MENGINGINKANMU (1)

Hasta hanya terdiam, tidak mampu menjawab apa yang diinginkan Hanin selain hanya bisa memeluk Hanin dengan sepenuh hatinya.

"Bersabarlah Hanin, kita harus bersabar. Untuk saat ini, kita jalani apa yang bisa membuat kita bahagia. Jangan lagi memikirkan yang membuat kamu sedih. Kamu harus ingat bayi kembar kita. Bagaimana kalau terjadi sesuatu pada bayi kembar kita? Apa kamu mau kehilangan bayi kembar yang susah payah kita dapatkan?" Ucap Hasta seraya membelai rambut Hanin dengan penuh kasih sayang.

Mendengar ucapan Hasta tentang bayi kembarnya sontak Hanin teringat akan bayi kembarnya yang harus ia pertahankan karena bayi kembar adalah buah hatinya bersama Hasta. Hanin ingin melihat Hasta bahagia karena itu ia harus kuat sampai bayi kembar baik-baik saja dalam rahimnya.

"Kamu benar Mas, aku harus bersabar dan harus kuat demi bayi kembar kita Mas. Tapi aku tidak akan berhenti berusaha mencari jalan untuk kesembuhan kamu Mas," ucap Hanin seraya mengusap wajah Hasta dengan tatapan penuh cinta.

Hasta hanya tersenyum kemudian merengkuh Hanin dan memeluknya dengan sangat erat.

"Syukurlah Nin, ada bayi kembar Jonathan yang bisa membuat kamu kuat. Aku pasti akan membuat kamu bahagia bersama bayi kamu. Sebelum kematianku tiba, aku berharap kamu bisa hidup bersama dengan Jonathan yang lebih mampu menjagamu," ucap Hasta dalam dengan matanya terpejam.

"Mas, sekarang apa yang kamu pikirkan?" Tanya Hanin saat merasakan kediaman Hasta yang masih memeluknya.

"Aku tidak memikirkan apapun Nin, aku hanya berpikir apa yang harus aku lakukan saat ini untuk membahagiakan kamu. Bukankah aku sudah berjanji padamu?" Ucap Hasta melepas pelukannya dan menatap penuh wajah Hanin yang sedang menatapnya.

"Aku tidak akan meminta janji itu sekarang Mas. Aku tahu saat ini kamu kesakitan, jadi....," kembali Hanin tidak melanjutkan ucapannya berniat akan memberi kejutan Hasta.

"Jadi apa Nin? Kenapa sekarang kamu lebih senang menggantung ucapanmu Nin? Apa kamu tidak merasa kasihan padaku? Aku bisa mati berdiri karena penasaranku," ucap Hasta bersamaan dengan tangan Hanin yang menutup mulutnya.

"Jangan bicara tentang kematian Mas. Aku sedih kalau mengingat hal itu," ucap Hanin dengan suara lirih.

"Maafkan aku ya Nin, aku tidak akan mengulanginya lagi. Tapi aku benar-benar penasaran, apa yang ingin kamu katakan sebenarnya Nin? Jadi apa?" Tanya Hasta dengan tersenyum tidak ingin Hanin merasa sedih lagi.

"Aku akan menjawab pertanyaanmu Mas, tapi jawab dulu pertanyaanku dengan jujur. Apa sekarang dada kamu masih sakit?" Tanya Hanin dengan wajah serius.

"Sedikit sakit Nin, tapi tidak seperti tadi saat baru datang. Mungkin karena aku terlalu lelah," ucap Hasta tidak mengatakan yang sebenarnya karena tidak ingin Hanin sedih lagi.

"Baiklah, kalau begitu sebaiknya kamu berbaring saja Mas," ucap Hanin seraya mendorong pelan bahu Hasta agar segera berbaring.

Hasta tidak berkata apa-apa lagi selain menurut dengan apa yang di lakukan Hanin.

Setelah memastikan Hasta berbaring, Hanin turun dari tempat tidurnya dan pergi ke kamar mandi.

Hasta menatap kepergian Hanin dengan tatapan tak mengerti.

"Apa yang sedang kamu lakukan Nin? Apa kamu menyuruhku beristirahat karena kamu mau mandi?" Tanya Hasta dalam hati terkadang tidak bisa menebak apa yang ada dalam pikiran Hanin.

Melihat Hanin masih belum keluar dari kamar mandi, Hasta berpikir Hanin benar-benar mandi. Dengan perasaan sedikit sedih Hasta berusaha memejamkan matanya untuk segera tidur.

