Ayodya memandang Hawkins dengan curiga. Sejak kapan ibu mengenal Hawkins? Siapa pula Ouranos? Sedari tadi mereka memanggilku anak Ouranos. Jadi dia itu Hawkins atau Ouranos? Kalau mereka memanggilku anak Ouranos, apa itu berarti aku adalah anak professor gila itu? Lupakan, aku punya banyak hal untuk dipikirkan.
"Jadi, apa rencana kita?"tanya Zadweg. "Aku akan menaikkan kembali pula-pulau yang sudah tenggelam."kata Ayodya. "Dan bagaimana dengan kondisinya? Bagaimana jika pulau-pulau itu dipenuhi listrik? Bahan kimia? Atau apapun itu yang membahayakan manusia?"tanya Zadweg lagi. "Yang aku tahu hanya manusia-manusia itu butuh tempat untuk berpijak."
"Kemungkinan besar, semua yang kau katakan sudah dilenyapkan oleh Okeanos."kata Orizon yang tiba-tiba datang. "Darimana kau tahu hal itu?"tanya Zadweg. "Aku dan adikku tinggal di bumi untuk waktu yang lama. Tentu saja kami tahu tentang hal-hal yang kalian bicarakan. Nuklir, senjata biologis, zat-zat kimia, dan apabila itu semua berpotensi mematikan bagi kehidupan laut, kupikir Okeanos sudah melenyapkannya dari awal."
"Masuk akal," kata Zadweg. "Sekarang yang menjadi masalah adalah kau,"kata Orizon sambil memandang Ayodya. Ayodya terlihat kebingungan. "Kau bahkan tak tahu cara memakai kekuatan ayahku. Bagaimana kau bisa menang melawan Okeanos?" Ayodya merengut, "Untuk apa aku melawannya? Bukankah impiannya sudah terlaksana?"
"Impiannya adalah memusnahkan manusia dari muka bumi, dan menurutmu, apa yang akan dia lakukan jika ia tahu tentang mereka yang selamat?"tanyanya lagi pada Ayodya. "Sebentar, bukankah seharusnya dia sudah tahu? Dia adalah sang lautan bukan? Jika ada sesuatu yang mengapung di atas lautan, seharusnya dia tahu tentang itu."
"Ketika seorang dewa mengaktifkan kekuatan penuhnya, ia tidak akan kehilangan kekuatannya sementara."jelas Orizon. "Itu menjelaskan mengapa dia tidak menyerang kita sama sekali."kata Zadweg. "Ya, itu sebabnya dia pergi," Orizon memandang Ayodya. "Dia akan beristirahat untuk mendapatkan kembali kekuatannya,"lanjutnya lagi. "Kau, ikut aku,"katanya kepada Ayodya.
"Jika kau mau mengangkat semua pulau dari lautan, kau harus melakukannya sekarang."kata Orizon. "Bagaimana caranya?" Orizon mulai melayang, "Ikuti aku," Orizon terbang menembus langit. Ayodya tak bisa menebak kemana ia akan dibawa. "Yang mulia, kemana kita akan pergi?" Orizon tak menjawab dan tetap melaju.
Ayodya mengikuti Orizon hingga ia tiba di atas awan. Terkesima dengan apa yang dilihatnya, ia bahkan tak menyadari Orizon sudah memanggilnya berkali-kali. "AYODYA!"teriaknya dengan keras. Ayodya tersadar dari lamunannya dan bergegas menuju Orizon. "Ya?" Orizon menunjuk ke sebuah bangunan. "Kau lihat di sebelah sana?" Ayodya mengangguk.
"Itu adalah Holy Chamber kedua. Selama kelima mutiara masih terhubung dengan Holy Chamber kedua, kau akan selalu kalah dari Okeanos."jelasnya. "Tugasmu adalah menghancurkan pelindungnya, dan mengembalikan kelima mutiara ke tempat asalnya,"kata Orizon lagi. "Mengappa harus dikembalikan ke tempat asalnya?"tanya Ayodya. "Keseimbangan dunia terganggu semenjak mereka diambil dari bumi. Kau mengerti?" Ayodya mengangguk.
"Sekarang, arahkan tanganmu ke bangunan itu, pejamkan matamu, konsentrasi penuh, bayangkan kau mengenggam sebuah pedang bermata dua yang besar, sangat besar." Samar-samar terlihat sebuah pedang tergenggam di tangan Ayodya. "Bagus, sekarang gunakan kedua tanganmu untuk memegangnya karena satu tanganmu tak akan kuat untuk mengangkatnya." Ayodya meletakkan tangan kirinya ke depan. Ia merasakannya, sebuah pedang yang berat.
