" Apa yang kau lakukan. Minggir." sinta mencoba mendorong dion. Sinta tak mampu mendorongnya. Tubuhnya yang atlethis, menempel pada pintu. Sulit bagi sinta untuk menggeser posisi dion.
Dion tak bergeming, dia menatap dalam pada sinta.
" Apa maumu, dion." pertanda sinta menyerah.
" Kau tenang saja. Aku tidak akan melukaimu. Baik fisikmu ataupun mentalmu." ucap dion.
" Jelaskan padaku mengapa sikapmu dingin terhadapku? Dan juga, beritahu aku alasanmu mengakhiri hubungan kita." dion semakin memojokkan sinta.
" Dion, mami dan papimu akan mencari kita, kita harus kembali!" sinta mengalihkan pembicaraan.
" Jawab saja apa yang kutanyakan padamu." ucapan dion semakin sarkas.
Sinta tak berbicara. Namun dia sudah melangkahkan kakinya ke belakang perlahan-lahan.
" Hentikan." sentak sinta.
" Apa yang harus ku hentikan? Rasa cintakukah?"
" Cukup dion, cukup." sinta sudah melayangkan fikirannya pada hal yang tidak-tidak. Membuatnya bergidik sendiri. ' Entah apa yang kau fikirkan. Berhentilah dion, sebelum aku yang melemparkan diriku padamu. Kumohon berhenti.' batin sinta.
" Memang apa yang akan ku lakukan padamu, sayang? Aku tidak serendah itu." tawanya. " Aku akan melakukan apa yang kau fikirkan, jika kau menginginkannya. Haruskah kita melakukan itu?" dion menggoda sinta.
Hampir saja sinta melakukan apa yang ada di fikirannya. Tiba-tiba ponsel dion berdering.
Dion menjauh dari sinta dan mengangkat panggilan pada ponselnya. Sementara sinta, menghembuskan nafasnya lega.
" Kali ini, aku tidak akan meminta penjelasanmu. Tapi satu hari nanti, aku pastikan kau akan mengatakan apa yang ingin aku dengar."
Dion melangkah keluar meninggalkan sinta. Berkali-kali sinta menarik dan menghembuskan nafasnya kasar, mencoba menenangkan jantungnya yang bedegup sangat kencang. Bahkan ia merasa jantungnya seakan melompat keluar dari tempatnya.
" Hufffttthhh... hampir saja." seru sinta.
*******
Di kamarnya, sinta mencoba berfikir. Seandainya malam ini apa yang di fikirkanya terjadi, akankah dion dan dirinya tak terpisahkan lagi? Akankah alena tak lagi menjadi penghalang?
Hingga akhirnya sinta tertidur.
*****
Hari ini sinta memutuskan menjenguk ayahnya. Dia begitu merindukan mereka. Tiba di parkiran Rumah Sakit, sinta berjalan menuju loby. Akan tetapi, mood sinta rusak. Karena, alena berdiri tepat di hadapannya.
" Bukankah sudah ku peringatkan padamu untuk tidak mendekati dionku lagi?" ucap gadis berparas cantik itu.
" Maaf, aku tidak bermaksud mendekati dion. Aku hanya memenuhi tanggung jawab ku sebagai seorang anak." jawab sinta.
" Baik, kali ini aku percaya padamu. Tapi jika aku melihat bahwa apa yang kau ucapkan tidak sesuai, kau tahu akibatnya." gadis itu memperingatkan sinta.
Dia berjalan meninggalkan sinta yang mematung. Sebelum menjauh, ia berkata " atau mungkin konsekuensinya bisa ku tukar dengan nyawa seseorang." dia pun berlalu.
Sinta bergidik mendengar ancamannya.
Alena, bukan gadis biasa. Dia adalah anak seorang mafia terbesar di negara ini. Dia sanggup melakukan cara apapun demi mencapai tujuannya.
Ya, dialah penyebab perpisahanku dan dion tanpa dion ketahui alasannya. Karena yang alena inginkan adalah dion membenciku dan meninggalkanku.
Dia tahu betul, jika dia menghasut dion untuk membenci sinta, itu adalah hal yang mustahil. Begitupun sebaliknya. Jadi, dia harus memojokkan seseorang.
Alena pernah memojokkan dion. Namun sia-sia. Dengan mudah dion bisa melepaskan dirinya.
Akhirnya, sintalah yang menjadi sasarannya. Alena, memanfaatkan sinta yang berhati lembut untuk mendapatkan dion.
