Ini Istriku, Ye Banxia

Mo Chenyan menyelesaikan perkataannya dengan suara yang dalam, tapi terdengar sunyi di ujung telepon. Ye Banxia memegang telepon, kemudian mengangkat ponsel itu setelah Mo Chenyan selesai berbicara. Telepon itu jelas sudah sunyi. Tangan Ye Banxia yang memegang ponsel mendadak membeku. Ia tampak agak bingung dan terkejut. Bawa dia sekarang? Pergi ke kompleks militer? Untuk mengunjungi kedua orang tua itu? Apa kau bercanda…? pikir Ye Banxia.

Ye Banxia menatap wajah datar tanpa ekspresi Mo Chenyan yang sejenak tampak linglung dan terkejut. Namun, Mo Chenyan segera tersenyum saat melihat Ye Banxia. Ye Banxia langsung merasa tidak berdaya dan membatin, Habislah aku. Mo Chenyan tampaknya serius akan datang. Dia sengaja akan membalas dendam.

Setelah Banxia berganti pakaian dan masuk ke dalam mobil, ia masih merasa sangat kebingungan. Paman Zhang mengemudi di depan, sementara Ye Banxia duduk berdampingan dengan Mo Chenyan yang memegang tangannya. Bentley hitam itu melintas di jalan yang ramai dan setelah sekitar lima menit, ia menoleh dan bertanya, "Mo Chenyan, kau yakin kita akan bertemu kakek-nenekmu sekarang?"

"Kelak mereka juga akan menjadi kakek dan nenekmu"

...Apakah ini intinya? pikir Ye Banxia. Namun, pria berwajah dingin itu jelas tidak berniat memperdulikannya. Ye Banxia mencengkeram telapak tangannya sendiri dengan marah. Bagus, sekarang sudah terlambat untuk menyesal, pikirnya lagi. Lalu, ia mencoba bertanya, "Mo Chenyan, bukankah menurutmu salah jika aku bertemu dengan kedua orang tuamu dalam keadaan seperti ini?"

Mo Chenyan menoleh dan sejenak menatap wajah polos Ye Banxia. "Menurutku kau cantik," ujarnya.

Ye Banxia menggigit bibirnya dengan kesal. Kakiku hanya terkilir, bukan lumpuh. Tidak ada hubungannya sama sekali dengan aku yang cantik atau tidak? batinnya. Ia mengulurkan tangannya dan menarik lengan baju putih Mo Chenyan dengan hati-hati sambil bergumam, "Tapi aku belum menyiapkan hadiah, aku rasa kita—"

"Mereka tidak kekurangan hadiah," Mo Chenyan memotong perkataan Ye Banxia dengan santai dan masih bersikap tidak peduli. Ia sudah mengalihkan pandangannya dan melihat ke depan tanpa ekspresi. Matanya yang dalam tertuju ke kaca spion yang memantulkan bayangan jalan di luar. "Mereka akan lebih bahagia saat bertemu langsung denganmu daripada saat mendapatkan hadiah."

Ye Banxia menghela napas frustasi dan sudah tidak sanggup lagi melawan Mo Chenyan. Dalam suasana tegang, Bentley hitam perlahan-lahan melaju ke kompleks militer dan akhirnya berhenti di depan vila keluarga Mo. Di sana, terparkir sebuah mobil Audi A8 dengan plat nomor Beijing.

Mo Chenyan menggendong Ye Banxia keluar dari mobil. Namun, ketika mereka mendekati pintu, Ye Banxia menariknya dan berkata, "Turunkan aku. Aku bisa masuk sendiri."

Ye Banxia merasa benar-benar tidak enak jika ia pertama kali datang ke rumah sambil digendong orang. Ia sudah cukup canggung dengan statusnya sekarang sehingga ia tidak ingin menambah hal yang aneh lagi. Jika ia meninggalkan kesan buruk pada orang tua Mo, ia akan mati karena kecewa dan kondisinya akan lebih menyedihkan daripada saat ia mengalami cedera kaki beberapa hari terakhir.

"Nyonya Mo, kau bukannya sangat peduli dengan image-mu, kan?" cibir Mo Chenyan, "Berjalanlah dengan pincang. Apa kau pikir itu lebih baik daripada aku gendong?"

Alis Ye Banxia berkerut. "Siapa bilang aku pincang? Aku bisa berjalan dengan normal?"

"Berjalan dengan normal?" Mo Chenyan mengulangi kata-kata Ye Banxia dengan wajah cemberut, "Kau sudah tidak menginginkan kakimu?"

"Hanya sebentar, tidak akan terjadi sesuatu…"

Suara Ye Banxia semakin menciut di bawah tatapan mata Mo Chenyan yang mendalam. Tanpa menunggu Ye Banxia selesai berbicara, pintu vila tiba-tiba sudah dibuka dari dalam. "Tuan Muda Kedua, kau kembali…"

Nenek Mo Chenyan sudah memberitahu Ibu Zhang bahwa cucunya akan kembali. Karenanya, begitu Ibu Zhang mendengar suara dari luar, ia langsung lari membukakan pintu. Ibu Zhang menatap Mo Chenyan yang sudah lama tidak pulang dengan kaget. Ibu Zhang bahkan tidak sempat menyelesaikan perkataannya karena terlebih dahulu tertegun melihat apa yang ada di depan matanya.

