"Kalau begitu aku berangkat dulu," ucap Hanin dengan tatapan sedih berjalan mengikuti Rafka yang di bantu Mamang ke tempat mobilnya.
Dengan di antar Mamang, Hanin dan Rafka pergi ke kota untuk melihat Hasta. Seperti biasanya perjalanan ke kota membutuhkan waktu kurang lebih tiga jam.
Dalam perjalanan, antara Hanin dan Rafka hanya sedikit sekali interaksi percakapannya.
Ada perasaan canggung di hati mereka, sejak Hasta mengetahui perasaan mereka yang sebenarnya.
Melihat wajah Hanin yang terlihat gelisah, Rafka menawarkan sebotol air mineral.
"Hanin, minumlah. Kamu harus menjaga kesehatan kamu dengan baik," ucap Rafka mengingatkan terus tentang kesehatan Hanin.
Dengan wajah memerah dan gugup Hanin menganggukkan kepalanya sambil menerima minuman yang di berikan Rafka padanya.
"Terimakasih Raf," ucap Hanin setelah meneguk sedikit minumannya.
"Kalau kita sampai di rumah sakit, dan kamu melihat keadaan Tuan Hasta, aku minta kamu tetap tenang. Aku pasti berusaha untuk menyelamatkan suami kamu," ucap Rafka dengan suara pelan mengingatkan Hanin kembali.
Hanin menganggukkan kepalanya lagi tanpa membalas ucapan Rafka.
Rafka pun menganggukkan kepalanya merasa lega Hanin mengerti apa yang ia katakan.
"Dokter, sebentar lagi kita sampai. Saya harus parkir di mana?" Tanya Mamang dengan tiba-tiba membuyarkan keheningan di antara mereka berdua.
"Parkir di area Dokter saja Mang," sahut Rafka sambil menegakkan punggungnya dan memijat pahanya yang terasa kaku dan kesemutan.
"Apa kaki kamu sakit Raf?" Tanya Hanin saat melihatnya tanpa sengaja.
"Hanya kesemutan saja," ucap Rafka tanpa melihat Hanin.
Untuk sesaat Hanin terdiam, kemudian menatap Rafka.
"Raf, apa tidak ada kemungkinan kedua kakimu untuk sembuh?" Tanya Hanin pernah terlintas di pikirannya mengetahui keadaan kaki Rafka. Tapi ia tidak ingin Rafka sedih atau tersinggung.
"Kemungkinan sembuh ada. Tapi aku harus menunggu beberapa tahun untuk mengambil pen-pen yang banyak terpasang di kakiku," ucap Rafka masih dengan suara pelan.
"Apa itu terasa sakit?" Tanya Hanin dengan tatapan sedih kembali merasa bersalah.
"Seperti yang aku katakan tadi, ada rasa kesemutan setiap kali aku tidak menggerakkan kedua kakiku. Kamu jangan cemas, jangan pikirkan hal ini lagi. Kedua kakiku pasti sembuh, hanya tinggal butuh waktu saja," ucap Rafka memahami apa yang Hanin rasakan.
"Aku selalu berdoa untuk kesembuhan kakimu Raf," ucap Hanin dengan tulus.
"Terimakasih Nin," ucap Rafka dengan tersenyum. Ada perasaan hangat di dalam hatinya mendengar perhatian dan doa tulus yang di berikan Hanin padanya.
"Dokter, kita sudah sampai," ucap Mamang menyela pembicaraan Rafka dan Hanin.
"Kita sudah sampai Nin, keluarlah dulu," ucap Rafka menyambung ucapan Mamang.
Hanin menganggukkan kepalanya kemudian keluar dari mobil, sedangkan Rafka keluar dengan bantuan Mamang.
"Mamang, kamu istirahat di sini saja dan kamu bisa ke kantin kalau kamu lapar," ucap Rafka sambil memberikan uang lima puluh ribu pada Mamang.
"Terimakasih Dokter," ucap Mamang dengan semangat.
"Hanin ayo kita masuk," ajak Rafka pada Hanin setelah memberikan uang pada Mamang.
Hanin menganggukkan kepalanya kemudian mengikuti Rafka yang mendorong kursi rodanya.
Saat memasuki rumah sakit ada jalan sedikit tanjakan dan Rafka sedikit kesulitan mendorong kursi rodanya. Melihat hal itu Hanin spontan membantu Rafka dengan mendorong kursi rodanya dari belakang.
"Biar aku membantumu Raf," ucap Hanin melihat kening Rafka mulai berkeringat.
Rafka hanya menganggukkan kepalanya, membiarkan saja Hanin yang mendorong kursi rodanya.
