Alena sebenarnya gadis yang cantik. Namun, dia menjadi terobsesi pada dion. Awalnya alena biasa saja. Dia lebih dekat dengan sinta.
Sinta dan dion mengenal alena adalah gadis yang baik. Dia mudah bergaul dan cukup populer. Meski kepopulerannya tidak seperti sinta, namun alena tidak pernah iri. Jika di peringkatkan, alena ad di posisi kedua.
Saat itu alena memiliki kekasih. Namun, kekasihnya itu hanya memanfaatkannya. Saat alena mengatahui hal itu, dia langsung membalasnya tanpa ampun. Hingga akhirnya, mantan kekasih alena tersebut pindah keluar kota.
Sinta yang mengetahuinya, hanya mampu terdiam dan tak memperpanjang masalah itu.
Alena tahu, jika sinta sudah mengetahui masalah itu. Dia memutuskan tetap diam selama sinta tidak mengganggunya.
Darmawisata, yang dilangsungkan sekolah, adalah saat pertama kali alena merasakan dia menginginkan dion lebih dari sekedar teman.
" Semua siswa, segera bawa barang-barang kalian ke tenda dimana grup kalian sudah di tentukan." ucap seorang guru, dengan pengeras suara.
Saat itu sinta, dewi, alena, dan riska adalah teman satu tenda.
" Baik bu...." seru semua siswa. Karena darmawisata berlangsung selama 3 hari 2 malam, banyak perlengkapan yang mereka bawa.
Sinta saat itu tidak terlalu banyak membawa barang. Begitu pun dengan dewi, dion dan arya. Dion yang melihat alena cukup kesulitan, menolongnya.
" Sini biar ku bantu." ucap dion tulus sambil menatap alena lembut dan tersenyum. Alena tersipu malu di buatnya.
" Trimakasih dion." jawab alena.
Saat itu alena tidak ingin menikung sinta. Dia tidak ingin merusak hubungan sinta dan dion. Akhirnya dia memendam perasaan itu sendiri.
Lama berselang, ternyata perasaan alena tak bisa lagi di tutupinya. Dia memutuskan untuk merebut hati dion.
Dion yang tak menyadari perasaan alena, bersikap layaknya teman dekat. Namun alena, salah mengartikannya. Dia menganggap dion memberinya kesempatan.
Hingga suatu hari, sinta tak sengaja melihat alena bicara dengan adik dari mantan kekasihnya, yang juga adik kelasnya.
Dia memohon pada alena untuk memaafkan keluarganya.
" Kak, tolong maafkan kelurga kami kak." pinta gadis itu.
" Memaafkan katamu? Setelah kakakmu sudah menyinggung perasaanku?"
" Aku tahu kak, tapi ku mohon kak." pintanya lagi.
" Baik, jika itu maumu. Dengarkan aku baik-baik. Keluargamu, harus melihat kematianmu. Bagaimana?" kekejaman alena membelalakkan mata mereka sinta dan adik mantan kekasih alena. Gadis itu lama berdiam diri sambil berfikir.
Sinta sudah tak bisa berdiam diri lagi.
" Alena, kau sudah bertindak terlalu jauh." alena dan gadis itu terkejut.
" Bukan urusanmu. Sebaiknya kau jangan ikut campur." sinta terkesiap. Senentara gadis itu tertunduk menahan amarah.
" Bukannya aku ingin ikut campur masalahmu. Tapi ini sudah di luar batas kemanusiaan, alena."
" Hmmm... Kau tidak berhak mengguruiku. Sebaiknya kau pergi sekarang" gadi kecil itu hampir berada di ambang batas kesabarannya. Dia tak menyangka alena lebih kejam dari yang dia lihat.
Sinta bimbang. Gadis kecil itu pun terdiam. Sementara alena menanggapi mereka dengan tatapan dan nada suara yang dingin.
" Bagaimana? Apa kau sudah mengambil keputusan?" tanya alena pada gadis itu. Gadis itu masih terdiam membisu.
" Alena, kejadian itu sudah lama terjadi. Sudah lebih dari 2 tahun yang lalu." sinta mencoba melunakkan hati alena.
" Tahu apa kau tentang hatiku? Aku yang merasakan sema itu. Kau tidak berhak mengatur hidupku." alena bicara dengan penuh penekanan. Emosinya tertahan dalam nada bicaranya.
" Memang bukan aku yang merasakannya. Tapi apa kau tidak berlebihan sampai menginginkan nyawa adiknya sebagai ganti kesalahan kakaknya?" gadis kecil itu terharu mendengar pembelaan sinta.