Tidak disangka, setelah sinta meninggalkan dion 10 tahun lamanya, alena tetap tidak bisa mendapatkan hati dion.
Sampai sekarang alena masih bersabar. Dia merasa harus membri waktu lebih untuk dion.
****
" Bagaimana pekerjaanmu, nak?" tanya ayah sinta.
" Tidak ada masalah serius pah, papah istirahat saja dengan baik." sinta menenangkan.
" Kamu jangan terlalu lelah, sayang." ucap ibunya seraya mengelus rambut sinta yang panjang.
Sinta menganggukan kepalanya dan memeluk ibunya.
Sinta begitu menyayangi kedua orangtuanya.
*****
' Sampai kapan kau akan seperti ini dion?' batin sinta.
****
Hari ini saat jam makan siang, sinta dan dewi makan bersama.
" Wi, menurutmu apakah aku harus menjelaskan penyebab perpisahan kami pada dion?" tanya sinta. Suaranya menandakan sinta merasa putus asa.
" Sin, kau tahu betul betapa mengerikannya alenakan? Dia tidak ingin dion mengetahui segalanya dan berakhir dengan membencinya. Hingga pada akhirnya, dion membenci dia." kenang dewi.
" Kau benar. Karena hal inilah dulu dia hampir membunuhku." Sinta ikut mengenang. " Bahkan orangtuaku dan kedua orangtua dion, harus terlibat. Sekarang, baik aku, orangtuaku, maupun orangtua dion tak bisa mengatakan apapun."
" Tapi, suatu hari nanti dion tetap harus tahu." jelas dewi.
" Ya."
" Sudahlah sin, jangan kau fikirkan lagi."
Sinta menanggapinya dengan senyum.
" Oh, iya sin. Apa kamu tidak menjenguk tante arini?"
" Sebenarnya, aku ingin. Tapi kau pasti mengerti alasanku."
" Ku dengar dari arya, besok dion ada perjalanan bisnis. Kurasa kau bisa menjenguknya."
" Benarkah, terima kasih. Kau benar-benar sahabat terbaikku." ada binar kebahagiaan di mata sinta.
Beberapa hari yang lalu, saat Sanjaya Group merayakan hari jadinya, mami dion tiba-tiba saja pingsan. Karena menghindari dion, sinta belum menjenguknya.
****
" Bagaimana kondisi mami sekarang?" sinta menjenguk mami dion tepat saat dion melakukan perjalanan bisnis.
" Sudah lebih baik sayang."
" Apa yang terjadi mi, mengapa ini bisa terjadi?"
" Begitulah mamimu, nak." timpal papi dion. Sinta tersenyum manis.
" Pi, apa mami bersikeras menyiapkan semua hal sendiri saat acara kemarin?" sinta melirik ke arah mami dion. Yang di lirik hanya tersenyum.
" Sinta, kau sangat tahu sifat mamimu. Sangat mirip dengan dion bukan?" Ya dion dan maminya, memang sangat keras kepala dan gigih dalam memperjuangkan sesuatu.
Jangan di tanya, bahkan beliau masih memperjuangkan sinta untuk menjadi menantunya.
" Sayang, kalau saja wanita itu tidak terobsesi pada dion kita, mungkin saat ini kau sudah menjadi menantu kesayanganku." terdengar nada penyesalan dari suaranya.
" Mami benar." ucap papi dion.
" Papi, mami, yang sudah terjadi tidak bisa kita sesali. Sebaiknya, sekarang kita mencoba yang terbaik saja." sinta mencoba tegar. Memeluk mami dan papi dion bergantian.
Mami dan papi dion, sudah menganggap sinta layaknya putri mereka sendiri.
" Kalau begitu, sinta pamit dulu ya. Mami banyak istirahat. Papi juga ya, jangan sampai papi ikut sakit." sinta mencium orangtua dion seraya berpamitan.
" Kamu hati-hati ya nak. Terimakasih karena kamu masih perhatian pada kami." ucap papi dion.
" Iya, nak. Kamu yang sabar ya sayang. Semua pasti ada jalan keluarnya." timpal mami dion.
" Iya pi, mi. Sinta menyayangi kalian." setelah itu sinta keluar.
Setelah sinta pergi, mami dan papi dion berbincang-bincang.
" Pi, apa tidak ada yang bisa kita lakukan untuk menyatukan sinta dan dion?" ucap mami lirih.
" Entahlah, mi. Papi juga tak mengerti" jawab papi.
Mereka begitu ingin menyatukan dion dan sinta. Namun mereka belum menemukan cara yang tepat.