Setelah pernikahan dion dan alena, dion memutuskan untuk membuka hatinya pada alena yang kini sedang mengandung anaknya.
Terutama saat dion melihat alena yang tak berdaya saat pagi hari. Alena selalu memuntahkan isi perutnya hingga ia merasa kelelahan.
Dion melihatnya, ia sangat iba. Hingga dion memutuskan hal itu.
" Kamu masih mual?" tanya dion pada sang istri. Alena hanya mengangguk.
Badannya yang begitu lemas, membuat dion langsung menggendongnya ke kamar dan membaringkannya di ranjang.
" Ayo, kita ke dokter. Kita periksakan ksndunganmu." ajak dion.
" Kau tak perlu khawatir. Aku baik-baik saja." alena menjawab dengan nada suara lemah.
" Tidak bisa, aku sangat khawatir. Cepat ganti bajumu, kita segera ke Rumah Sakit." dion tetap pada pendiriannya.
Merekapun pergi memeriksakan kandungan alena.
" Bagaimana dok kondisi istri saya? Apakah baik-baik saja?" dion bertanya. Tak di pungkiri, hati alena membuncah mendengar kata-kata dion. Apalagi perhatiaannya, membuat alena tersanjung.
" Si bayi sehat, hanya sang ibu yang sedikit lemah. Jadi, saya sarankan untuk banyak istirahat. Dan saya akan meresepkan beberapa vitamin. Tolong di minum ya." dokter menjelaskan semuanya.
" Trimakasih banyak dok. Saya akan mendengarkan saran dokter." mereka pun keluar dari ruangan dokter.
Mereka belum menggunakan panggilan sayang.
" Kamu sudah dengar apa kata dokter kan. Hari ini, aku akan menjagamu." dion berkata dengan mantap.
" Apa kamu tidak bekerja?" tanya alena. Alena mulai merasakan kenyamanan. Dia bisa melihat ketulusan dalam mata dion.
" Tidak. Aku akan menemanimu." dion tersenyum.
Alena terhanyut dalam suasana. Saat ini, dia berfikir untuk mulai merubah perilakunya. Dia mencoba mempertahankan dion.
Alena tidak pernah lagi memperlihatkan sisi buruknya. Morning sickneess yang di alaminya, juga membawa perubahan dalam pernikahannya dengan dion.
Dion menjadi lebih hangat. Dia menyiapkan makanan, membantu alena mengurus rumah, dan mengingatkannya untuk minum vitamin.
Alena sangat senang karena dion memperhatikannya.
' Tuhan, bolehkah aku meminta padaMu agar kebahagiaan ini berlangsung lama?' tak terasa, airmatanya menetes.
" Ada apa? Kenapa menangis?" Dion terkejut. Tangannya mengusap airmata alena yang jatuh di pipinya. Alena hanya menggeleng sambil tersenyum.
" Kau yakin baik-baik saja?" dia menganggukkan kepalanya.
" Aku hanya merasa bahagia karena kau memperlakukanku dengan baik. Begini saja sudah cukup untukku." seru alena dengan mata berkaca-kaca karena terharu.
" Aku akan berusaha menjadi suami yang baik untukmu." dion menarik alena dalam dekapannya.
Alena yang merasakan cinta hanya sampai usianya 4 tahun, merasa kini menemukan cinta itu lagi. Kali ini dari suaminya dion.
Selama ini, alena tak pernah merasakan kasih sayang yang tulus. Bahkan dari ayah kandungnya sendiri. Saat pernikahannya pun, ayahnya tak menghadirinya. Dia memiliki luka hati yang cukup dalam. Hingga dia merasa semua orang tidak pantas bahagia. Sama sepertinya.
Tapi sekarang, dia merasakan kebahagiaan itu. Dan akhirnya memutuskan untuk meninggalkan dunianya yang terdahulu. Dimana ia rela menghabisi nyawa orang lain.
Alena yang dulu sudah mati sejak perlakuan dion yang tulus padanya. Selamat datang alena diandra. Kini kau sudah menjadi wanita yang sangat berbeda.
*****
Beberapa bulan sudah berlalu. Kehamilan alena sudah menginjak usia 4 bulan. Morning sickness yang ia alami mulai berkurang. Perutnya mulai membuncit.
Ada perasaan yang menggangu di hatinya. Ia merasa harus menemui sinta. Namun, hari ini, ia ada jadwal pemeriksaan.
