Hari terus berjalan, hidup berputar seperti perputaran roda sepeda. Kadang roda berputar sangat mulus, kadang juga mengalami benturan-benturan. Ya inilah hidup yang harus dinikmati. Sausan menjalani hari-hari penuh dengan semangat. Setelah sekian lama hidup berpindah tempat. Keluarga Sausan dapat membeli tanah dan memindahkan rumah papan dan geribik yang telah dibeli sebelumnya. Rumah papan dan geribik yang dibeli dulunya dipindah dengan digotong oleh masyarakat ke tanah numpang (tanah pinjam untuk tempat tinggal). Setelah dapat membeli tanah, maka rumah itu dipindah lagi ketanah milik keluarga Sausan. Setelah sekian lama tinggal numpang dan berpindah tempat, menjadi sebuah pencapaian yang sangat luarbiasa sudah bisa menetap ditanah sendiri.
Setelah pulang sekolah Sausan pamit untuk main ke rumah teman. Sausan mengendarai sepeda menuju tempat yang dituju, bukan tempat teman yang dia maksud tapi sebuah tempat untuk membuat permen jahe. Sausan dengan beberapa teman mendapat tawaran untuk membungkus permen jahe. "Panas bener ini". Keluh Susan ketika memegang adonan permen yang terhampar di atas meja kayu panjang, proses pembungkusan diawali dengan pemotongan kecil-kecil adonan permen, kemudian dibungkus. "Ya, ginilah namanya kerja San, ga ada yang gampang, sebanyak kita bungkus permen jahe ini, kita juga dapat upah banyak". Kata Dian sambil terus membungkus permen jahe. Upah membungkus permen jahe dihargai 100 buah Rp.100, setara dengan harga naik mubil bis dari desa Sausan ke Sekolah.
Tangan lembut dan tipis yang sedari kecil tidak pernah dipakai untuk kerja keras, harus merasakan panasnya adonan. Sausan sehari-hari di rumah hanya diberi tugas menyapu, cuci piring dan strika baju. Meski keluarga pas-pasan tapi kedua orang tua tidak pernah memaksakan ke Sausan untuk bekerja, cukup kerjaan yang utama adalah belajar. Dalam hati Sausan merasa kesedihan yang luar biasa. Ternyata seperti ini beratnya mencari uang. Bagaimana lelahnya orang tuanya selama ini, Abah kerja tukang, buruh tani, membuat pekakas rumah tangga dari almunium dan Mamak keliling cari pekakas rumah tangga yang rusak untuk diperbaiki lagi , Mamak ke luar rumah mengayuh sepeda membawa karung dan berteriak sambil ngomong "Dandang, panci yang jebol ditembel diganti" begitu seterusnya keliling di desa bahkan desa sebrang, setelah dibawa pulang, dibenerin oleh Abah, Mamak kembali mengantarkan barang tersebut baru dikasih upah.
Hujan turun dengan deras, hari sudah semakin sore, Sausan terus membungkus permen jahe. Berapa pun hasil hari ini, ini adalah usahanya mencari uang. Malam semakin dekat, hujan tak jua reda, dengan terpaksa Sausan pulang mengayuh sepeda dalam keadaan hujan. Sampai di rumah Sausan basah kuyup dan mendapat Omelan dari Mamak. " Dari mana, jam segini baru pulang"? Temen mana?, gak kaya biasanya, main apa?, dari mana kamu?, ga tau apa orang tua kawatir". Mamak hobi kalau ngomel, ga ada deh yang bisa ngelawan omelan Mamak. "Sebenernya, ga main tempat temen". Kata Sausan dengan rasa takut, karena berbohong. "Trus dari mana, basah kuyup, bohong lagi sama Mamak, apa ga takut dosa!". Omel Mamak, Abah cuman geleng kepala liat Mamak ngomel dan liat anak basah kuyup. Abah menyuruh Sausan untuk segera ganti baju dan Sholat Magrib. Sausan bergegas, setelah selesai Sausan menceritakan kepada Mamak dan meminta maaf atas kebohongannya. Mamak seketika menangis ketika tahu maksud Sausan bekerja membungkus permen untuk membantu cari uang. "Ga usah mikir duit, ga perlu kerja, cari duit itu urusan Abah dan Mamak, cukup kamu belajar, sekolah, ngaji". Mamak nangis sambil meluk Sausan. "Cukup, biar Mamak sama Abah yang susah, anak-anak jangan!, Mamak keliling cari bodolan, ya bisanya itu, Abah jadi buruh, kuli, anak-anaknya jangan ada yang niru". Mamak meminta Sausan selanjutnya untuk tidak kembali membungkus permen jahe, apapun alasannya.
Sausan pun pasrah, tekatnya membantu tidak mendapat izin dari Orang Tua. Tapi Sausan tidak kehabisan akal, Sausan membuat kerajinan tangan dari bahan manik-manik, kemudian dibuat cincin, kalung dan ditawarkan keteman-teman dan siapa saja.
Di Sekolah.
"San, ada tamu, silahkan ditemuin". Kata Guru SMPN Sausan ketika masuk kelas. Sausan segera keluar kelas untuk bertemu dengan tamu yang dimaksud. "loh, ngapa Aa", ga sekolah". Sausan heran liat Kakak ke -4 tidak sekolah tapi menemui Sausan di sekolah. Hening, Sanjai hanya terdiam dan ragu-ragu untuk berbicara. Dengan berat hati, Sanjai pun mengutarakan maksudnya. "Dek, yang pinter belajarnya", Sekolah terus jangan sampai ga selesai". Sanjay menarik nafas dan melanjutkan perkataannya. " Aa' mau kerja jauh, jadi ga bisa jagain kamu, jangan pacaran pokoknya terus belajar. " Nanti Aa' beliin radio biar bisa belajar Qiro' Ama lagu-lagu nasyid". Sanjay memandang Sausan, seolah akan pergi jauh dan berat melepaskan. "Aa' bukannya Abah dan Mamak pingin kita semua Sekolah, biar bisa merubah nasib keluarga kita, kok malah Aa' mau putus sekolah lagi, kemarin udah ga' sekolah setahun, sekarang tinggal bentar lagi ujian kelas 3 kok malah keluar, kan sayang". Sausan menyangkal keinginan kakaknya. "Saya ini orang laki, ga mau nyusahin orang tua, apalagi punya adik, ya harus ikut mikir, makanya mending kerja". Jawab Sanjay yang kekeh dengan keinginannya. "Dah gitu aja, Aa' ga minta persetujuan, Aa' cuman ngasih tau dan pamit, inget pesen Aa'. Sanjay kemudian menyuruh Sausan untuk kembali ke Kelas dan Sanjay pergi. Sejak saat itu, Sausan tidak bertemu Aa' Sanjay. Setelah kepergian Sanjay, Sanjay pun mengirimkan hasil kerja ke orang tua dan membelikan Sausan radio. Sausan senangnya bukan kepalang, radio selalu menemani Sausan selama di rumah sampai hendak tidur, baik diputar berita, nasyid sampai hapalan juz 'amma.
Pengorbanan penuh pertimbangan, siapa yang berhak menerima pengorbanan, tentu orang-orang terkasih. Kepergian orang-orang terkasih jauh di mata tapi akan selalu dekat dihati. Bahkan saat kepergiannya melepas ruh dari raganya, sama sekali tak terpikir telah Meninggal. Hanya terpatri disanubari pergi sejenak merantau, kepergian yang tak pernah kembali.