Tak terasa kehamilan alena sudah memasuki usia 9 bulan. Tinggal menunggu hari kelahiran. Dion sangat antusias. Begitupun alena.
Hingga hari kelahiran itu tiba, dion menjadi suami yang siaga. Alena begitu gugup. Beruntung dion mampu menenangkannya. Di bantu mommy dan maminya.
Alena merasakan rasa sakit yang luar biasa. Mereka semua merasa, bahwa inilah saatnya bagi alena melahirkan.
Dengan segera mereka membawa alena ke Rumah Sakit. Dokter segera memeriksa kondisi si ibu. Mulai dari tekanan darah, hingga USG. Memastikan bahwa kondisi sang bayi mampu melewati jalan lahir yang normal.
Namun, alena masih ada pada tahap pembukaan dua. Dion yang tak tega melihat alena kesakitan, menahan kekesalannya sendiri.
Maminya mencoba menyemangati dion. Memberitahunya, bahwa proses untuk melahirkan bayi ke dalam dunia ini, bukanlah hal yang mudah
Sementara mommynya, menyemangati alena. mengusap perut buncitnya, dan membelai rambutnya dengan sayang.
Saat ini daddy alena dan papi dion, ikut merasa harap-harap cemas. Tapi bedanya, mereka lebih terlihat tenang di banding dion.
Sinta yang mengetahui alena sudah di rumah sakit, bergegas pergi ke sana. Namun kali ini sinta pergi bersama jhona.
Di saat ini, jhona masih melakukan pendekatan pada sinta. Sinta terlihat sangat khawatir. Dewi dan arya pun menuju ke tempat alena dan dion.
Mereka sampai bersamaan. Sinta dan dewi, mempercepat langkahnya. Sementara arya dan jhona berjalan santai.
Saat mereka tiba, terdengar suara bayi menangis.
"Tante, bagaimana dengan alena? Dia sudah melahirkan?" tanya sinta beruntun.
"Belum sayang. Masih menunggu." jawab riana.
Mereka masih menunggu selama beberapa jam. Saat sinta memutuskan untuk pulang, tiba-tiba dokter dan suster berlari menuju ruang bersalin tempat alena. Hingga sinta mengurungkan niatnya dan kembali menunggu.
Setengah jam kemudian, terdengar suara bayi yang menangis dengan sangat kencang. Mereka yang menunggu, menghembuskan nafas lega.
Tak lama, suster keluar dari ruang bersalin membawa boks bayi. Dimana di dalam ada bayi alena dan dion. Mereka melihat wajah mungil itu.
Tak berselang lama, dokter, suster, dan dion keluar. Mereka akan membawa alena ke ruang rawat. Sinta, dewi, arya, dan jhona mengucapkan selamat kepada dion dan alena atas kelahiran putra mereka.
"Selamat ya dion untuk kelahiran putramu." ucap sinta seraya mengulurkan tangannya. Dion pun membalas jabat tangan itu.
"Terimakasih sinta." begitupun yang lain.
Dion sangat terharu. Kehadiran bayinya sudah banyak mengubah keadaan. Mertuanya pun kini sudah kembali bersama. Orangtua dion yang kini menerima kehadiran alena dan kehadiran si bayi.
Dion sangat bersyukur. Dia pun sudah tak lagi merasa bersalah meninggalkan sinta. Saat ini sinta sudah bersama jhona. Meskipun sinta hanya mengatakan jika ia dan jhona hanya sekedar teman dekat.
Dalam hatinya, dion secara tulus berdoa agar sinta mendapatkan kebahagiaannya. Karena sinta layak untuk bahagia. Tak luput dari pandangan dion, kebahagiaan sahabatnya arya dan dewi yang sudah menikah beberapa waktu lalu.
"Selamat ya." ucap arya dengan menepuk bahu dion.
"Terimakasih ya arya. Oh, iya sepertinya sebentar lagi, kau pun akan merasakan hal ini."
"Ha-ah-haha.. Kurasa aku belum siap."
"Kalau kau belum siap jangan menikah dulu." ejek dion.
Saat mereka sedang bercanda, dewi menghampiri mereka.