" Jadi menurutmu itu berlebihan?" alena berdiri dari duduknya dan menatap sinta tajam. " Karena kau sudah membuat kesabaranku habis, maka kau adalah sasaranku berikutnya. Bukankah sudah ku katakan jangan ikut campur?" alena menjambak rambut sinta.
" Arrrrggghhh..." sinta menjerit. Gadis kecil itu berdiri dengan wajah terkejut. Seketika alena menelpon seseorang.
" Hallo... Cepat masuk sebelum ada keributan." alena langsung menutup teleponnya.
Tak lama setelah itu, 2 orang pria berbaju hitam, masuk dan menghampiri mereka.
" Bawa mereka. Jangan sampai ada yang mencurigai." ucap alena kemudian dia berjalan mendahului mereka.
Kedua pria itu membawa sinta dan gadis itu tanpa mengundang kecurigaan sama sekali.
Saat di mobil, mata mereka berdua di ikat. Begitu juga dengan kaki dan tangan mereka.
' Maaf dion aku tak bisa datang merayakan hari jadi kita yang ke empat.' sesal sinta dalam hati.
' Maaf ka sinta, membuatmu terjebak dalam masalah keluargaku.' sesal gadis itu yang tak terucapkan.
Mereka di bawa ke suatu tempat.
" Buka penutup mata dan mulut mereka." perintah alena dan ditanggapi dengan anggukan kepala dua pria itu.
Alena menatap tajam pada mereka. Tatapannya seakan menggores mereka.
" Yang satu, gadis kecil yang berani membela keluarganya." seru alena dengan senyum miringnya. " Dan satu lagi gadis bodoh yang tidak mengerti apapun." ucapnya sarkas pada sinta.
" Alena, mengapa kau seperti ini?" tanya sinta.
" Apa yang salah dariku? Kau yang tidak mengenalku dengan baik sinta."
Sinta menghela nafas kasar.
" Lepaskan aku alena, keluarga ku akan mencariku." seru sinta.
" Lepaskan? Bukankah sudah ku beri kau kesempatan untuk pergi? Tapi apa yang kau lakukan? Kau terlalu sibuk mengurusi urusanku." alena seperti ingin melampiaskan amarahnya pada sinta.
Sementara sinta, hanya bisa pasrah. Sepenuhnya sinta merasa tidak berdaya.
" Baiklah jika kau ingin pergi. Kita buat kesepakatan." alena terjeda. Ekspresi sinta menampakkan binar harapan.
" Kau, pergi tinggalkan dion. Bagaimana?" sinta dan gadis kecil itu, terkesiap.
' Apa? alena benar-benar sudah gila.' batin gadis kecil itu.
' Dion? Tapi kenapa?' batin sinta.
" Kenapa aku harus meninggalkan dion? Apa kau tidak percaya bahwa aku tidak akan memberitahu orang lain masalah ini. Aku berjanji, masalah ini tidak akan tersebar luas." ucap sinta sungguh-sungguh.
"Hahahahaha..." alena tertawa. Sinta dan gadis itu merasa heran dan bingung tentang apa yang di tertawakan alena.
" Sinta, kau terlalu polos. Apa kau tidak menyadari sikap ku pada kekasihmu itu berbeda dari seorang teman?" sinta menerawang mencoba mengingat perilaku alena terhadap dion 3 tahun belakangan ini. Tiba-tiba, matanya membelalak terkejut.
" Aku tidak menyangka kau menyukai dion." ucap sinta.
" Ya. Tapi dion tidak pernah membalasnya. Aku bahkan pernah menyatakan perasaanku padanya." sinta benar-benar tidak habis fikir. " Aku tahu kau masih bersama dengan dion. Karena kau, dion tidak memilihku. Karena kau dion menolakku." alena semakin menatap sinta dengan sinis.
" Alena, itu bukan salahku."
" Itu salahmu sinta. Dia lebih mencintaimu. Dan aku benci kenyataan itu. Kau tahu, aku pernah mencoba mengubur perasaan ku padanya. Tapi nyatanya, aku tak pernah bisa. Aku sungguh tergila-gila padanya."
" Alena...." pembicaraan mereka terhenti karena ada suara dering ponsel.
Mereka terdiam sesaat. Lalu alena mengambil ponsel itu.
" Hallo, sinta sayang.... Kamu dimana? Mami cemas menunggumu nak??!!" seru wanita di seberang sana.
Ya, itu ponsel sinta. Dan yang menelepon adalah mami dion. Lama alena mendengarkan. Bahkan ekspresi wajahnya berubah merah padam akibat menahan amarah.
" Sinta.... Sinta.... Hallo...?" Tut..tut..tut... Ponsel di tutup.