Jhona merasa ada perasaan senang ketika dia bertemu dengan sinta. Ia mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang.
"Cari tahu semua hal tentang presdir Eagle Furniture Group." pinta jhona.
"..." jhona menutup panggilan.
Wajah sinta kembali terbayang dalam ingatannya. Mengganggu konsentrasinya dalam bekerja. Di tambah senyum sinta yang terlintas dalam ingatannya, membuat jhona seakan menggila.
Sepertinya, jhona jatuh cinta pada pandangan pertama. Namun ia tak mengerti. Jhona sudah lupa rasanya jatuh cinta. Setelah kepergian mantan kekasihnya 3 tahun yang lalu.
Selama itu pula, ia tak lagi menjalin hubungan dengan wanita manapun. Ia mencoba fokus dalam study masternya di LN.
Ketika dia kembali ke negaranya, dia di minta menggantikan sang kakek di perusahaan. Jhona sempat menolak. Namun, melihat kondisi kakeknya yang sudah semakin menua, jhona akhirnya setuju.
Jhona baru saja menduduki posisi presdir selama 2 minggu. Ia berusaha semaksimal mungkin untuk mengembangkan perusahaan yang di percayakan sang kakek padanya.
Kerjasama antara perusahaan sinta dan jhona, terbilang baru. Mereka mendapat rekomendasi dari beberapa kliennya yang juga bekerjasama dengan perusahaan sinta.
Mereka yang merekomendasikan perusahaan sinta, merasa puas dengan hasil yang di dapat. Untuk itu, jhona ingin berdiskusi secara langsung dengan perwakilan dari Eagle Furniture Group.
Sangat disayangkan, saat pertemuan pertama jhona tidak bisa hadir secara langsung hingga mengirimkan perwakilannya. Dan ternyata, perwakilannya, tidak mendapatkan kesepakatan itu.
Mungkin itu adalah takdirnya. Karena di saat itu, jhona bertemu dengan sinta. Bahkan menurutnya, sinta begitu menawan. Wanita itu, sangat mengerti apa yang menjadi prioritasnya. Dan juga profesional.
Terpesona? Mungkin saja.
"Hah.... Bisa gila aku jika terus seperti ini?!" gumamnya sambil mengacak-acak rambutnya serta mengusap wajahnya kasar.
*****
"Nona, ini berkas-berkas yang anda minta." dewi meletakkan map yang di bawanya di atas meja sinta.
"Formal sekali panggilanmu? Kita ini hanya berdua di dalam ruangan ini. Jadi, tidak perlu memanggilku dengan formal." ucap sinta sambil tetap fokus dengan pekerjaannya dan dibalas senyum oleh dewi.
"Baiklah. Kalau begitu, aku akan melanjutkan pekerjaanku." dewi pun keluar dari ruangan sinta dan melanjutkan pekerjaannya.
Saat ini, sinta sedang fokus menangani proyek dari Mega corporation. Memeriksa berkas yang sudah dikirimkan bagian perencanaan.
Tak di sadarinya, waktu makan siang sudah tiba. Saat itu, ponselnya berdering. Di liriknya ponsel itu untuk melihat nama pemanggil. Namun yang tertera hanya sebuah nomor.
"Nomor siapa ini?" gumamnya. Karena di rasa tidak penting, sinta mengabaikannya.
Sudah panggilan yang ke 3.
"Sepertinya penting." gumamnya. Dia menekan tombol hijau tanda menerima panggilan.
"Hallo..." ucapnya.
"Benarkah ini dengan Nona sinta dari perusahaan Eagle Furniture Group?" suara diseberang sana menunjukkan bahwa itu adalah seorang pria.
"Benar. Maaf siapa ini?"
"Oh, maaf jika saya mengganggu waktu anda. Saya Jhona Aleandro dari Mega Corporation." sinta cukup terkejut.
"Ah, Tuan jhona. Tidak apa Tuan. Apa ada hal yang sangat penting, hingga anda menghubungi saya langsung?" sinta tidak basa-basi. Ia penasaran apakah ada yang salah.
"Ah, tidak-tidak. Saya hanya ingin melihat sekali lagi rancangan yang kemarin sudah kita bahas. Apa bisa?" jhona mencari alasan.
"Oh, tentu saja. Saya akan mengirimkan seseorang untuk membawa copyannya." tawar sinta.
"Tidak usah nona. Mungkin kita bisa bertemu setelah jam kerja kita berakhir. Saya hanya ingin memastikan tidak ada lagi yang terlewatkan. Itu saja."
"Baiklah. Jam 7 di restoran pelangi. Apa anda tahu tempat itu?"
