Sinta menepati janji untuk melihat langsung apartemen yang sudah hampir rampung itu. Jhona dan sinta, sepakat untuk meninjau langsung lokasi.
Tujuannya, adalah untuk melihat posisi furniture dari perusahaannya yang akan di tata di dalam setiap ruang apartemen itu.
Tiba di lokasi, sinta dan jhona mulai menelusuri ruang demi ruang. Imajinasinya bermain. Membayangkan posisi yang tepat untuk menata setiap ruangan.
Hari beranjak siang, mereka memutuskan untuk makan siang bersama. Setelahnya mereka, mulai berbicara hal pribadi. Jhona yang lebih dulu memulai.
"Berhubung saat ini kita tidak sedang bekerja, bisakah kita saling memanggil nama saja?" tanya jhona.
"Boleh saja. Kau panggil saja aku sinta." jawab sinta.
"Kalau begitu kau panggil aku jhona. Bagaimana?"
"Ok."
"Oh, iya sin. Apa kau tidak punya kekasih? Maaf jika aku menyinggung masalah pribadimu?!" ucap jhona. Tak di pungkiri jhona, jantungnya saat ini sedang berdetak lebih cepat menanti jawaban sinta. Namun ia menutupinya dengan baik, hingga sinta tak menyadarinya.
"Ah... Aku tidak punya kekasih." jawab sinta malu.
"Ah... Maaf, aku tak bermaksud menyinggungmu. Aku hanya takut, seandainya kau punya seorang kekasih, kekasihmu akan marah jika kita bertemu secara tidak sengaja di tempat ini." ucap jhona polos sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Tidak masalah. Aku mengerti. Aku pun merasakan hal yang sama. Bagaimana denganmu?" sinta merasakan hal yang sama dengan jhona. Seandainya jhona memiliki kekasih dan menjadi salah paham karena mereka bersama, sinta akan merasa tidak enak hati.
"Kekasihku, sudah meninggal 3 tahun yang lalu dalam sebuah kecelakaan." kenang jhona dengan raut kesedihan.
"Maafkan aku jhon. Aku tak bermaksud membuatmu sedih." sinta menyesal mengungkit masa lalu jhona.
"Tidak apa. Itu masa lalu. Bagaimana denganmu? Aku tak percaya gadis secantik dirimu, belum memiliki kekasih."
"Dia menikah dengan sepupuku." jhona menatap sinta. Namun wajahnya tak menunjukkan kesedihan. Dia terlihat sangat tegar.
"Maksudmu, sepupumu merebut kekasihmu?" jhona membelalakkan matanya tak percaya.
"Hmmm... Begitulah.." jhona merasa kagum melihat ketegaran hati sinta.
"Kau tak marah?"
"Untuk apa? Aku justru bahagia." tanpa sadar jhona melengkungkan senyumnya. "Awalnya aku sangat sedih. Akan tetapi, melihat sepupuku sikapnya sekarang jauh lebih baik, ku rasa mereka memang di takdirkan bersama." imbuhnya.
"Kau wanita yang hebat dan tegar." 'Aku semakin menyukaimu sinta. Sangat.' ucapnya dalam hati.
Sedikit demi sedikit, jhona semakin mengenal sinta. Semakin ia mengenalnya, semakin ia menyukainya. Sinta bahkan sudah memberitahunya siapa mantan kekasihnya yang menikahi sepupunya itu. Seakan tidak ada rahasia diantara mereka.
Begitupun dengan jhona.
Tak terasa, saat pernikahan dewi dan arya pun tiba. Sinta yang di minta dewi menjadi pendampingnya pun mengiyakan.
Saat itu, sinta hadir dengan gaun putih selutut. Riasannya yang terlihat natural, menambah kecantikkannya. Jhona yang melihatnya, semakin terpana pada sinta.
Alena pun turut hadir dalam acara itu. Meski perutnya semakin membuncit, tak menghalanginya merasakan kebahagiaan para sahabatnya.
"Arya, dewi, selamat ya untuk kalian. Sekarang kalian resmi menjadi pasangan suami dan isteri." sinta memberi selamat pada mereka.
"Terimakasih sinta. Aku berdoa semoga kau cepat mendapatkan jodohmu." ucap dewi dengan haru.
"Benar. Aku sangat ingin melihat kau bahagia." arya menimpali
"Hei, ini kan pernikahan kalian, kenapa kalian malah berdoa untukku?" tanya sinta. Mereka saling berpelukan.