" Sayang, bisakah kita menunda pertemuan kita dengan dokter?" tanya alena. Mereka sudah mulai memanggil dengan sebutan SAYANG.
" Kenapa? Kau tahu aku sudah menunggu lama untuk ini kan?" dion sudah tidak sabar untuk melihat jenis kelamin anaknya.
" Aku tahu itu! Tapi aku ada perlu." dia tak ingin dion mengetahui bahwa ia akan bertemu dengan sinta.
" Apakah itu lebih penting dari bayi kita dan aku, suamimu?" alena hanya menghela nafas panjang. Sepertinya dia harus menunda untuk bertemu sinta.
*****
Di lobby Rumah Sakit sinta sedang menunggu hasil laboratorium kesehatannya. Belakangan ini sinta memang merasa kurang sehat. Tak lama namanya di panggil. Saat dia berada di meja lobby, alena dan dion melewatinya sambil tertawa sesekali.
Sinta merasa ikut bahagia untuk kebahagiaan mereka. Tak dapat di pungkiri, hatinya terasa tercabik. Sinta masih begitu mencintai dion. Namun sinta tetap mendoakan kebahagiaannya.
' Syukurlah, kalian sudah saling dekat satu sama lain.' sinta pun mengambil amplop hasil pemeriksaan dan menuju ruang dokter.
" Permisi dok, boleh saya masuk?" sinta mengetuk pintu.
" Ya silahkan masuk nona." jawab sang dokter.
" Ini hasil labnya dok." sinta menyodorkan amplop yang berisi hasil pemeriksaan darahnya. Dokter langsung membuka dan menjelaskannya.
" Dari hasil pemeriksaan ini, nona tidak mengalami gangguan kesehatan yang perlu di khawatirkan. Hanya saja, anda butuh istirahat yang cukup, serta makanan yang bergizi. Mungkin nona bisa berlibur beberapa hari." terang sang dokter.
" Trimakasih banyak dok atas sarannya." sinta menjabat tangan dokter muda itu dan tersenyum.
" Iya nona. Kalau ada yang perlu nona konsultasikan jangan ragu untuk menghubungi kami." dokter itu tersenyum.
" Ah iya dok. Kalau begitu saya permisi " sinta berpamitan dan langsung keluar dari ruangan dokter.
Tak berapa lama, alena dan dion pun keluar dari ruangan dokter. Dion melihat sinta. Secara refleks, dion mengejar sinta dan melupakan alena.
" Sinta, kau baik-baik saja?" ucapnya tanpa canggung sedikitpun. Sinta terkejut.
" Dion, tak seharusnya kau mengkhawatirkanku. Apalagi ada istrimu di sini." dion tersadar dan melepaskan sinta.
" Maaf, aku tak bermaksud." dion menunduk malu. " Sayang, maafkan aku ya." dion berbalik dan memeluk alena. Alena terkesiap. Dia sempat berfikir dion akan meninggalkannya.
" Sayang, malu dilihat banyak orang." wajah alena mulai memerah.
Sinta yang melihat interaksi mereka, merasa ada yang berbeda pada alena. Bukan karena tubuhnya yang mulai berisi, tapi lebih terhadap sikapnya.
Sinta sangat senang melihat sepupunya itu mulai menjadi lebih baik dalam bersikap. Tanpa di sadarinya, senyum itu terhias di wajahnya.
Sinta pun pergi meninggalkan mereka. Alena yang melihat, mengurai pelukan dion dan memanggil sinta.
" Sinta..." panggil alena setengah berteriak. Dion terkejut. Sinta pun berbalik melihat ke arahnya.
" Aku minta maaf atas semua kesalahanku." ucapnya. Perkataannya, hanya dapat di dengar oleh mereka berdua. Dion masih bingung dan diam di tempat.
" Minta maaf, tentang apa?" sinta berpura-pura tak ingat. Karena ia ingin melupakan masa lalunya.
" Ayolah, tidak mungkin kau tidak mengingatnya." alena tersenyum.
" Baiklah. Aku sudah memaafkanmu. Jauh sebelum hari ini!" seru sinta. Dia pun tersenyum dan memeluk alena.
" Trimakasih sinta. Kau benar-benar berhati baik. Semoga kau segera mendapatkan kebahagiaanmu." ada perasan lega di hati alena. Mereka mencoba menjalin persahabatan.
Dion tersenyum bahagia melihat perubahan pada istrinya.