"Ya, saya tahu restoran itu. Sampai jumpa nona." jhona merasa senang karena ia akan segera bertemu sinta.
Sementara sinta, merasa heran. Namun ia tak menaruh curiga sedikit pun.
Sinta sudah tiba di restoran pelangi. Tak lama berselang, jhona pun tiba. Dalam hati jhona, jhona sangat senang bisa bertemu dengan sinta, meski dengan alasan pekerjaan.
"Apa Nona sudah lama menunggu?" tanya jhona.
"Saya baru sampai Tuan."
"Oh, maaf kalau begitu."
Mereka pun memulai pekerjaan mereka. Sesekali jhona melirik sinta. Melihat senyum di wajah sinta, membuat jhona semakin terpesona.
Setelah 2 jam akhirnya pekerjaan mereka pun selesai. Makanan yang tersedia pun sudah habis.
"Baik Tuan, apakah masih ada yang perlu di revisi lagi?" tanya sinta.
"Jika Nona berkenan, bisakah Nona ikut dengan saya melihat apartemen ini? Kebetulan konstruksinya sudah memasuki tahap penyelesaian. Bisa di bilang sudah 95% jadi. Mungkin akan lebih baik jika kita bisa melihat langsung bangunan itu." jelas jhona.
"Sepertinya Tuan benar. Kalau begitu, kapan saya bisa mengunjunginya?"
"Besok?!"
"Ah, kebetulan sekali. Besok itu weekend kan? Jadi tidak mengganggu pekerjaan di kantor."
" Ya, anda benar." jhona ingin mengutarakan sesuatu, namun ia takut. "Hmmm...." sinta yang mengetahuinya menatap dengan serius ke arah jhona. Membuat jhona salah tingkah.
"Katakanlah Tuan."
"Aku rasa jika kita di luar pertemuan formal, sebaiknya kita bersikap biasa-biasa saja. Apa anda keberatan?" sinta terkejut.
"Maksud Tuan?"
"Panggil saja aku jhona." pintanya. " Maaf, apakah Nona keberatan jika kita membangun hubungan pertemanan?"
"Tentu saja tidak Tuan, Eh... maksudku Jhona." sinta merubah panggilannya ketika jhona, menaikkan sebelah alisnya. Suasana canggung tercipta.
"Aku baru kembali dari studyku di LN. Jadi aku belum teman dekat. Apa kau mau jadi temanku?" jhona terlihat sungguh-sungguh.
"Boleh saja... Kalau begitu, panggil saja saya sinta." sinta menjabat tangan jhona tanda pertemanan mereka.
Sejak saat itu, sinta dan jhona semakin dekat. Bahkan jhona semakin menyadari perasaan yang telah tumbuh di dalam hatinya.
Sinta sendiri, belum meyakini hatinya untuk perasaan itu. Meskipun, jhona sudah memberikan sinyal bahwa ia, menyukai sinta.
Jhona berusaha mendekati sinta lebih dari sekedar teman. Ia sering memberi perhatian lebih pada sinta.
Satu tahun, di rasa cukup bagi jhona untuk mengenal sinta dan meyakinkan hatinya, bahwa dia mencintai sinta.
Saat itu, jhona menyatakan perasaannya pada sinta. Sinta benar-benar tak menduga.
"Sin, kita sudah lama saling mengenal. Aku akan katakan sejujurnya tentang perasaanku padamu."
"Maksudmu?!"
"Sejujurnya, aku menyukaimu lebih dari sekedar teman. Aku sungguh-sungguh." sinta tak menjawab. Tiba-tiba saja lidahnya terasa kelu.
"Maafkan aku. Tapi aku tidak akan memaksamu untuk menjawabnya. Kau bisa fikirkan sampai kau yakin dengan perasaanmu." sinta tetap diam membisu.
Beberapa waktu setelah itu, sinta memikirkan tentang hatinya. Apakah sinta, juga menyukai jhona? Ataukah dia hanya menganggapnya teman?
Sinta menoba meyakini hatinya. Sebenarnya, sinta ingin mencoba sekali lagi. Sementara jhona, tetap mendekati sinta. Sinta tak terlihat menghindar sama sekali.
Jhona mencoba membuat sinta jatuh hati padanya.
Hingga satu hari, sinta menyadari, bahwa hatinya, sudah terisi nama jhona. Meski jhona tak seromantis dion, namun ia memiliki pesona tersendiri.
Saat jhona sedang ada di luar kota, di situlah sinta menyadari hatinya. Sinta, merasakan jatuh cinta lagi. Cinta yang pernah ada. Cinta dari orang yang berbeda, dan cara yang berbeda.