"Sekarang, buka matamu, fokuskan pandanganmu ke bangunan itu. Arahkan pedang ke bangunan itu dan lemparlah pedang itu sekuat tenaga sambil meneriakkan, Tnemegduj Enivid!" Ayodya memegang pedang yang terus menerus bertambah besar. Mengangkatnya sekuat tenaga dan melemparnya, "TNEMEGDUJ… ENIVID!"teriaknya sekuat tenaga.
Retakan terlihat di sekeliling bangunan tersebut. "Kau belum terbiasa rupanya, seperti yang ku duga." Orizon mengangkat satu tangannya, menunjuk bangunan tersebut. Seberkas sinar keluar dari telunjuknya, menghancurkan pelindung bangunan tersebut. "Kali ini akan ku bantu, tetapi ketika kau melawan adikku, aku tak bisa membantumu."
Ayodya tercengang. Perbedaan kekuatan mereka terlalu besar. Padahal, menurut Orizon, kekuatan yang didapatkan Ayodya membuatnya berada di atas Okeanos dan dirinya. Tetapi untuk sebuah kekuatan yang luar biasa, diperlukan juga sebuah kekuatan diri. Kekuatan diri sang pemegang harus lebih kuat untuk dapat mengontrol kekuatan luar biasa yang diperolehnya.
"Dan setelah mengembalikan semua mutiara ini, kau akan berlatih denganku. Pertama , untuk mengangkat semua pulau yang sudah ditenggelamkan adikku, kedua untuk melawannya kembali apabila ia datang untuk yang kedua kali." Ayodya mengangguk. Kini, beban yang ditanggungnya bukan bebannya sendiri lagi. Ia harus menolong semua manusia yang tersisa dengan apapun yang dia punya.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Gunung Alexius, suatu tempat di atas awan.
"Pelatihanmu akan dimulai sekarang dan aku berharap kau dapat mengontrol kekuatanmu sendiri dalam waktu 1minggu. Lebih cepat, lebih baik. Kita tak tahu seberapa banyak persediaan yang dibawa oleh para manusia agar mereka bisa bertahan. Kau mengerti?" Ayodya mengangguk. Sekarang, pelatihanmu dibagi menjadi 6 tahap. Kekuatan, keseimbangan, ketahanan mental dan fisik, kecepatan dan yang terakhir…pengendalian kekuatan."
"Kita akan memulai yang pertama, kekuatan. Latihanmu adalah… membuat jalan yang menembus gunung ini." Oh, tidak, kata Ayodya dalam hati. "Aku berharap jalan itu sudah selesai ketika bulan sudah tergantung di langit." Ayodya melihat ke kanan dan ke kiri, berharap ada sesuatu yang bisa dipakainya untuk membuat jalan tersebut."
"Tidak ada peralatan apapun, kau harus menggunakan kekuatan dirimu. Wahai putra Ouranos, sadarilah siapa dirimu yang sesungguhnya. Kau lebih dari yang kau pikirkan,"kata Orizon yang perlahan menghilang.
Oke, ini benar-benar gila. Tidak ada apapun untuk menggali, baik bor maupun sekop tidak ada sama sekali. Aku benar-benar harus menghancurkannya dengan tanganku? Bagaimana cara aku melakukannya? Aku bahkan tak tahu cara menyalurkan kekuatanku. Bagaimana kalau aku mencoba seperti sebelumnya?
Arahkan tanganmu ke bangunan, pejamkan matamu, konsentrasi penuh, bayangkan kau mengenggam sebuah pedang bermata dua yang besar. Baiklah, aku bisa melakukannya. Tutup mata, bayangkan sebuah pedang. Oke, aku merasakan sesuatu muncul dari genggaman tanganku. Sekarang, gunakan kedua tangan untuk menggenggamnya. Ssshh…
Hm? Ini aneh. Dimana pedangnya? Apa dia menghilang? Ayodya membuka matanya pelan-pelan. "Hilang?" Baiklah, aku sudah melakukan apa yang dia katakan dan kali ini, tidak ada apapun yang terjadi. Coba lagi. Pejamkan mata, bayangkan sebilah pedang berada dalam genggaman. Keluarlah pedang! Tapi, tidak terjadi apapun.
