Pria Itu....

Malam itu, sinta baru saja sampai di rumah. Ketika dia akan masuk ke dalam kamarnya, ayahnya memanggil dia

"Sinta, kemari nak." ucap papahnya.

"Ada apa pah?" sinta bertanya. Ia menghampiri keluarganya.

"Duduk sini sayang." ucap mamanya. Sinta duduk diantara mamahnya dan santi adik angkatnya.

Saat sinta masih berusia 12 tahun, ia dan keluarganya sedang berjalan-jalan. Mereka melihat seorang anak berusia sekitar 3 tahun terlantar di sekitar pusat perbelanjaan.

Orang tuanya dan sinta, mencoba memberitahu bagian informasi untuk mencari keluarga anak itu. Berkali-kali bagian informasi mencoba memanggil. Namun, hingga tempat itu akan tutup, tidak jua ada yang menjemput anak itu.

Sinta iba, hingga ia membujuk orang tuanya untuk membawa anak itu ke rumah mereka. Orang tuanya, mencoba memberi pengertian padanya bahwa itu tidak baik.

Mereka memutuskan untuk melapor pada pihak yang berwajib. Mungkin saja, keluarga anak itu sedang mencarinya.

Saat di kantor polisi, mereka membuat laporan. Karena sinta bersikeras ingin anak itu di bawa oleh mereka, pihak kepolisian pun mengizinkannya. Dan mereka berjanji, ketika ada orang tua yang mencari anaknya yang hilang, akan menghubungi mereka.

Selama 3 tahun mereka menanti, tidak ada seorang pun yang mencari keberadaan santi. Mereka memutuskan mengadopsi santi secara sah. Hingga pengadilan menyetujuinya.

"Nak, apakah hatimu sudah baik-baik saja?" tanya sang ayah bertanya.

"Maksud papah?"

"Kau... Sudah bisakah kau membuka hatimu?" sinta mengerti dan hanya tersenyum.

"Papah tidak berniat menjodohkanku kan?" pertanyaan sinta, tepat pada sasarannya.

"Nak, papah tidak bermaksud buruk padamu sayang." ucap ibunya.

"Sinta tahu mah. Tapi kalian tahukan jika sinta tidak suka bila harus di jodohkan? Biar sinta yang menentukan mah, pah?!" mamah dan papahnya terdiam.

"Mah, pah, kalian tak perlu khawatir. Sinta sudah tidak lagi memikirkan dion. Tapi, untuk saat ini, sinta belum menemukan jodoh yang tepat." ucapnya menenangkan kedua orang tuanya.

"Kalau begitu, sinta ke kamar dulu ya." sinta mencium kedua orang tuanya dan membelai kepala santi.

Santi pun ikut berpamitan. Karena esok dia harus ke sekolah.

*****

Hari ini, pekerjaan sinta cukup menumpuk. Membuatnya harus berkonsentrasi penuh. Jam sudah menunjukkan waktu makan siang. Namun sinta masih berkutat dengan pekerjaannya.

Membuat dewi harus menghentikannya untuk makan siang lebih dulu.

"Lanjutkan itu nanti. Ayo kita makan siang." seru dewi.

"Sebentar wi, sedikit lagi." jawab sinta.

"Sinta, pekerjaan itu masih bisa kau lanjut setelah makan. Ayo." dewi menari sinta hingga ia pasrah dan meninggalkan pekerjaannya.

Mereka berjalan menuju kantin. Setelah tiba, mereka melihat menu dan memesannya. Sinta tidak sungkan untuk makan di kantin seperti pegawai lainnya.

Ia di kenal dengan pribadi yang ramah.

"Wi, kau sudah mengatur jadwal pertemuan dengan Mega Corporation?" tanya sinta di sela makannya.

"Makan saja dulu. Jangan bahas pekerjaan sekarang. Nanti selesai makan masih bisa!?" seru dewi enteng.

"Hei, kau..." sinta tak melanjutkan kata-katanya karena dewi sudah menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.

"Selesaikan makanmu. Baru kita bahas di ruanganmu." sinta terdiam tak menjawab. Ia pun melanjutkan makannya.

Dewi menepati perkataannya. Di ruangan sinta ia menyampaikan apa yang di minta sinta.

"Mega Corporation memenuhi permintaan kita untuk bertemu sekali lagi besok jam 9 pagi di ruang meeting Mega Corporation langsung. Mereka bilang kali ini presdirnya langsung yang akan bertemu." jelas dewi.

"Benarkah? Jangan-jangan perwakilannya lagi." ejek sinta yang membuat dewi mengingat kembali pertemuan sebelumnya.

"Entahlah. Kau tanyakan saja langsung" jawab dewi kesal. Sinta tertawa.

"Jadi seperti inikah jawabanmu pada atasanmu?" candanya. Dewi hanya menghela nafas. Sinta kembali tertawa.

"Sudahlah, sebaiknya aku kembali bekerja. Daripada aku jadi bahan ejekanmu." jawab dewi.

"Baiklah-baiklah. Akupun sedang banyak pekerjaan." ucapnya sambil menetralkan diri dari tawanya.

Mereka kembali pada pekerjaan masing-masing.