"Sayang, kalau kita punya baby, bagaimana?" arya terkejut. Sementara, dion sudah tergelak membuat arya semakin salah tingkah."Sayang.... bagaimana?"
"Oh... Te.. Tentu saja aku akan sangat senang?!" arya terbata.
"Benarkah?" binar kebahagiaan terpancar dalam mata dewi.
"Selamat juga untuk kalian ya, arya dan dewi." sinta menyela. Arya melihat tak percaya. Memandang dewi dan sinta bergantian.
"Maksudmu?" arya benar-benar tak percaya. Dewi mengangguk antusias.
"Kau belum memberitahu suami mu?" tanya sinta terkejut. Dewi hanya menggeleng dengan wajah merona.
"Kau orang pertama yang ku beritahu sinta." ucap dewi malu-malu. Arya lemas. Baru saja dia berkata pada dion jika ia belum siap. Namun ternyata dewi sudah mengandung. Dion semakin tergelak. Alena tersenyum bahagia. Semua orang disana ikut tertawa.
Saat ini, riana memandang sinta yang sedang menggendong baby dion dan alena yang belum di beri nama.
"Sinta, kapan kau akan menyusul mereka?" tanya riana. Sinta menunduk malu. Jhona tersenyum sambil memandang sinta.
"Ah, tante. Aku belum siap menikah saat ini." ucapnya malu-malu. "Aku masih fokus dengan perusahaan." imbuhnya.
"Perusahaanmu sudah cukup maju sayang." ucap mami dion. Sinta hanya dapat mengulum senyum.
"Sudahlah sinta, apalagi yang kau tunggu. Sudah ada jhona yang setia menunggumu." dion menggoda sinta.
"Aku dan jhona itu hanya berteman." namun wajah sinta saat ini sudah sangat merah karena malu. Sementara jhona, masih tetap memandang ekspresi yang di tunjukkan sinta sambil sesekali ia menunjukkan senyumnya yang menawan dan itu dapat di lihat oleh sinta.
"Sampai kapan kalian hanya akan berteman? majulah ke tahap berikutnya." imbuh papi dion. Sinta semakin merona.
"Ayolah sinta. Aku tahu kau itu menyukai jhona." alena menimpali. Sinta tak bisa menjawab.
"Aku juga berfikir begitu." dewi menambahkan. Sinta hanya tersenyum mendengarkan. Ia tak bisa lagi menemukan alasan.
Mereka terus bercanda tawa. Hingga akhirnya, sinta dan yang lainnya memutuskan pulang.
Di perjalanan, sinta dan jhona hanya diam. Sinta tak tahu harus bicara apa. Sementara jhona, melirik sinta yang tengah asyik dengan lamunannya.
"Kamu kenapa?" jhona mengawali. Sinta tersadar dari lamunannya.
"Hmmm... Ah, tidak apa?!"
"Jangan terlalu di fikirkan." dalam hati, jhona berharap sinta mendengarkan ucapan sahabat serta saudaranya agar sinta dan jhona melanjutkan hubungan mereka ketahap berikutnya.
"..." sinta hanya tersenyum.
*****
"Hmmm... Apa aku harus membuka hatiku untuk jhona? Sepertinya jhona tidak melihatku sebagai wanita selain seorang teman." saat ini sinta ada di kamarnya. Ia sedang mempertimbangkan ucapan teman-temannya di Rumah Sakit tadi.
Tiba-tiba, ponselnya berdering. Mengejutkannya. Ia melihat nama santi.
"Kak,minggu depan, kami kembali." ucap santi begitu teleponnya di angkat sinta.
"Benarkah? Bagaimana kabar mamah dan papah?" tanyanya.
"Mereka baik. Papah juga semakin sehat. Kakak baik-baik saja kan?"
"Aku baik-baik saja. Aku merindukan kalian."
"Kami juga merindukanmu kak. Kalau begitu, sampai jumpa minggu depan."
"Baiklah. Kalian hati-hati ya."
Orangtua sinta dan santi adiknya, sedang berada du LN. Mereka, membawa papahnya untuk berobat jalan. Kondisi papahnya, sebenarnya sudah pulih. Hanya saja mereka ingin memastikan, bahwa sekarang papah benar-benar sudah sehat kembali.