Orizon benar-benar menyiksaku. Entah sudah berapa lama aku menghabiskan waktu dengan berlatih bersama 5 dewa pengajar. Diantara mereka, tidak ada yang telaten dan penyabar seperti Shiori. Pelatihanku terasa seperti neraka.
"Hei, berarti hanya tinggal satu dewa lagi kan sekarang?"kata Ayodya dengan lemas. Orizon tidak menjawab dan hanya memandang ke depan. Ayodya yang kelelahan tertidur tanpa sadar dalam perjalanan.
"Bangun, putra Ouranos, kita sudah sampai." Ayodya terbangun dan menyadari dirinya berada di dalam sebuah gua yang indah. Cahaya dari batu-batu yang menancap di dinding-dinding gua menerangi tempat itu. Sebuah mata air terlihat mengairi gua tersebut, mengalirkan air yang bercahaya bak kilauan bintang.
"Apa ini?"tanya Ayodya sambil menatap aliran air tersebut. "Jangan sembarangan menyentuhnya,"kata Orizon. Ayodya segera menarik tangannya dari atas permukaan air. "Ieri dynami,"kata Orizon sambil mengeluarkan sebuah cawan emas.
"Bukan sesuatu yang bisa dipegang oleh sembarang orang." Orizon mengucapkan mantra sambil memegang cawan emas tersebut di atas permukaan air. "Dewa sekalipun tidak diperbolehkan untuk memegangnya dengan tangan biasa."
"Alasannya?"tanya Ayodya. "Bagian tubuh yang memegang air ini akan melepuh jika kau tidak membaca mantra dengan benar atau jika dewa penjaga air ini tidak memberikannya izin,"jawab Orizon. "Darimana kau tahu dia memberikan izin atau tidak?"
"Dengan percobaan tentunya,"jawabnya sambil menarik napas panjang. "Hei, kau tidak sedang merencanakan sesuatu yang gila kan?"tanya Ayodya sambil bergidik. Ia tidak menginginkan apa yang dibayangkannya terjadi.
Dalam satu sentakan, Orizon mengambil air tersebut dengan cawan emas dan menariknya kembali dari air. Orizon melihat tangannya dengan seksama, tak ada tanda-tanda melepuh, ia menghela napas lega.
"Adakah salah seorang di keluargamu yang mengatakan bahwa kau terlalu baik?" Orizon tertawa, "Aku mendengarnya ribuan kali," Ayodya bergidik, ia tidak bercanda. Tangannya bisa saja melepuh kapanpun, tetapi ia mengambil resiko itu.
"Jangan melihatku dengan tatapan bersalah, ini keputusanku sendiri, setidaknya dia juga pasti akan melakukan hal yang sama,"kata Orizon dengan tatapan sedih. Apa maksudnya? Siapa dia yang dimaksudkannya?
"Sekarang, kau harus meminum ini. Latihanmu akan segera dimulai tepat setelah kau meminumnya," Ayodya melihat ke kanan dan ke kiri. "Apa dewa pengajaryang terakhir baru akan muncul ketika aku meminumnya?"
"Tidak,"kata Orizon. Ayodya menegak air tersebut dalam sekali teguk. "Akulah yang akan mengajarmu kali ini, pengendalian kekuatanmu adalah tugasku sekarang,"katanya dengan nada serius.
"Aku sangat yakin aku mendengar dari Shiori bahwa ada 6 dewa pengajar,"kata Ayodya lagi. "Dan itu benar,"balas Orizon. "Lalu, mengapa kau yang mengajarku sekarang?" Orizon menghela napas, "Dengar, yang perlu kau tahu hanyalah berlatihlah dengan sungguh-sungguh dan aku akan menjelaskannya padamu nanti, mengerti?" Ayodya mengangguk dalam ketidakmengertiannya.
—————————————————————
"Baiklah, semua latihanmu sudah selesai, tugas pertama kita adalah mengangkat semua pulau dari dalam laut, bukan? Sekarang, ikuti aku,"kata Orizon.
Aneh, waktu berjalan dengan sangat aneh selama aku berlatih. Aku bahkan tak tahu hari apa atau tanggal berapa atau jam berapa sekarang. "Em, Orizon? Boleh aku bertanya sesuatu?" Orizon mengangguk.
"Berapa lama aku menghabiskan waktu untuk berlatih?"tanya Ayodya. "Tidak lama, tepatnya 3 hari di dunia manusia."kata Orizon tanpa menengok ke belakang. Wow, aku berlatih lebih cepat daripada yang kukira.
"Baiklah, kita sudah sampai,"kata Orizon. Ayodya memandang dengan tatapan nanar. Bumi yang biasa ia lihat terasa begitu indah dengan daratan yang menghiasi lautan. Sekarang daratan itu lenyap dan beban tersebut ada di pundaknya untuk mengemblikan semuanya kembali ke sedia kala.
"Maaf, aku hanya,"kata Ayodya sambil menghapus air mata dengan bajunya. Orizon hanya tersenyum, seolah-olah mengatakan bahwa ia mengerti dengan perasaan Ayodya. "Tak apa, kita punya banyak waktu, nikmati waktumu sebentar,"katanya lagi.
Ayodya menampar wajahnya dan memantapkan tekadnya. "Aku siap,"katanya pada Orizon. "Baiklah, ayo kita pergi." Ayodya mengikuti Orizon yang melaju diatas permukaan laut. "Kemana kita pergi?"
"Ke kuil ibuku, namun tempat itu sudah terendam air sekarang. Kau sudah belajar untuk menggunakan kekuatan ayah bukan? Jangan lupa untuk menggunakannya." Ayodya mengangguk dan mengaktifkan kekuatannya.
