"Dari Jonathan, Nin? Ada apa Jonathan meneleponku?" Tanya Rafka dengan kening berkerut segera menerima panggilan Jonathan.
"Hallo Raf? Di mana kamu sekarang?"
Terdengar suara Jonathan cukup keras hingga terdengar Hanin.
"Aku ada di luar, ada apa Jo?" Tanya Rafka dengan wajah serius.
"Sekarang aku ada di rumahmu, tapi kamu tidak ada. Aku mendapat titipan surat lamaran kerja dari Hanin untuk memberikan kepadamu. Karena kamu tidak ada, suratnya aku letakkan di meja dekat pintu," ucap Jonathan menjelaskan dengan sangat cepat.
"Oh begitu. Baiklah Jo, biar nanti aku ambil. Kamu sekarang mau pulang atau mau ke mana? Bukankah kamu sekarang bekerja di tempat Tuan Hasta?" Tanya Rafka yang dia tahu dari Hanin kalau Jonathan bekerja dengan Hasta.
"Ya kamu benar. Aku tadi memang bekerja dengan Tuan Hasta. Tapi sekarang aku mau pulang. Tuan Hasta sengaja meminta aku pulang karena Hanin dengan Paman Rahmat sudah ke sana menjemputnya," jawab Jonathan dengan jujur tanpa mengetahui kalau Hasta telah membohonginya dan saat ini pun Hanin bersama Rafka.
Mendengar jawaban Jonathan, Hanin cukup terkejut dan tidak mengerti dengan apa yang di katakan Jonathan.
"Oke lah Jo. Kalau begitu aku akan pulang sekarang," ucap Rafka mengakhiri panggilannya dengan tatapan rumit menatap Hanin yang sudah terlihat serius.
"Sepertinya ada sesuatu yang terjadi di sana Raf. Kenapa Mas Hasta menyuruh Jonathan pulang dan bilang padanya kalau sekarang aku dan Paman Rahmat ke sana? Sedangkan Paman Rahmat belum menjemputku?" Tanya Hanin dengan wajah serius.
"Aku juga tidak tahu Nin. Memang apa yang terjadi? Apa kamu bertengkar dengan suamimu?" Tanya Rafka dengan tatapan tak mengerti.
Hanin menggelengkan kepalanya.
"Aku dan Mas Hasta baik-baik saja. Tadi aku menelponnya dan mengajaknya untuk datang ke sini. Tapi Mas Hasta bilang kalau lagi sibuk dengan Jonathan. Jadi aku bilang tidak apa-apa, dan Mas Hasta memintaku untuk minta antar Paman Rahmat. Hanya itu saja," jelas Hanin agar Rafka tahu kalau hubungannya dengan Hasta baik-baik saja.
"Kalau memang tidak ada masalah, lebih baik kamu hubungi suamimu sekarang," ucap Rafka memberikan pendapatnya.
Hanin menganggukkan kepalanya, segera menghubungi Hasta.
"Tidak aktif Raf," ucap Hanin dengan tatapan rumit saat mengetahui ponsel Hasta tidak aktif.
"Biar aku yang coba Nin," ucap Rafka berganti mencoba menghubungi Hasta dari ponselnya.
"Sepertinya memang ponsel suamimu tidak aktif Nin," ucap Rafka setelah usahanya menghubungi Hasta tidak berhasil juga.
"Sebaiknya aku minta Paman Rahmat untuk menjemputku sekarang," ucap Hanin segera menghubungi Rahmat dengan tangan gemetar. Entah kenapa perasaan hatinya sangat tidak tenang.
"Ya Tuhan Raf, kenapa ponsel Paman Rahmat tidak aktif juga?" Tanya Hanin dengan tangan semakin gemetar mencoba berpikir untuk menghubungi Bibi Minah.
Saat mendengar ponsel Bibi Minah aktif, hati Hanin sedikit merasa lega.
"Bibi Minah," panggil Hanin dengan suara parau saat panggilannya di terima Minah.
"Ya Non Hanin, ada apa Non?" Tanya Minah sambil menggoreng ikan di dapur untuk makan sore.
"Tolong panggilkan Paman Rahmat untuk bisa menjemputku di kampus Bi," ucap Hanin berusaha untuk tenang.
"Loh Non, Rahmat sudah keluar dari tadi. Dia bilang mau menjemput Tuan Hasta, Non," jawab Minah dengan jujur tidak tahu apa yang sudah terjadi.
