Ingin Mengetahui Kebenaran

Alena tahu pasti bahwa sinta mengetahui permasalahan antara mommy dan daddynya. Karena tante dian, pasti memberitahu masalah itu. Karena perubahan sikap alena berubah secara drastis setelah alena mengetahui kepergian mommynya tanpa alasan.

Meski daddynya tak pernah menjelek-jelekkan mommynya, atau bahkan terlihat membencinya, alena tahu pasti, daddynya merasa tersakiti.

Alena sendiri, tidak pernah membenci mommynya. Dia tetap menyayanginya. Hanya, dia menjadi anak yang memiliki keribadian berbeda.

Dia bisa tiba-tiba menjadi sangat baik. Di lain waktu, dia bisa berubah menjadi seperti seorang monster yang menakutkan. Setelah itu pun, alena tidak menyesali perbuatannya.

Sinta yang sudah mengenal alena dengan baik, sangat tahu bahwa ketika alena marah, dia sanggup melakukan hal terburuk sekalipun. Tanpa ampun.

Itu sebabnya, saat itu sinta mengalah pada alena. Meski dengan akhir, sinta kehilangan dion dari sisinya. Tapi sinta yakin, dion mampu merubah sikap alena menjadi seperti sikap alena yang dulu. Alena yang baik, pengertian, penyayang, dan manis.

Keyakinan sinta, sudah mencapai 80%. Karena alena sudah mulai menunjukkan perubahan sikap. Bukan sinta tak merasa sakit hati saat melihat mereka bermesraan, namun dia lebih suka melihat kebahagiaan dion.

" Sin, apa kau sibuk?" tanya alena melalui telepon.

" Sebentar lagi aku ada meeting. Kenapa?" jawab sinta dengan sedikit melirik ke arah jam di tangannya.

" Tidak ada. Aku hanya rindu. Sudah lama juga kan kita tidak jalan bersama?"

" Hmmmm.... Bagaimana kalau besok. Besok kan hari sabtu. Apa kau akan pergi bersama dion?"

" Tidak. Dia ada perjalanan bisnis."

" Ya sudah aku jemput kamu saja besok ya?"

" Oke. Sampai jumpa."

Sinta melanjutkan pekerjaannya. Hari ini dia sedang bertemu dengan klien. Dia berusaha dengan keras agar papahnya tak kecewa. Sebenarnya ia lelah. Namun adiknya santi, belum bisa di beri tugas. Dia masih asyik bermain-main.

Urusan pekerjaannya pun usai. Setelah ia berhasil meyakinkan kliennya akan produk perusahaannya, ia bisa bernafas lega. Hingga ia tak menyadari kedatangan dewi dan arya.

" Sepertinya, ada yang harus mencari pendamping." ejek dewi yang langsung menyadarkan sinta dari lamunannya dan tersenyum dengan wajah lelah.

Dewi sedang mengambil cuti minggu itu. Hingga sinta mengerjakan semua sendiri. Bukan dia tidak mempercayai orang lain, hanya dia ingin memastikan pekerjaan itu sendiri.

" Ada apa, bukankah kau sedang cuti? kenapa kemari bersama arya?" tanyanya heran. Sinta melangkahkan kakinya menuju sofa, yang di ikuti dewi dan arya.

" Sinta, bukankah sudah waktunya kau membuka hatimu lagi?" arya menimpali.

" Hahaha .." sinta tertawa. " Memang sejak kapan aku menutupi hatiku arya?"

" Lalu, kenapa kau masih betah menyendiri?" dewi bertanya bingung.

" Itu karena aku belum menemukan yang cocok saja."

" Kapan kau akan menemukannya jika kau hsnya sibuk bekerja?" ucap dewi dengan sedikit nada kesal. Sinta tak menjawab. Dia hanya tersenyum.

" Ku rasa, kerja kerasmu sudah menghasilkan. Kau lihat saja sekarang, perusahaanmu ini sudah sangat besar." ucap arya.

" Sudahlah arya, percuma saja kita menasehatinya. Sinta tak akan merubah pendiriannya." dewi dan arya hanya menggeleng dengan sikap sinta. Sementara sinta hanya tersenyum simpul.

Mereka berbincang-bincang cukup lama. Hingga dewi hampir melupakan tujuannya menemui sinta bersama arya. Dia membuka tasnya, dan memberikan sesuatu pada sinta.

" Ini, jangan lupa datang ya." seru dewi.

" Ini bukan surat pengunduran diri kan?" tanya sinta. Karena dewi memberikannya sebuah amplop.