Mereka berdua melesat turun ke dalam lautan. "Ayodya! Di belakangmu!"teriak Orizon tiba-tiba. Ayodya menoleh, seekor hiu berhasil melukai tangannya. Oh tidak, ini tidak bagus.
"Kau pikir, kami tidak berjaga di lautan demi dewi kami?"kata sang hiu. "Dewi kami memang kehilangan kekuatannya untuk sementara waktu, tapi bukan berarti kalian bebas berkeliaran di lautan kapan saja kalian mau,"
Puluhan hiu berkumpul, mengelilingi mereka berdua. Ayodya tahu dengan kekuatannya, ia bisa dengan mudah mengalahkan mereka semua, tapi... "Jangan! Simpan tenagamu! Biar aku yang mengurus mereka! Pergi!"
Ayodya tak yakin untuk meninggalkannya sendiri, tetapi dari kejauhan, samar-samar ia melihat dua orang mendekat dari kejauhan. Hawkins dan Zadweg! Lengkap dengan peralatan selam dan harpoon mereka. Mereka menunjuk kapal selam yang ada di belakang mereka dan mengacungkan jempol seolah-olah mengatakan bahwa mereka akan baik-baik saja. Ayodya membungkuk, menunjukkan gestur berterimakasih dan berenang menjauh.
"Lama tak melihatmu, kemana saja kalian pergi?"tanya Zadweg pada Orizon. "Tentu saja melatihnya, apa lagi?"jawab Orizon dengan nada serius. "Apa yang kalian lakukan selama kami berlatih?"tanya Orizon. "Tentu saja mencari tahu apa yang bisa dilakukan manusia,"jawab Hawkins. "Kami, manusia sudah bersiap untuk saat-saat terburuk seperti ini, tidak seperti yang kalian pikirkan,"sambung Zadweg.
Orizon tersenyum, sepertinya kali ini lagi-lagi kau benar, Sahara. Aku tak akan pernah bisa mengerti apa yang manusia pikirkan.
Ayodya bergerak secepat yang ia bisa dan dalam waktu yang singkat, ia melihat tanda yang dimaksud oleh Orizon selama dalam perjalanan. Itu dia, kuil dewi Gi. "Apa yang kau lakukan di sana, wahai manusia rendah?"
Ayodya menengok ke kanan dan ke kiri dan tidak mendapati darimana suara tersebut berasal. "Kau tidak akan bisa menemukanku, kau tahu itu,"kata suara itu lagi. "Kau pikir semudah itu untuk masuk ke dalam kuil dewi Gi?" Ayodya tak menjawab pertamyaannya dengan sepatah katapun. Ia memilih untuk bergerak memasuki kuil sang dewi.
Bzzt! Sekelompok belut listrik menghadang jalannya. "Kau pikir kau hebat, manusia sehingga kau dapat mengabaikanku begitu saja?" Sesosok makhluk besar dengan tubuh seperti belut listrik raksasa muncul di hadapan Ayodya. "Kau ingin memasuki kuil sang dewi agung? Langkahi dulu mayatku,"
Tiba-tiba, tanpa ada aba-aba, Aberith, sang belut listrik raksasa menyerang Ayodya. Aku tak boleh menggunakan kekuatanku, itu pesan Orizon. Tapi, apa yang harus aku lakukan sekarang? Ayodya melihat lubang kecil di antara pertahanan para belut listrik, ia mengecilkan tubuhnya dan melangkah masuk.
Aberith yang kehilangan jejam Ayodya mengamuk sekuat tenaga. "Cari dia sampai dapat! Atau kalian akan tahu akibatnya!" Para belut listrik berpencar meninggalkan kuil secepat mungkin. Ayodya menunggu sampai mereka benar-benar pergi dan memulai apa yang seharusnya ia lakukan, memanggil sang dewi Gi.
Ritual dijalankan dan dewi Gi hadir dalam keagungan dan kebesaran kekuatannya. Tekanan yang dirasakan oleh Ayodya karena kehadirannya seolah-olah bisa membuat tubuhnya lumpuh kapan saja. Jadi ini alasan kami berlindung di balik bayangan Orizon saat itu, gumam Ayodya dalam hati. Kami bisa mati kapan saja hanya dengan bertatapan dengannya.
Dewi Gi memandangnya dengan seksama. Ia tahu siapa manusia yang ada di hadapannya saat ini. "Apa yang kau inginkan, manusia? Bisakah kalian berhenti memilukan hatiku bahkan untuk sebentar saja?"katanya dengan wajah sedih.
Ayodya menunduk dan berlutut, jiwanya seolah-olah ditarik keluar dari badannya. Jadi, ini rasanya bila berhadapan dengan dewa agung, gumamnya dalam hati. "Aku ingin mengembalikan bumi menjadi sedia kala,"kata Ayodya, mantap.
"Lalu, apa yang akan kau lakukan setelah kau menaikkan kembali semua pulau? Manusia akan kembali melakukan kebiasaannya bukan? Mengotori laut, udara dan daratan. Karena kecenderungan hati manusia adalah berbuat kejahatan, egois dan tidak memikirkan alam, itu adalah hal yang ada dalam pikirannya bahkan sejak ia dilahirkan! Apa yang akan kau lakukan untuk mengubahnya?"
Ayodya terdiam. Aku memang tak bisa melakukan apa-apa, bahkan setelah mendapat kekuatan inipun tidak, karena siapa yang akan memercayai perkataan seorang pembunuh?
"Jika kau tidak menemukan jawabannya, kau tidak hanya gagal untuk menyelamatkan manusia , tetapi aku akan berpindah dan memihak Okeanos untuk memusnahkan kalian, pikirkanlah dengan baik, manusia. Nyawa orang-orang yang tersisa berada di tanganmu..."