"Apa Bi, Paman Rahmat menjemput Mas Hasta? Jam berapa Paman Rahmat berangkatnya Bi?" Tanya Hanin dengan perasaan yang sudah tak menentu.
"Mungkin sekitar jam dua belasan Non," jawab Minah lagi seraya mematikan kompor karena merasakan suara Hanin yang terdengar mau menangis.
"Ya sudah Bi, kalau begitu biar aku ke tempat Mas Hasta sekarang," Ucap Hanin sambil menggigit bibirnya mengakhiri panggilannya.
"Bagaimana sekarang Raf? Kenapa jadi rumit. Apa yang sebenarnya terjadi? Paman Rahmat sudah berangkat dari jam dua belas tadi menjemput Mas Hasta. Tapi keduanya tidak bisa aku hubungi. Apa yang terjadi pada mereka?" Tanya Hanin dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
"Tenanglah Nin, jangan panik. Sekarang aku antar kamu ke tempat kerja suamimu. Biar aku hubungi sopirku dulu," ucap Rafka segera memanggil sopirnya untuk segera menjemputnya di pintu depan gedung kampus.
Tidak menunggu lama, terlihat mobil Rafka menghampirinya. Sopir Rafka segera keluar dan membukakan pintu mobil depan dan belakang.
"Hanin, cepatlah masuk," ucap Rafka pada Hanin, sedangkan ia sendiri di bantu sopirnya duduk di depan.
Setelah memasukkan kursi roda Rafka ke bagasi, sopir Rafka berlari masuk ke dalam mobil dan segera menjalankan mobilnya keluar kampus.
"Kita mau kemana Dokter?" Tanya sopir Rafka dengan tatapan fokus ke arah jalanan.
"Ke tempat perusahaan Tuan Hasta. Kamu tahu tempat perusahaan Tuan Hasta kan?" Ucap Rafka pada sopirnya yang asli dari desa di mana Hasta dan Hanin tinggal.
Sopir Rafka menganggukkan kepalanya, kemudian menjalankan mobilnya sedikit cepat.
Setelah sampai di perusahaan Hasta, Hanin segera membuka pintu mobil dan melihat ke arah Rafka.
"Rafka, kamu tunggu di sini dulu saja. Biar aku yang melihat ke dalam," ucap Hanin tidak ingin merepotkan Rafka yang masih dalam keadaan sakit.
Rafka menganggukkan kepalanya dan menatap Hanin yang berjalan masuk ke dalam kantor perusahaan Hasta.
Setelah beberapa menit menunggu, Rafka melihat Hanin yang berlari ke arahnya dengan air mata yang sudah mengalir deras.
"Rafka, tolong antar aku pulang sekarang. Aku harus bertemu Bibi Minah dan juga Jonathan. Di kantor tidak ada Mas Hasta atau Paman Rahmat. Tadi ada salah satu satpam yang melihat Mas Hasta dan Paman Rahmat keluar dari pintu samping kantor. Dan satpam itu bilang sepertinya keadaan Mas Hasta tidak baik karena di papah Paman Rahmat. Aku jadi takut Raf," ucap Hanin menceritakan yang ia dengar di sela-sela isak tangisnya.
"Tenanglah Nin, jangan panik. Semoga saja tidak terjadi sesuatu pada suamimu. Sebaiknya aku hubungi Jonathan untuk segera ke rumah kamu," ucap Rafka sambil menghubungi Jonathan ia memerintahkan sopirnya untuk segera berangkat.
"Jo, sepertinya sesuatu terjadi pada Tuan Hasta dan Pak Rahmat. Sebaiknya kamu pergi ke rumah Hanin sekarang. Aku dan Hanin sekarang juga ke sana," jelas Rafka setelah Jonathan menerima panggilannya.
"Aku ke sana sekarang," sahut Jonathan tanpa bertanya-tanya lagi menutup panggilan Rafka.
Rafka mengambil nafas dalam, tidak tega melihat Hanin menangis dalam diam. Suara tangisannya terdengar lirih.
"Menangislah kalau ingin menangis Nin. Tapi jangan sampai menyakiti kehamilan kamu. Kasihan bayi kamu kalau kamu sedih," ucap Rafka menasihati Hanin untuk tetap tenang dan sabar.
"Aku takut Raf, aku takut terjadi sesuatu pada Mas Hasta. Sejak kemarin lusa, hatiku merasa tidak tenang. Merasa ada sesuatu yang di sembunyikan Mas Hasta dariku," ucap Hanin dengan perasaan sedih dan cemas.