Saat Kepala Keluarga Mo yang berada di dalam mendengar Ibu Zhang mendadak berhenti bicara, ia mengerutkan keningnya. "Apa yang terjadi?" tanyanya. Lalu, ia berdiri dan bergegas keluar, "Aku akan keluar untuk melihatnya."

Zhu Meiying yang sudah lama menunggu di ruang tamu segera mengikuti Kepala Keluarga Mo. "Ada apa, Ibu Zhang? Bukankah Tuan Muda Kedua sudah kembali?" tanya Zhu Meiying. Ia belum berjalan sampai ke pintu dan perkataannya juga tiba-tiba berhenti. Ia berdiri diam dengan takjub.

Ye Banxia melihat orang-orang muncul di hadapannya satu per satu. Ia tidak tahu harus memasang ekspresi seperti apa. Apa ia harus tertawa atau harus merasa canggung? Ia rasanya ingin menggali lubang dan mengubur dirinya sendiri. Kemeja Mo Chenyang yang disetrika rapi menjadi kusut karenanya.

Mo Chenyan melirik Ye Banxia, lalu berkata, "Nenek, aku sudah bilang bahwa kakinya terkilir. Nenek memaksaku untuk membawanya pulang." Selesai berbicara dengan neneknya, Mo Chenyan berkata pada Ye Banxia, "Ini Ibu Zhang yang sudah bekerja untuk keluarga Mo selama bertahun-tahun. Ini adalah Nenek, yang tadi menelepon."

Ye Banxia mencoba meredam emosinya. Suaranya yang lembut sedikit bergetar, namun terdengar cukup nyaris, "Halo, Nenek. Halo, Ibu Zhang."

Sejak awal, Ye Banxia bukan orang yang asing dengan hal seperti ini karena statusnya sebagai Nona Kedua Keluarga Ye. Meskipun kakek Ye Banxia tidak sering membiarkannya menghadiri kegiatan eksternal, ia pasti mengajak cucunya ke beberapa jamuan bisnis yang penting. Oleh karena itu, walaupun Ye Banxia merasa sedikit gugup perihal bertemu dengan orang yang lebih tua sesudah maupun sebelum menikah, sepertinya ia tidak akan gugup berlebihan.

Mo Chenyan benar-benar berbeda dari orang kebanyakan. Tiba-tiba ia menarik Ye Banxia ke dalam situasi seperti ini sebelum Ye Banxia sempat bersiap hingga Ye Banxia tidak tahu harus bersikap bagaimana. Mata semua orang pun tertuju padanya dengan takjub.

"Uhuk-uhuk… Halo, Nona… Ini… Cepat, silakan masuk." Zhu Meiying layak menjadi pengacau politik. Setelah dua detik, Zhi Meiying segera tersadar dan menyambut mereka berdua ke ruangan sambil tersenyum seperti biasa. Padahal, ia membatin, Mo Chenyan si anak nakal hanya memperkenalkan neneknya saja, tapi tidak memperkenalkan wanita cantik itu pada neneknya sampai neneknya kesulitan dan tidak tahu bagaimana caranya menyapa.

Mo Chenyan berjalan ke dalam rumah sambil menggendong Ye Banxia, lalu menyapa, "Kakek."

Setelah Mo Chenyan memanggil kakeknya, ia memandang Ye Banxia seperti biasa. Ye Banxia mengerti dan langsung tersenyum dengan rendah hati. "Halo, Kakek."

Kepala Keluarga Mo mengira ia salah melihat. Ia segera mengambil kaca matanya di atas meja dan memakainnya. Namun, ia ternyata benar melihat tuan kedua keluarga mereka menggendong seorang wanita dari pintu masuk. Kemudian, ia melihat Mo Chenyan perlahan meletakkan wanita itu di atas sofa dengan penuh kelembutan. Anak ini! Sudah lama tidak muncul, tiba-tiba datang dengan sangat mengejutkan! pikirnya.

"Halo, Nona," Kepala Keluarga Mo berdiri tegak dan mengangguk dengan serius.

Zhu Meiying berjalan untuk mengambil duduk di sebelah Kepala Keluarga Mo, tapi matanya terus melekat pada dua orang di sisi yang lain. Butuh waktu yang lama sebelum ia akhirnya mengalihkan pandangannya. Lalu, ia menggunakan sikunya untuk mengirim kode pada Kepala Keluarga Mo. Keduanya saling bertukar pandangan aneh sebelum mereka yakin bahwa orang yang di hadapannya benar-benar anak kedua keluarga Mo, bukan seseorang yang palsu. Tiba-tiba, ada sedikit keresahan di lubuk hati Zhu Meiying, Seumur hidup, aku tidak pernah melihat anak kedua bersikap seperti tadi kepada seorang wanita. Ini benar atau tidak?

Mo Chenyan sudah duduk dengan elegan di sofa. Tanpa menunggu kedua orang tua itu bereaksi, Mo Chenyan tak lagi basa-basi dan langsung bicara, seolah menjatuhkan bom besar lagi, "Kakek, Nenek, ini istriku Ye Banxia."

Ruangan itu langsung diselimuti keheningan. Selain Mo Chenyan, tiga orang lainnya tiba-tiba merasa aneh.

——

Catatan penulis: Ada satu bab lagi untuk siang hari nanti. Terima kasih untuk amplop merahnya!