"Hanin, kita ke sana dulu. Aku mau menemui Dokter Irwan dulu di kantornya," ucap Rafka sambil menunjuk arah ke kanan.
Hanin menganggukkan kepalanya segera belok kanan seperti arahan Rafka.
"Kita sudah sampai Nin," ucap Rafka mengingatkan Hanin untuk berhenti. Tepat di depan pintu ruangan yang cukup besar, Rafka mengetuk pintu dan membukanya dengan di bantu Hanin.
"Dokter Rafka! Akhirnya anda datang," Sapa Irwan seketika berdiri melihat kedatangan Rafka.
"Ya, seperti janjiku kemarin. Kenalkan dia Hanin," ucap Rafka sambil memperkenalkan Hanin pada Irwan.
"Hanin? Hanin kekasih anda yang dulu kan? Wah, anda menikah tidak mengundang saya Dok?" Ucap Irwan dengan spontan.
Wajah Rafka dan Hanin seketika memerah mendengar ucapan Irwan.
"Bukan, Hanin istrinya Tuan Hasta," sahut Rafka dengan cepat.
"Oh, maafkan aku Nyonya Hanin. Sungguh aku tidak bermaksud apa-apa. Karena yang aku tahu, Rafka dulu sering membicarakan tentang kekasihnya Hanin. Ternyata beda orang," ucap Irwan segera meminta maaf pada Hanin.
Hanin hanya menganggukkan kepalanya dengan tersenyum dan wajah yang masih merah.
"Dokter Irwan, bagaimana keadaan Tuan Hasta saat ini?" Tanya Rafka mengalihkan pembicaraan dan bertanya langsung ke pokok permasalahannya.
Mendapat pertanyaan tentang kondisi Hasta, raut wajah Irwan langsung berubah serius.
"Kondisi pasien anda masih dalam keadaan kritis Dok. Tidak ada pergerakan sama sekali. Sepertinya...," Irwan tidak meneruskan ucapannya selain melihat ke arah Hanin dengan tatapan sedih.
"Sepertinya apa? Katakan saja," sahut Rafka dengan wajah serius.
"Sepertinya pasien tidak bisa bertahan Dok," ucap Irwan dengan suara hampir tidak terdengar.
Mendengar jawaban Irwan yang mengatakan Hasta tidak bisa bertahan hati Hanin seketika hancur dan menangis sedih.
"Rafka, bagaimana ini? Tolonglah Mas Hasta, Raf. Aku mohon padamu Raf," Ucap Hanin dengan tatapan memohon menggenggam tangan Rafka untuk bisa menyelamatkan Hasta.
"Hanin, tenanglah. Jangan menangis lagi. Aku akan berusaha yang terbaik untuk Tuan Hasta," ucap Rafka merasa sedih segera mengusap air mata Hanin yang mengalir di pipinya.
"Aku akan melihat keadaan Tuan Hasta dulu. Kamu istirahat saja di sini," ucap Hasta tidak ingin Hanin kenapa-kenapa.
"Tidak Raf, aku ikut denganmu. Aku mau melihat Mas Hasta. Aku mohon Raf," ucap Hanin lagi kembali menggenggam tangan Rafka untuk mencari kekuatan.
"Baiklah Hanin, kamu bisa ikut. Tapi kamu harus bisa tenang, aku tidak mau kamu kenapa-kenapa," ucap Rafka dengan wajah serius.
Hanin menganggukkan kepalanya kemudian melepaskan genggaman tangannya.
"Dokter Irwan, bisa kita ke sana sekarang?" Ucap Rafka pada Irwan yang masih berdiri di tempatnya dengan banyak pertanyaan di kepalanya saat melihat interaksi antara Hanin dan Rafka yang terlihat saling menyayangi.
"Bisa Dok," sahut Irwan setelah sadar dari keterpakuannya.
Bersama Irwan, Rafka dan Hanin pergi ke ruang ICU di mana Hasta di rawat.
Setelah sampai di ruang ICU, Rafka meminta pakaian steril pada perawat dan memberikannya ke Hanin.
"Hanin, pakai pakaian ini," ucap Rafka dengan tatapan kuatir melihat Hanin terlihat gemetar.
"Dokter Rafka, biar saya membantu anda," ucap perawat saat melihat Rafka hendak memakai pakaian sterilnya.
Rafka menganggukkan kepalanya, sudah biasa dengan bantuan asistennya Irwan.
Setelah mereka bertiga memakai pakaian steril, mereka masuk ke dalam ruang ICU.
Asisten Irwan mempersiapkan peralatannya dan ia letakkan di atas meja.
Rafka menatap wajah Hasta yang terlihat putih pucat. Entah kenapa, ada perasaan bersalah saat melihat keadaan Hasta yang menyedihkan.