" Pengunduran diri? Aku masih ingi bekerja sinta." jawab dewi.

" Sebaiknya kau mengundurkan diri saja." canda arya. Mata dewi membola. Sinta tersenyum senang setelah membuka amplop itu.

" Wah.... Selamat ya teman-teman. Akhirnya kalian berakhir di pelaminan juga. Semoga kalian selalu bahagia ya." ucap sinta tulus.

Arya dan dewi memang sudah cukup lama menjalin kasih. Sekarang mereka sudah memantapkan hatinya untuk ke jenjang berikutnya.

*****

Sinta tiba di rumah dion dan alena. Alena saat ini hanya di temani oleh asisten rumah tangga. Seperti yang di ucapkan alena, hari ini dion sedang melakukan perjalanan bisnis.

" Kau sudah datang? Masuklah!?!" sambut alena.

" Hmmm... Apa kita akan pergi keluar atau di rumahmu saja?" tanya sinta.

" Bagaimana kalau kita ke taman belakang?" alena menawarkan.

" Oke!?!"

Di taman belakang.

" Bagaimana kondisimu alena?" sinta mengawali.

" Aku baik-baik saja. Kau sendiri?"

" Aku sedikit lelah. Belakangan ini, pekerjaanku sedikit menumpuk."

" Kau jangan terlalu lelah sinta, kau juga harus menjaga kesehatanmu."

" Hahaha.... Ternyata alena yang dulu sudah kembali total." sinta tersenyum.

" Maksudmu?" alena tak mengerti.

" Lupakan."

" Sinta...." alena berfikir apakah dia harus bertanya pada sinta?

" Katakanlah!?!" sinta merasa alena ingin mengatakan sesuatu.

" Tapi, apa kau akan memberitahuku?" tanyanya tak percaya.

" Kalau tidak kau katakan, mana ku tahu, apakah aku harus memberitahumu atau tidak?"

" Ini tentang masa lalu mommy ku dan daddyku." ucapnya lirih.

" Hufffftttt.... Sebenarnya, ini bukan kapasitasku untuk memberitagukannya padamu. Ada baiknya, kau tanyakan pada ayah dan ibumu." raut wajah sinta menunjukkan penyesalan.

Alena terlihat berfikir. ' Mungkinkah daddy atau mommy akan memberitahukan penyebab perpisahan mereka 26 tahun yang lalu? Tapi yang di katakan sinta itu benar. Sekalipun dia mengetahuinya, dia tidak berhak memberitahukannya padaku.' batinnya.

Sinta memperhatikannya. ' Maafkan aku alena.' ucapnya dalam hati.

" Alena, apa jenis kelamin anakmu?" sinta memecahkan keheningan yang terjadi. Alena menatap sinta.

" Oh, laki-laki." ucapnya sambil mengelus perutnya yang mulai membuncit. " Kapan kau akan menikah? arya dan dewi saja sudah menyusul kami. Hmmm...?!" tanya alena menyelidik. Yang ternyata sudah membuat sinta salah tingkah.

" Hmmmmhhhh.." sinta tak bisa menjawab. Dia hanya tersenyum.

Alena memutuskan untuk menanyakan masalah ini pada daddy dan mommynya. Mencoba mencocokkan jawaban mereka.

Akhirnya mereka melanjutkan obrolan mereka. Mereka tertawa dan bergembira. Hingga mereka melupakan waktu.

Saudara yang sudah lama tak bercengkerama, sekarang kembali lagi. Sinta merasa ini waktu yang sangat berharga.

Sejenak mereka melupakan semua persoalan hidup yang menghimpit.

Sekarang sinta baru bisa melonggarkan dirinya dari setiap pekerjaan. Sudah empat bulan lamanya ia berkutat dengan pekerjaannya. Mencoba menyibukkan dirinya adalah cara yang di ambil sinta untuk mengobati luka hatinya.

Meski luka itu sudah memudar, sinta belum membuka hatinya untuk cinta yang baru. Entah apa yang di fikirkannya. Apakah sinta takut terluka kembali? Ataukah ada pertimbangan yang lain? Sinta sendiri belum menemukan jawaban yang dicarinya.

Alena, dewi, bahkan dion sekalipun, sudah sering memperkenalkan banyak pria. Bahkan mereka sempat mengatur kencan buta untuk sinta. Namun hasilnya tetap nihil. Sinta tak memilih satu pun dari mereka.

Sinta hanya bisa tersenyum membalas ocehan mereka tanpa mampu membalas perkataan mereka.