Pertanggung Jawaban

Semakin hari, dion semakin gelisah. Dia masih merasa bersalah atas kejadian yang menimpa alena waktu itu. Akan tetapi dion tidak bisa melepaskan sinta.

Dion tak pernah tahu, jika saat itu dia berada di bawah pengaruh obat perangsang. Alena sudah kehabisan cara untuk merebut hati dio.

Hingga akhirnya, ia melemparkan dirinya sendiri dengan cara yang tak di sangka.

' Hahhh... haruskah aku melepaskan sinta?' dion berucap dalam hati. ' Tapi aku tidak mencintai alena sedikitpun.' dion semakin gelisah.

Bahkan pekerjaan yang sudah menumpuk belum di kerjakannya sedikitpun. Begitu khawatirnya dion, hingga dia tidak menemukan jalan.

' Haruskah aku menceritakan hal ini pada arya atau kedua orangtuaku? Tidak-tidak. Mereka semua pasti meminta ku melepaskan sinta dan menerima alena. Aku tak bisa.' kali ini dion benar-benar tenggelam dalam fikirannya.

Dia tak menyadari arya yang sudah berkali-kali memanggilnya. Aryapun mulai memikirkan cara menjahili temannya itu. Dia mulai melebarkan senyum sumringahnya dan menaikkan sebelah alisnya.

Tiba-tiba dion menggebrak meja kerja dion dengan berkas yang dia bawa.

Brakkk... Dion terlonjak dari duduknya dan melihat ke arah arya yang mengerjainya. Arya sudah tertawa terpingkal-pingkal melihat reaksi temannya itu. Arya bahkan sampai merasa perutnya sakit dan meneteskan air mata karena merasa sangat lucu.

" Sudah puas mengerjaiku?" dion bernada sarkas.

" Hahaha.... kau...hahaha... sangat....hahaha... lucu... dion...hahaha..." arya sangat puas mengerjai dion. " Wajahmu... sangat... lucu..." lanjutnya.

" Sudah berhentilah tertawa. Ada apa kau ke ruanganku." dion merasa kesal.

" Tunggu sebentar... biarkan aku... mengatur nafasku... dulu..." aryapun menarik nafas dalam. beberapa waktu dia melakukan hal yang sama hingga nafasnya normal kembali.

" Baiklah, ini hasil meeting hari ini dengan EFG." arya menyerahkan berkas yang tadi di pakainya untuk mengejutkan dion.

Dion membaca berkas dengan teliti. membalik setiap halaman dan memeriksa dengan baik.

" Baguslah. Ternyata kau bisa di andalkan." goda dion.

" Memang sejak kapan aku tidak bisa di andalkan?" jawab arya ketus.

" Ya, ya... kau memang selalu bisa ku andalkan." puji dion.

" Sebenarnya ada apa denganmu dion? Aku perhatikan, kau banyak melamun hari ini." arya sangat penasaran dengan apa yang terjadi dengan temannya ini.

" Hmmmmhhh.... sudahlah jangan dibahas lagi. Itu membuatku sakit kepala." arya menghembuskan nafas kasar.

*****

Ponsel dion berdering. Dion melihat nama yang tertera. ' Alena. akhirnya kau menghubungiku.' jantung dion berdegup kencang.

" Alena, ada apa kau menghubungiku?" tanya dion. Setelah kejadian itu berlalu satu bulan lamanya, alena menghubungi dion.

Hal yang paling di takuti dion, alena meminta pertanggung jawabannya.

" Aku harap kau tidak melupakan apa yang sudah kau lakukan padaku waktu itu." ucap alena dari sebrang sana.

" Jadi, apa yang kau inginkan?"

" Kau jelas tahu apa yang harus kau lakukan. Kenapa kau malah bertanya padaku ke inginanku?"

" Sebaiknya, kita bertemu untuk membahas masalah ini."

" Baik, malam ini di cafe milenia jam 7."

Mereka memutuskan untuk bertemu dan menyelesaikan permasalahan mereka.

*****

" Maafkan aku alena, aku tak bermaksud melakukan hal itu padamu." ucap dion menyesal.

" Jadi, apa kau mau hal ini tak perlu di pertanggung jawabkan dion?" alena menunjukkan wajah sedihnya.

" Tapi aku tak mungkin menikahimu??!! Apa kau ingin menikah tanpa ada cinta di antara kita?"

" Aku tahu, kau hanya mencintai sinta. Hiks..."

