Kedua sampai Keseratus

Aku terus bertanya selagi kehidupan keduaku tengah dirancang, apa yang harus kulakukan? Waktu telah berlalu dan kuyakin dunia sedang berevolusi. Aku tak tahu apakah perasaanku juga ikut berubah seiring perkembangan zaman. Apakah kemunculan dendam dan amarah juga bagian dari perkembanganku? Sebagai sesuatu yang belum jelas kehidupannya, aku tak punya keberanian menyebut ini sebagai perkembangan.  Kupikir aku akan menjadi orang yang bijak dengan segala pemahamanku tentang keseimbangan dunia. Tapi ternyata, aku lebih manusiawi dari dugaanku. 

Mungkin kehidupanku yang sebelumnya terlalu sibuk memastikan ketidakpastian. Baru kusadari, ini pertama kalinya aku merasa marah dengan tingkat kefokusan tinggi. Rasanya sangat tidak nyaman. Sampai-sampai, aku merasa optimis bila disuruh mencabut jantungku sendiri. Yang kutahu, perasaan tak nyaman ini berasal dari sana, dan mungkin aku takkan segan menghilangkannya tanpa berpikir rasional. Karena menurut penelitianku selama ini, amarah memberikan dampak yang besar terhadap rasionalitas manusia. Buktinya, si jenius ini lupa kalau jantungnya sudah tak berbentuk lagi. 

Aku cukup senang wujud abstrak ini tidak bertahan selamanya. Tapi perasaan mengganggu itu tidak pernah pergi bahkan setelah aku lahir kembali.  Bagaimana aku bisa menghilangkan ketidaknyamanan ini? Sesuatu yang kalian sebut sebagai bisikan iblis berkata, "Kamu harus membalas kakakmu! Kamu harus mengutuknya seumur hidup!" Tapi tunggu sebentar, pembalasan macam apa yang akan kau lakukan dengan tubuh seekor kucing betina? Membuang kotoran di bantalnya atau mengencingi mayatnya? Aku sudah melakukan keduanya, tapi masa hidupku cuma seminggu sebelum pengikut fanatiknya menyiksaku sampai mati. 

Waktuku terhenti kembali di tempat yang kusebut berada di luar ruang dan waktu. Bila dihitung dengan satuan waktu manusia, kupikir tak cukup lama, tapi menghabiskan milyaran detik dari kematian ku yang kedua. Kali ini aku lahir sebagai bakteri. Sedikit memalukan untuk memperkenalkan diri, tapi aku akan mencoba bangga menyebut namaku sebagai Treponema Pallidum. Lahir sebagai parasit bukanlah sesuatu yang pernah kubayangkan seumur hidup. Sungguh, aku tidak bermaksud menyiksa kalian dengan sifilis. Kalian harus tahu bahwa aku sangat bersyukur karena hanya hidup selama satu menit. Sebagai mantan ilmuwan yang ingin membawa dunia pada cahaya, kehidupan semacam ini adalah aib. Jadi kumohon, lupakan saja jika kalian menghargaiku. 

Selanjutnya kehidupan keempatku. Sejujurnya aku tak yakin untuk menceritakan setiap kehidupanku. Akan tetapi, kupikir kalian harus tahu titik-titik terpenting dari reinkarnasi yang tiada henti ini. Misalnya kehidupanku saat jadi amoeba, atau saat menjadi virus. Tapi yang utama adalah kapan aku terlahir kembali sebagai manusia. 

Tanggal kelahiranku bertepatan dengan perayaan 1000 tahun kelahiran IPTEK. Saat mengingat kejadian di masa lampau, aku berpikir kalau ini adalah takdir yang manis. Tapi ternyata, harapanku terlalu tinggi pada kehidupanku yang ke-100. Angkasa yang semula kukira langit malam, rupanya cuma sebatas kolong jembatan. Atas jasa yang telah kuberikan pada umat manusia di masa lalu, mengapa aku harus hidup sebagai gelandangan?

To Be Continue

Jangan lupa tinggalkan jejak ya kawan...

🥺🙏