"Hanin, bagaimana kabarmu?" Tanya Rafka duduk di kursi di belakang Hanin.
Mendengar pertanyaan Rafka, Hanin semakin terdiam dan terpaku di tempatnya. Tidak ada kekuatan membalikkan badannya apalagi bersuara.
"Apa kamu tidak ingin melihatku Nin?" Tanya Rafka lagi dengan suara lembut yang selalu Hanin dengar.
Dengan sekuat tenaga Hanin berusaha mengalahkan rasa takutnya.
"Aku harus bisa menghadapi Rafka, aku harus bisa untuk meminta maaf padanya," ucap Hanin dalam hati kemudian dengan sekuat tenaga Hanin membalikkan badannya untuk melihat keadaan Rafka dari dekat.
"Akhirnya kamu mau melihatku Nin? Bagaimana kabarmu?" Tanya Rafka dengan sebuah senyuman. Namun Hanin bisa melihat jelas ada kesedihan yang dalam di wajah Rafka.
"Aku baik-baik saja. Bagaimana denganmu?" Tanya Hanin dengan suara tercekat.
"Syukurlah kalau kamu baik-baik saja. Kabarku bisa kamu lihat seperti ini. Kabarku tidak baik sejak kamu meninggalkan aku," ucap Rafka masih dengan tersenyum tapi penuh kesakitan.
"Hanin!! acara wisudanya segera di mulai!" Panggil Aditya sedikit terkejut saat melihat Hanin bersama Rafka.
"Ya Dit, aku segera ke sana," sahut Hanin seraya mengusap air matanya.
"Tolong maafkan aku, aku harus kesana," ucap Hanin sambil menundukkan wajahnya meninggalkan Rafka yang masih duduk diam di kursi rodanya.
Setelah Hanin pergi Rafka mengikutinya karena sebagai rektor baru tugasnya memberikan piagam dan ucapan selamat pada semua mahasiswa yang ikut wisuda.
Hati Hanin merasa tidak tenang saat berdiri dengan teman-temannya ia tidak menemukan keberadaan Hasta dan Jonathan padahal dia masih ingat di mana Jonathan duduk.
"Kemana Jonathan dan Mas Hasta? Kenapa aku tidak melihat mereka?" Tanya Hanin dalam hati dengan perasaan cemas.
Pikiran Hanin sudah tidak fokus pada acara wisudanya. Hingga sampai pada saat Rafka berada di depannya untuk memberikan piagam dan ucapan selamatnya baru Hanin menyadari kalau acara wisudanya sudah hampir selesai tinggal acara-acara hiburan.
"Selamat ya Hanin, semoga kita bisa bertemu lagi dan membicarakan masalah kita yang belum selesai," ucap Rafka seraya mengulurkan tangannya.
Dengan gemetar Hanin membalas uluran tangan Rafka. Hanin sedikit terhenyak saat Rafka menggenggam tangan sedemikian rupa hingga terpaksa Hanin menarik tangannya.
Setelah memastikan acaranya selesai, Hanin berlari keluar mencari keberadaan Hasta dan Jonathan. Karena tidak melihat keberadaan mereka Hanin mengambil ponselnya dan menghubungi Hasta. Hanin menggigit bibir bawahnya merasa cemas karena ponsel Hasta tidak bisa ia hubungi.
"Hanin!!!"
Tiba-tiba Hanin mendengar suara Jonathan yang berteriak memanggilnya.
Hanin melihat Jonathan berlari ke arahnya dengan keringat bercucuran.
"Jo!! syukurlah kamu ada di sini. Di mana Mas Hasta?" Tanya Hanin dengan perasaan cemas.
"Ayo kita pulang Nin, Tuan Hasta pingsan. Tadi aku mau membawanya ke rumah sakit. Tapi Tuan Hasta tidak mau. Terpaksa aku bawa pulang. Di rumah Tuan Hasta batuk-batuk terus tak berhenti dan mengeluarkan darah banyak. Aku tidak tahu, saat Tuan Hasta sudah pingsan di kamar mandi," ucap Jonathan menceritakan keadaan Hasta.
Mendengar cerita Jonathan air mata Hanin sudah tumpah ruah. Merasa bersalah pada Hasta karena ia tidak apa yang terjadi pada Hasta.
"Antar aku pulang sekarang Jo," ucap Hanin sambil mengusap air matanya.
"Kamu jangan menangis Nin, kamu harus ingat bayi kamu," ucap Jonathan mengingatkan Hanin tentang kehamilannya.
"Terimakasih Jo, kamu sudah mengingatkan aku," ucap Hanin berusaha untuk menenangkan hatinya.
