Setelah makan siang, keduanya pergi ke toko furnitur terbesar di Rongcheng. Area yang besar itu menyediakan berbagai macam furnitur beraneka warna, mulai dari yang mewah hingga yang sederhana. Semuanya terlihat begitu mempesona. Mata Ye Banxia tampak berbinar dan hatinya sangat berbunga-bunga. Wajahnya menyunggingkan senyuman tipis yang penuh dengan ketertarikan. Ia kini merasa bahagia karena sudah cukup lama ia tidak berjalan-jalan ke toko furnitur.
"Apakah sudah terpikir ingin membeli apa?" Mo Chenyan bertanya dengan santai. Ye Banxia mendengarkan suaranya dengan serius dan merasa bahwa suara pria itu tidak sedingin biasanya. Mungkin, hati Mo Chenyan jadi ikut sumringah karena melihat senyuman di wajah Ye Banxia.
"Sofa ini besar. Nyaman," kata Ye Banxia. Lalu, ia berbalik badan dan menatap Mo Chenyan untuk memintanya membeli sofa itu. Mo Chenyan mengangguk, "Baiklah."
Wajah Ye Banxia berseri-seri setelah ia melihat bahwa Mo Chenyan tidak keberatan. Setelah memikirkannya, ia lanjut berkata, "Lemari anggur itu sangat bagus walaupun berwarna putih gading. Tapi, aku merasa bahwa warna emas akan lebih menarik. Bagaimana menurutmu?"
Mo Chenyan melihat Ye Banxia yang memiringkan kepala dan menanti jawabannya. Warna emas lebih terlihat menarik, jadi apalagi yang dapat Mo Chenyan katakan? Namun, melihat Ye Banxia membuat Mo Chenyan merasa gatal seperti terkena bulu-bulu. Matanya yang gelap menatap Ye Banxia lebih dalam dan ia pun berkata, "Apa lagi? Kau bisa sekalian menyebutkannya."
Sebenarnya Mo Chenyan tidak benar-benar peduli tentang hal ini karena yang penting Ye Banxia bahagia dan itu sudah cukup baginya. Ye Banxia mengedipkan matanya dan matanya terlihat jelas tersenyum bersama dengan bibirnya. "Pot bunga, aku rasa bisa menggunakan pot berwarna putih," katanya. Ia ingat bahwa pot bunga yang ada di rumah mereka sepertinya terbuat dari kayu. "Warna bunga, tanaman, dan rerumputan sudah cukup. Dengan warna putih sebagai dasarnya, warna bunga dan rerumputan bisa terlihat lebih cerah."
Mungkin karena masalah Ye Hanyan sudah terselesaikan, Mo Chenyan merasa bahwa suasana hati Ye Banxia tampaknya menjadi lebih baik dan tampak lagi kesedihan di sudut-sudut alisnya seperti dua hari yang lalu.
"Wah… Ada lagi lemari televisi dan kabinet di bawahnya, dan juga rak buku dan kursi untuk ruang kerja. Kita harus melihat lagi untuk beberapa furnitur ini. Jika ada yang bagus, kita beli. Jika tidak, yang sudah ada di rumah juga sudah bagus. Oke?"
Ye Banxia sibuk berbicara dengan dirinya sendiri sampai akhirnya ia menyadari bahwa Mo Chenyan menatapnya dengan begitu dalam. Ekspresi wajah Mo Chenyan tampak kaku, tapi ia menggandeng Ye Banxia berjalan ke depan sambil berkata perlahan dengan suara rendahnya, "Oke, katakan padaku jika ada yang kau suka."
Ye Banxia mengikuti Mo Chenyan dari belakang dan melihat punggung Mo Chenyang yang ramping. Meskipun hari masih siang, cahaya lembut yang berpendar di toko itu menyinari sosoknya dan seperti membentuk lingkaran cahaya di atas kepalanya. Celana abu-abunya tampak sangat rapi, namun lengan bajunya setengah digulung hingga menampakkan pergelangan tangan kirinya. Jam tangannya telah diganti dengan jam tangan lain, tapi masih dengan warna emas yang sama.
Mereka masih terus berjalan melihat-lihat sekeliling meskipun sudah memilih banyak barang yang diinginkan. Mo Chenyan tidak banyak bicara dan hanya akan memberikan sedikit referensi ketika Ye Banxia kesulitan memilih. Ye Banxia sangat bahagia saat ini dan ia menyadari bahwa kalimat sederhana Mo Chenyan dapat merubah pendirian hatinya dari waktu ke waktu. "Mo Chenyan, bukankah kamu harus pergi bekerja hari ini?" tanya Ye Banxia.
Meskipun Ye Banxia sedang merasa senang, ia tetap tidak lupa untuk memberikan perhatiannya kepada suaminya. Pria sibuk yang legendaris ini tampaknya sudah tidak bertugas selama dua hari. Mo Chenyan pun berhenti melangkah dan melirik ke arahnya. Namun sebelum ia sempat berbicara, tiba-tiba ponselnya berdering. Ye Banxia mengedipkan matanya dan berpikir, Tidak mungkin begitu kebetulan jika apa yang baru dikatakan tiba-tiba terjadi...