Mereka berdebat cukup lama. Dion bersikukuh tidak ingin menikahi alena. Sementara bagi alena, ini adalah hal yang harus di perjuangkannya.

Tanpa mereka sadari, ada beberapa orang yang mendengarkan percakapan mereka. Mereka sangat terkejut. Mereka tidak menyangka, jika dion yang mereka kenal, rela melakukan hal serendah itu.

" Sepertinya, kita tidak akan mencapai kesepakatan. Kita harus memikirkannya lagi." ucap dion. Dion mulai berdiri dan hendak melangkahkan kakinya keluar dari cafe.

" Jadi maksudmu, bayi ini harus pergi?" alena setengah berteriak. Dion terkejut bukan main. dengan segera dia membalikkan tubuhnya.

" Bayi? Jadi.. kau..?" dion menatap tak percaya.

Tangis alena pecah. Dia membuka tasnya, mengeluarkan benda pipih kecil dan meletakkannya di atas meja.

Dion mengambilnya dengan tangan bergetar. Dia membelalakkan matanya melihat ada 2 garis berwarna merah di sana. Pertanda , bahwa alena benar sedang mengandung.

Dion semakin bingung.

" Dion, kau harus bertanggung jawab." ada suara dari belakang dion yang tidak asing di telinganya. Membuat dion terkejut.

" Sinta.." ucap alena dan dion bersamaan. Alena menyeka air matanya.

" Sejak kapan kau di sini." dion bertanya.

" Kau harus bertanggung jawab, dion" sinta mengulangi ucapannya. " Apa kau lupa, bahwa hubungan kita sudah lama berakhir?"

" Tidak sinta, aku tidak bisa melepaskanmu." dion memohon dan menggenggam tangan sinta. Namun sinta menarik tangannya

" Dengar dion, bayi itu tidak bersalah. Kau harus memberinya kasih sayang. Lupakan aku, dan belajarlah mencintai alena." sinta berlalu. Tanpa sadar, air matanya telah tumpah. Dewi mengejar sinta dengan segera.

" Aku kecewa padamu teman." arya menepuk bahu dion. Kemudian diapun ikut berlalu.

Sia-sia sudah perjuangan dion mempertahankan sinta. Sementara alena tertawa puas dalam hatinya. Dia bahagia srkarang. Akhirnya, sinta sendiri yang meminta dion menikahi alena.

" Aku akan bertanggung jawab. Sekarang, kau pulanglah. Tunggu kedatanganku bersama orangtuaku." akhirnya, dion memutuskan menikahi alena. Diapun berlalu.

Tinggallah alena sendiri di cafe itu. Dia tersenyum puas. Hatinya begitu gembira.

*****

" Kau harus bersabar sin." dewi mencoba menenangkan sinta. Sinta menangis sesenggukkan.

" Akhirnya wi, aku benar-benar harus melupakan diin" ucap sinta.

" Sudahlah sin mungkin kalian tidak berjodoh." ucap arya.

Sinta tidak menyangka, mulai hari ini dia harus merelakkan semua.

Kenangan tentang dion, hanya bisa dia simpan dalam hatinya. Hatinya sungguh teramat sakit, hingga dadanya terasa sesak.

*****

Kedua orangtua dion sedang bersantai. Mereka sedang asyik bercengkrama. Din menghampiri mereka. Dia ragu untuk memberitahu mereka. Mau tidak mau, dion harus memberitahu orangtuanya.

" Mi, pi, aku... akan menikahi alena."ucap dion.

Kedua orangtua dion terkejut. Bagaimana tidak, pasalnya selama ini dion tidak pernah mendekati alena. Dion begitu mati-matian mengejar sinta. Membujuk sinta untuk kembali padanya.

Namun kabar ini begitu mengejutkan mereka.

" Apa maksudmu? Pernikahan itu bukan permainan dion?" ucap maminya.

" Dion paham, mi??!!"

" Lalu, apa ini? Membicarakan pernikahan tiba-tiba." papi dion bingung.

" Dion, sudah melakukan kesalahan besar pi, mi." dion menundukkan kepalanya.

Mereka terdiam. Mami dan papi dion saling berpandangan.

" Jelaskan pada kami perlahan dion." ucap papinya tegas.

" Alena, mengandung anakku." dion semakin menundukkan kepalanya.

Plakk...

Sebuah tamparan tepat mendarat di pipi dion. Maminya merasa sesak di dada begitu menghimpit. Beliau kini harus merelakan sinta. Beliau begitu memimpikan sinta menjadi menantunya. Tapi kini, semua hancur.