"Oh ya Nin, aku tadi melihat Rafka. Aku tidak percaya kalau Rafka duduk di kursi roda. Apa mungkin Rafka tidak memberi kabar padamu karena dia tidak bisa berjalan Nin?" Tanya Jonathan tidak mengetahui bagaimana ceritanya hubungan Hanin dan Rafka berakhir. Yang ia tahu tiba-tiba saja Hanin sudah menikah dengan Hasta.
"Kalau nanti ada waktu aku akan menceritakannya padamu Jo. Tapi tidak sekarang ya. Aku harus fokus pada kesehatan Mas Hasta," ucap Hanin merasa bersalah juga pada Jonathan yang tidak tahu apa-apa bagaimana ia bisa putus dengan Rafka dan menikah cepat dengan Hasta.
Sampai di rumah, Hanin turun dari motor Jonathan dan berjalan cepat masuk ke dalam rumah.
"Non Hanin, sebenarnya apa yang terjadinya Non? Tadi pagi Den Hasta sangat baik-baik saja dan terlihat bahagia. Tapi sekarang Den Hasta pingsan dan belum juga sadar. Sudah hampir tiga jam belum sadar juga Non," ucap Minah sambil menangis tersedu-sedu.
"Bibi Minah tenang ya, di mana Paman Rahmat?" Tanya Hanin menyadari tidak ada keberadaan Rahmat.
"Rahmat pergi menjemput Dokter Husin Non," ucap Minah dengan wajah sedih.
"Bibi Minah, minta tolong siapkan air hangat dan buatkan minuman untuk Jonathan ya Bi. Aku akan menjaga Mas Hasta," ucap Hanin kemudian masuk ke dalam kamar dan melihat Hasta yang terbaring lemah dengan pakaian rumah.
Dengan perasaan bersalah, Hanin mendekati Hasta dan duduk di pinggir tempat tidur kemudian mengusap wajah Hasta yang sangat pucat.
"Mas, apa kamu mendengarku Mas?" Panggil Hanin dengan suara bergetar menahan tangisannya yang hampir tumpah.
"Kenapa bisa terjadi seperti ini Mas? Apa yang kamu rasakan hingga kamu pingsan?" Tanya Hanin mulai menangis sambil memeluk Hasta yang masih terdiam tak sadarkan diri.
"Bangunlah Mas, jangan membuatku takut," ucap Hanin menangis tersedu-sedu di dada Hasta.
Merasakan dadanya terasa berat dan basah juga mendengar suara tangisan Hanin, perlahan Hasta membuka matanya. Di lihatnya Hanin menangis terisak-isak di dadanya.
"Hanin," panggil Hasta berusaha menggerakkan tangannya yang terasa lemas agar bisa menghapus air mata Hanin.
"Mas Hasta?? Akhirnya kamu sadar Mas?" Ucap Hanin dengan perasaan lega menciumi seluruh wajah Hasta.
"Syukurlah kamu sudah sadar Mas," ucap Hanin kembali memeluk Hasta setelah menciumi wajah Hasta.
"Apa yang terjadi padaku Nin? Kenapa kamu di sini? Apa acara kamu sudah selesai?" Tanya Hasta sambil memegangi dadanya yang kembali terasa sakit.
"Ada apa Mas, apa padamu sakit lagi?" Tanya Hanin dengan tatapan cemas.
"Hanin, kamu tidak menjawab pertanyaanku?" Tanya Hasta dengan tatapan sedih.
"Jangan pikirkan acara wisudaku Mas. Aku tidak bisa memikirkan lainnya selain kesehatan kamu," ucap Hanin sambil menggenggam kedua tangan Hasta dan menciumnya berulang-ulang.
"Aku sudah tidak apa-apa Nin, bukankah hal ini sudah sering aku alami?" Ucap Hasta kembali menekan dadanya yang sakitnya sangat luar biasa.
"Dokter Husin sebentar lagi datang Mas. Kamu tenang dulu ya," ucap Hanin sambil mengusap dada Hasta dengan lembut.
"Uhukk... Uhukk... Uhukk"
Kembali Hasta terbatuk-batuk bersamaan darah keluar dari mulutnya.
Segera Hanin mengusap mulut dan dagu Hasta dengan tisu.
"Bi Minah!! Mana air hangatnya Bi!" Panggil Hanin mencari Minah yang belum membawakan air hangatnya untuk meredakan rasa sakit di dada Hasta.
"Sakit sekali Nin," ucap Hasta sambil memegangi dadanya yang terasa pecah di dalamnya.