Dewi dan arya pun berpamitan. Mereka akan segera berbulan madu. Masih di dalam negeri. Namun mereka bahagia. Karena kini, mereka sudah bersama.
Setelah dewi dan arya pergi, sinta ingin pulang ke rumah merebahkan tubuhnya. Ia merasa kelelahan. Namun jhona mengajaknya menikmati matahari tenggelam.
"Sinta.. Apa kau mau melihat matahari terbenam bersamaku?" tanya jhona. Saat ini memang tinggal mereka berdua di sana. Alena dan dion sudah pulang lebih dulu. Alena merasa lelah. Sehingga dion memutuskan untuk pulang dan berpamitan pada sinta dan jhona.
"Boleh.. Aku juga sudah lama tidak melihat matahari terbenam." sinta menyetujuinya.
Mereka pun menuju pantai terdekat. Terbersit dalam fikiran jhona saat itu untuk menyatakan perasaannya pada sinta. Namun, mengingat mereka baru dekat dalam waktu kurang dari 3 bulan, maka ia mengurungkannya.
Jhona tak ingin terburu-buru. Meski mereka semakin dekat, dan sering menghabiskan waktu bersama, namun jhona takut sinta merasa ini terlalu cepat.
Sinta melepaskan kepenatan dalam diri dan fikirannya saat melihat matahari terbenam.
"Jhona, terimakasih ya karena kau selalu ada untukku."
"Aku senang bisa bersamamu seperti ini." sinta merasa jhona sedang menunjukkan perasaan yang lebih dari sekedar teman. Namun buru-buru ia tepiskan fikiran itu.
"Kau, tidak berniat memiliki kekasih? Atau mungkin isteri?" sinta mencoba melihat ekspresi wajah jhona. Mencoba meyakinkan hatinya sendiri. Jhona terkejut sinta menanyakan hal itu.
"Aku belum memikirkannya. Karena bagiku, menikah itu bukan sebuah permainan. Wanita yang aku nikahi, akan menjadi pendamping hidupku selamanya. Wanita itu juga akan menjadi akhir perjalan cintaku. Jadi aku tidak ingin sampai salah memilih." sinta merasa, jhona adalah pria yang sangat berhati lembut dan hangat. Dia tak bisa membohongi hatinya bahwa ia sudah terpesona dan juga merasakan kenyamanan ketika bersama pria itu.
Sinta merasa jhona adalah pria yang tepat untuknya. Namun, sinta takut jika perasaannya hanya ada pada dirinya.
Jhona, dengan garis rahang yang tegas, wajah yang tampan, kulit putih, alis mata yang hampir menyatu di tengah, hidung yang mancung, bibirnya yang tipis, matanya yang cerah, di tambah dengan tinnginya yang mencapai 180cm membuat jhona terlihat sangat sempurna.
Belum lagi dengan hatinya yang lembut dan penuh kehangatan. Penyayang, setia dan juga bersikap dewasa semakin menambah kesempurnaannya. Itulah jhona di mata sinta.
Sinta bersyukur dapat mengenal jhona.
Mereka menikmati matahari terbenam bersama. Melihat keindahannya yang luar biasa. Membuat mereka bersyukur akan ciptaan Tuhan.
Setelah mereka melalui itu semua, dalam hati, mereka memutuskan untuk membiarkan hubungan mereka mengalir bagaikan air. Melihat, apakah perasaan yang mereka rasakan itu akan berakhir ataukah semakin mendalam.
Sinta dan jhona menjalaninya dengan sepenuh hati. Mencoba saling memahami dan mengekspresikan rasa cinta mereka satu sama lain tanpa diketahui atau mungkin sebenarnya mereka sadari. Namun tak ingin mengakuinya saat ini.
Hanya saling menikmati perhatian yang di terima dari salah satu atau mungkin keduanya. Mungkin ini yang di katakan dengan hubungan 'Teman Tapi Mesra'. Begitulah kemungkinannya.
Saling berbagi kebahagiaan dan kesedihan. Tidak ada batasan. Namun masih dalam batas persahabatan.
Masih berharap suatu hari, mereka akan menyadarinya dari hati mereka yang terdalam. Bukan hanya menerka-nerka. Ataupun rasa terpaksa. Namun karena benar-benar sudah saling mencintai satu sama lain.
Entah sampai kapan. Mereka jauh lebih mengerti kapan waktu kebersamaan sebagai sahabat, berganti menjadi sebagai kekasih.