Mo Chenyan tidak menyingkir dari Ye Banxia sehingga Ye Banxia diam-diam menunggu Mo Chenyan menerima telepon. Ia berusaha menguping dan menebak-nebak ia pembicaraannya. Namun, ketika Mo Chenyan menutup telepon dan melihat Ye Banxia, wajah cantiknya tampak seperti tidak berdosa. Mo Chenyan pun merasa bahwa Ye Banxia adalah wanita bermulut gagak yang bisa berlagak tidak tahu. Mo Chenyan mengerutkan keningnya dengan agak tak berdaya, namun ia sedikit tertawa. "Aku akan pergi ke kantor. Mau aku antar pulang terlebih dahulu?"
"Tidak perlu," jawab Ye Banxia. Ia merasa tidak enak hati untuk menunda pekerjaan Mo Chenyang karena ada telepon yang begitu mendesak. "Aku akan pergi berjalan-jalan lagi, lalu memanggil taksi untuk pulang."
Mo Chenyan tidak memaksa Ye Banxia dan hanya berbisik, "Mereka akan menagih tagihannya ke rekeningku. Kau hanya cukup memilih furniturnya dan besok mereka akan mengantarkannya ke rumah." Selesai berbicara, ia mengeluarkan dompetnya dan mengeluarkan kartu berwarna hitam, "Ini kartu tambahannya. Jika nanti kau ingin pergi ke tempat lain dan ada yang kau suka, kau bisa membelinya sendiri. Jika berat, kau dapat meminta mereka untuk mengantarkannya."
Kartu hitam... Ye Banxia menatap tangan Mo Chenyan yang ramping dan bersih. Kakeknya pernah memberinya kartu seperti itu, tapi bukan itu yang paling menarik perhatiannya. Kata-kata Mo Yenchan begitu perhatian dan semuanya telah Mo Chenyan pikirkan untuk Ye Banxia. Ye Banxia belum pernah lagi merasakan perasaan seperti ini setelah kakeknya meninggal. Ia tersenyum, lalu mengambil kartu hitam itu dan mengangkatnya sambil bertanya, "Apa kau tidak takut aku akan menggunakan kartumu dengan boros?"
Ye Banxia tidak bermaksud untuk menolak. Seorang wanita tidak akan tahu malu untuk tidak menggunakan uang dari seorang pria seperti Mo Chenyan. Mo Chenyan juga tampak senang dengan tanggapan Ye Banxia. "Ternyata kau juga memiliki kemampuan seperti ini," ujarnya sambil melirik wajah Ye Banxia.
Ye Banxia menatapnya dengan cemberut, lalu berkata, "Aku akan bekerja keras. Hati-hati di jalan dan perhatikan keselamatanmu."
"Kau juga berhati-hatilah saat pulang."
Setelah Ye Banxia melihat Mo Chenyan berbalik dan pergi, ia berdiri di sana sebentar sambil sedikit tersenyum. Saat ia hendak pergi, tiba-tiba suara lembut memanggilnya dari belakang, "Kakak Kedua?"
Senyum di wajah Ye Banxia seketika sirna saat mendengar suara itu. Napas dingin menyebar dari dasar hatinya ke seluruh tubuhnya. Setelah jeda sesaat, ia mengangkat kakinya dan lanjut berjalan seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Namun, belum sampai dua langkah, pergelangan tangannya yang halus tiba-tiba ditarik.
"Kakak Kedua, ternyata benar kau?" tanya Ye Youran sambil memandang Ye Banxia dengan mata berbinar dan tersenyum cerah seperti malaikat tanpa dosa. Namun, Ye Banxia sangat tahu perbedaan antara malaikat dan iblis.
"Lepaskan," kata Ye Banxia dengan dingin.
"Kakak Kedua…" Suara Ye Youran terdengar lebih rendah dan sedikit bergetar, seolah mengungkapkan kesedihannya. "Aku tahu aku salah. Jangan salahkan aku, oke? Aku dan Hanchuan benar-benar saling mencintai. Jika kau benar-benar marah, kau bisa memukulku dan memarahiku. Tapi, Kakak Kedua, bisakah kau tidak mengabaikanku..."
Ye Banxia tidak ingin bertengkar dengan Ye Youran di depan banyak orang. Ia memejamkan matanya sejenak, lalu suaranya terdengar semakin dalam, "Aku minta kau lepaskan tanganku."
"Banxia." Terdengar suara seorang laki-laki yang memanggil dengan jelas. "Kau tidak bisa menyalahkan Ye Youran karena kita putus. Ye Youran awalnya tidak tahu dan masalah ini sepenuhnya salahku. Bagaimanapun, Youran adalah adikmu. Bagaimana kau bisa memperlakukannya seperti ini?"
Ye Banxia telah memunggungi mereka karena sejak awal ia melihat bahwa Ye Youran tidak mungkin datang seorang diri. Ia pun mengucapkan nama Li Hanchuan dengan tenang di dalam hatinya, kemudian mengatakan pada dirinya sendiri bahwa orang ini tidak memiliki sedikitpun hubungan dengannya. "Ye Youran, aku tidak ingin mengulangi perkataanku untuk yang ketiga kalinya."
Wajah Li Hanchuan tiba-tiba tenggelam karena merasa diabaikan oleh Ye Banxia seperti ini. "Ye Banxia!"