"Mas, bangunlah. Kenapa kamu tidur?"

Mendengar suara Hanin yang begitu tiba-tiba, seketika itu juga Hasta terkejut dan membuka matanya.

"Hanin, apa yang kamu bawa?" Tanya Hasta saat melihat Hanin berdiri di sampingnya dengan membawa baskom yang berisi air. Terlebih lagi yang membuatnya terkejut Hanin masih dengan tubuh yang telanjang.

"Air hangat Mas. Aku mau membersihkan badanmu. Bukankah sejak kita datang kamu belum membersihkan badan kamu?" ucap Hanin seraya meletakkan baskom di atas meja.

"Maafkan aku Nin, tadi badanku sangat lemas tidak sanggup ke kamar mandi. Maafkan aku, mungkin kamu terganggu dengan bau badanku," ucap Hasta dengan tatapan bersalah.

"Aku tahu Mas, karena itu aku mau membersihkan badan kamu. Dan jangan lagi berpikir kalau kamu bau badan Mas. Apa Mas tahu, bau badan Mas sangat harum. Aku sangat menyukainya, karena itu sangat senang setiap kali kamu memelukku," jelas Hanin agar Hasta tidak salah paham dengan apa yang ia lakukan.

"Benarkah Nin?" Tanya Hasta dengan tatapan tak percaya.

"Benar Mas, apa aku pernah berbohong padamu?" Tanya Hanin dengan tersenyum seraya mengambil handuk kecil yang di dalam baskom.

"Aku sungguh-sungguh tidak pernah membohongi kamu Mas, kecuali tentang bayi kembar kita. Tapi percayalah, aku pasti akan jujur menceritakan semuanya padamu di saat waktu yang tepat," ucap Hanin dalam hati sambil menyeka wajah Hasta dengan handuk basah yang hangat.

"Mas, bantu aku melepas pakaianmu. Aku akan menyeka semuanya," ucap Hanin berniat membersikan seluruh tubuh Hasta agar Hasta bisa nyaman saat istirahat.

Hasta menelan salivanya, cukup terkejut dengan apa yang di katakan Hanin.

"Apa Nin? Semuanya?" Tanya Hasta memastikan ucapan Hanin.

"Ya Mas, kenapa Mas? Apa kamu keberatan Mas?" Tanya Hanin sambil membuka kancing kemeja Hasta kemudian melepasnya.

Pikiran Hasta sudah kemana-mana apalagi melihat Hanin yang masih dalam keadaan tidak memakai apapun.

"Hanin, apa aku harus melepas celanaku juga?" Tanya Hasta tidak bisa berpikir jernih lagi mengahadapi tingkah laku Hanin yang kadang sangat dewasa tapi juga bisa sangat manja.

"Ya Mas," sahut Hanin singkat segera membantu Hasta yang kesulitan menurunkan celananya.

Wajah Hasta memerah tidak bisa menahan rasa malu dan perasaan yang campur aduk dalam hatinya.

"Hanin, apa yang ingin kamu lakukan padaku sekarang? Kamu mau memberi kejutan apalagi sayang?" Tanya Hasta dalam hati dengan pandangan yang tak lepas menatap Hanin yang terlihat tenang menarik celana dalamnya.

"Hanin, apa yang kamu lakukan?" Tanya Hasta sambil menarik selimut untuk menutupi area bawahnya yang sudah tidak memakai apa-apa.

"Apa Mas? Aku mau menyeka seluruh badan kamu. Apa kamu keberatan Mas?" Tanya Hanin menatap kedua mata Hasta yang sedang menatapnya tak berkedip.

"Aku...aku sama sekali tidak keberatan," ucap Hasta dengan suara hampir tercekat tidak tahu harus menjawab apa.

"Pinggirkan selimutnya Mas. Bagaimana aku bisa menyekanya kalau kamu tutupi seperti itu Mas," ucap Hanin menahan senyumnya agar tidak terlihat Hasta. Entah kenapa Hanin sangat menyukai wajah Hasta yang selalu memerah di saat ia malu.

Kembali Hasta menelan salivanya, tidak bisa berbuat apa-apa saat Hanin menyingkirkan selimutnya jauh-jauh.

Kali ini dada Hasta benar-benar tidak baik-baik saja, bukan karena rasa sakit. Tapi berdebar-debar seiring dengan gejolak hasrat yang sudah menguasainya.

"Mas, singkirkan tanganmu. Kenapa Mas Hasta menutupinya?" Ucap Hanin seraya menyingkirkan kedua tangan Hasta yang berusaha menutupi batang miliknya.