi budaknya bila dikembangkan hingga taraf tertentu. Ditambah wajahmu itu, maka itu sama saja seperti menambahkan racun mematikan untuk hati seseorang. Tubuh jenis ini biasanya hanya dimiliki oleh kaum Succubus. Tapi entah mengapa bisa muncul pada anak laki-laki sepertimu." mata kecil Anan Tian berbinar saat mendengar penjelasan tersebut. Dia tahu persis apa itu Succubus, mereka adalah iblis wanita yang memiliki pesona luar biasa untuk memikat pria dan menjadikan pria itu makanannya.Namun dia tidak tahu bahwa perkataan orang tua itu salah total. Dia memang mempunyai tubuh istimewa namun bukan tubuh pemikat hati. Dia akan tahu fakta itu dimasa depan.