*****

Jam 8.45 pagi, sinta dan dewi tiba di gedung Mega Corporation. Resepsionis, mengantarkan mereka ke ruang rapat yang di maksudkan.

Resepsionis, sudah di beritahu perihal pertemuan ini. Setelah tiba, sang resepsionis berpamitan. Resepsionis yang lain menghubungi ruang sekretaris untuk memberitahukan jika Eagle Furniture Group sudah menunggu di ruang rapat.

Sekretaris utama pun menyampaikan berita tersebut pada presdir mereka. Setelah itu, sang sekretaris memesan minuman untuk di bawa ke ruang rapat.

Selang beberapa menit, Presdir Mega Corporation tiba di ruang rapat. Sinta dan dewi merasa pernah bertemu dengan sang presdir.

"Maaf sudah membuat anda menunggu." mereka pernah mendengar suara itu, hanya saja, mereka tidak ingat dimana mereka pernah bertemu. Sementara sang presdir, mengingat sinta dengan jelas.

"Tidak apa. Kami pun baru saja sampai." ucap sinta.

"Silahkan duduk." sang presdir meminta. Mereka pun duduk bersama.

"Saya mohon maaf, karena beberapa hari yang lalu, tidak dapat menemui anda langsung.

"Ah, saat itu, saya juga mengirimkan wakil saja. Jadi itu tidak masalah."

"Perkenalkan, saya Jhona Aleandro presiden direktur Mega Corporation." ucap pria itu sambil mengulurkan tangannya. Sinta pun mengulurkan tangannya hendak berjabat tangan.

"Saya, Aloydia Sinta Haridinata presiden direktur Eagle Furniture Group." mereka berjabat tangan.

"Baik, saya rasa kita bisa mulai sekarang."

"Baiklah."

Mereka pun memulai meeting. Presdir Jhona, menjabarkan pembangunan apartemen yang sedang di kerjakan perusahaannya. Mungkin sinta bisa memberikan masukkan untuk furniture yang akan di pakai.

Sinta dapat menangkap maksud sang presdir. Ia pun memberikan masukan untuk setiap furniture yang digunakan dalam setiap ruang di apartemen tersebut.

Tak lupa, sinta menanyakan, apakah setiap ruangan, bergaya minimalis, elite, atau presidensial? Jhona pun menjawab semua pertanyaan sinta dengan jelas.

Setelah itu, sinta menerangkan furniture apa saja yang di rasa cocok untuk setiap ruangan yang berbeda tipe.

Jhona memperhatikan dengan seksama. Tidak ada satupun yang luput dari pandangannya. Jika ia merasa bahwa ada ketidak cocokkan, ia langsung menyampaikannya pada sinta.

Sinta pun menerima masukkannya. Ketika mereka selesai, jhona dan sinta mencoba memeriksa gambar visualisasi yang telah mereka rancang. Hasilnya, jhona dan sinta merasa kolaborasi mereka memadupadankannya sudah sempurna.

Mereka pun menandatangani kontrak. Sinta berhasil.

'Huh, jika saja sejak awal para presdir yang tutrun tangan, semua ini pasti sudah selesai.' batin dewi.

Ada kelegaan di hatinya. Mereka pun berpamitan pada presdir Mega Corporation.

"Kalau begitu, pertemuan kita sudahi hari ini. Terima kasih Tuan karena anda bersedia bekerja sama dengan perusahaan kami." ucap sinta seraya mengulurkan tangannya hendak berjabat tangan.

"Baik. Terima kasih juga untuk ide-ide anda yang cemerlang nona." jhona, menjabat tangan sinta.

"Saya permisi dulu Tuan." sinta membungkukkan kepalanya.

"Tunggu nona, bagaimana kalau kita makan siang bersama!?" jhona menawarkan. Sinta melihat jam di tangannya.

Ternyata saat ini sudah jam makan siang.

"Baiklah kalau begitu." sinta menerima tawaran jhona. Itu semua, karena sinta sudah merasa lapar.

Mereka pun keluar dari ruang rapat beriringan. Jhona mengajak mereka makan siang di cafe seberang kantor Mega Corporation.

Setelah mereka memesan makanan, mereka kembali berbincang.

"Sepertinya, kita pernah bertemu. Apa kau ingat?" jhona memulai perbincangan.

"Benarkah?" sinta mencoba mengingat.

"Anda benar. Beberapa hari yang lalu di parkiran cafe melati." dewi mengingatkan. Sebenarnya, dewi menyadarinya saat mereka bertemu di ruang rapat tadi.

'Ah.... Pria itu....!!! Hah.... Mengapa aku tak menyadarinya?' pekiknya dalam hati.

"Oh, sekarang aku baru mengingatnya."

"Aku minta maaf karena membuatmu hampir terjatuh." sinta melihat ketulusan dalam mata jhona.

"Ah, tidak apa. Kami tak menyadari kehadiran anda. Saat itu kami sedang asyik bersenda gurau." saat itu, pesanan mereka sudah di hidangkan.

Mereka pun menyantap hidangan itu. Sesekali bersenda gurau. Selesai makan, sinta hendak membayar pesanannya, namun jhona bersikeras mengatakan akan membayarkannya.

Sinta dan dewi pun berterima kasih. Tak lama, mereka berpamitan.