Bagaimana ini? Langit memang masih cerah tapi aku merasa sudah melewatkan 3 atau 4 jam di sini! Aku bahkan belum melakukan apapun terhadap gunung itu! Baiklah, coba lagi. Pejamkan mata, fokus. Bayangkan sebuah pedang. "Kau hanya mengulangi langkah yang sama, tuan. Tidak akan ada perubahan apabila kau melakukannya berulang-ulang tanpa menyadari dimana letak kesalahanmu."
Siapa?tanya Ayodya dalam hati. Ayodya membuka matanya dan mendapati seorang perempuan dalam balutan kimono berdiri di hadapannya. "Siapa..Anda?"tanyanya sambil terbata-bata, terkagum dengan kecantikannya. "Nama hamba, Shiori. Saya adalah roh penjaga gunung ini. Sepertinya Orizon membawa Anda kemari untuk menemui saya."
"Apa maksudnya menemui Anda?"tanya Ayodya tak mengerti dengan apa yang dikatakannya. "Saya adalah salah satu dari 6 dewa pengajar yang ditugaskan untuk melatih dan mendidik Okeanos dan Orizon. Orizon menganggap kelima dewa pengajar seperti keluarganya sendiri. Mungkin itu sebabnya kau dibawa menghadap kami."
"Berarti, setelah ini, aku akan dibawa menghadap mereka?"tanyanya lagi. "Mungkin saja,"kata Shiori lagi. "Nah, sebelum dia datang, aku harus melatihmu secepat mungkin,"katanya sambil mengulurkan tangannya untuk membantuku bangun. Aku menerima uluran tangannya dan berdiri. "Bisa kita mulai latihannya?" Aku mengangguk.
Shiori mengajarku dengan telaten. Dia memperhatikan setiap gerak-gerikku. Dia mengajarkanku tentang aliran energi dan kekuatan diri. "Lihat, ini adalah aliran energi dalam tubuhmu."katanya setelah menggambar di tanah. "Aliran energi mengalir dari ujung rambutmu hingga ujung kakimu, yang artinya kau bisa menggunakan setiap bagian tubuhmu untuk menyalurkannya."
"Sekarang, kita akan memfokuskannya pada alat gerak, kau bisa memfokuskannya ke tangan. Bayangkan aliran energi itu terbawa ke tanganmu, fokuskan ppada satu titik, dan lihatlah…" Ayodya membuka matanya, tangannya telah diliputi oleh cahaya biru yang terang. "Itulah kekuatan dirimu, wahai putra Ouranos."
Shiori mengajarkan bagaimana caranya untuk menyalurkan energi ke tangan dan kakiku, juga cara memfokuskannya di satu titik agar aku bisa menghancurkan gunung itu dengan lebih rapih dan cepat. "Memfokuskan kekuatan di satu titik membuat kekuatan tersebut lebih kuat bukan, daripada menyebarkannya?" Aku mengangguk.
"Sekarang, mulailah membuat jalan itu,"kata Shiori sambil menunjuk ke arah gunung. Aku memfokuskan energiku di satu titik dan mulai membuat jalan, tetapi seperti ada yang kurang. Aku tahu aku belum bisa melakukannya. "Karena itulah kau memerlukan kekuatan diri." Shiori turun dari bebatuan dan menghadap ke sebuah bukit.
"Kekuatan diri membuatmu dapat melakukan ini."Darr! Sebuah ledakan yang hebat melubangi bukit yang ditunjuknya dan ia melakukan itu hanya dengan satu jari saja. "Kau masih mengandalkan energi, padahal kau harus menggabungkan keduanya untuk mendapatkan kekuatan yang lebih besar lagi. Ikuti arahanku."
Aku mengikuti setiap gerakan Shiori dan berhasil melakukannya sebelum malam tiba. Ya, aku berhasil menyelesaikannya ketika senja tiba. "Dia sudah siap,"kata Shiori kepada Orizon ketika dia menjemputku. Orizon mengangguk dan menghormat sebagai tanda berterimakasih. Shiori melambai dari kejauhan dengan tersenyum.
"Terimakasih! Aku akan datang lagi lain kali!"teriak Ayodya dari kejauhan. Sayangnya, Shiori tahu, baginya tak akan ada kata lain kali. Apabila seorang dewa membahayakan manusia, dewa pengajar akan menerima hukuman yang paling kejam. Hidup mengelana seumur hidupnya dalam Realm of Death. Ia memandang Ayodya dan Orizon dari kejauhan dengan menangis. Perlahan, ia menghilang dalam cerahnya sinar mentari pagi.