Menyadari Rasa Itu

Setelah pernyataan cintanya, jhona merasa sedikit canggung. Namun, jhona mencoba bersikap biasa di hadapan sinta. Satu minggu ke depan jhona akan melakukan perjalanan bisnisnya. Ia takkan melihat sinta selama itu.

Dia akan merindukannya.

*****

'Huh.... Ayolah sinta, sadarilah hatimu sendiri.' sinta berbicara pada dirinya sendiri. Mencoba menyadarkan hatinya yang terdalam.

"Kak.." panggil santi. Sinta menoleh ke arah suara.

"Ada apa?"

"Mulai besok aku sudah masuk kerja di perusahaan. Apa aku boleh minta tolong?" sinta menganggukkan kepalanya dan tersenyum. "Tolong jangan katakan pada siapapun, kalau aku adikmu. Selain kak dewi tentunya." pinta santi. Sedikit terkejut, namun sinta mengerti maksud santi.

"Kau... tidak ingin di perlakukan istimewa kan?" sinta menebak. Selanjutnya, santi mengangguk. "Baiklah adikku yang manis. Kakak senang, kini kau sudah lebih dewasa." sinta mengusap rambut santi dengan sayang.

Lama mereka berbincang tentang banyak hal. Membicarakan segala hal yang biasa di lakukan kakak dan adiknya. Hingga akhirnya santi tertidur di kamar sinta. Sinta menyelimuti adiknya, dan mematikan lampu kamar. Segera sinta menyusul masuk ke alam mimpi.

*****

Jhona saat ini sudah dalam perjalanan bisnisnya. Tiba-tiba saja, ponselnya berdering tanda pesan masuk.

//Hati-hati di jalan.

Senyumnya sudah merekah. Melihat nama si pengirim pesan. Hanya kata-kata singkat itu saja, sudah membuat jhona sangat senang. Ingin rasanya ia kembali.

Jhona memutuskan mengirikan balasan.

//Terimakasih. Aku merindukanmu.

Untungnya saat ini, dia sudah turun dari pesawat jika belum naik ke pesawat, kemungkinan besar perjalanan bisnisnya akan dibatalkan. Tak sabar rasanya untuk kembali. Menemui gadis pujaan hatinya.

*****

Sinta tak bisa memfokuskan fikirannya pada pekerjaan. Dia tengah bimbang. Antara harus menghubungi, atau menunggu di hubungi.

Entah sudah berapa kali ia membuka layar ponselnya. Mengetik dan menghapus kembali. Hingga ia mengalahkan egonya sendiri.

'Sudahlah...' batinnya.

//Hati-hati di jalan.

Pesan itu pun terkirim. Ada sedikit penyesalan, namun, ia mencoba berfikiran positive. Menunggu pesannya di balas, membuat sinta berdebar.

Sinta seperti lupa rasanya jatuh cinta. Hingga pesan jhona masuk. Sinta secepat kilat, membuka layar ponsel dan membaca isi pesannya.

//Terimakasih. Aku merindukanmu.

Kata itu, sukses membuat sinta merona dan tersenyum seharian.

Baru saja jhona pergi, sinta merindukannya. Melihat wajahnya, mendengarkan suaranya,...

'Mengapa seperti ini ya? Aku kan belum menjadi kekasihnya. Tapi rasanya aku ingin sekali bertemu dengannya. Ada apa denganku?' batinnya.

Sinta berusaha keras menepiskan fikiran itu. Mencoba fokus kembali dengan pekerjaannya. Hingga waktu pulang, sinta memutuskan bertemu aldi, putra alena dan dion yang kini sudah berusia 1 tahun.

Tentu saja, saat ini tingkah lucu aldi membuat sinta merindukannya.

"Aldiiiiii....." teriak sinta menghampiri aldi yang tengah asyik bermain dengan sang ibu. Bocah kecil itu, tersenyum senang melihat sinta.

"Huhhh.... Tante kangen banget sama kamu. Sini sama tante." aldi menghambur ke dalam pelukan sinta.

"Kamu sama siapa sin?" tanya alena.

"Aku sendiri. Memang ada apa?"

"Tidak biasanya. Mana pangeran yang selalu mengikutimu?" tanya alena jahil. Bukan tanpa sebab alena mengatakan hal itu. Itu semua karena jhona selalu mengikuti sinta kemanapun ia pergi.

"Dia sedang dalam perjalanan bisnis. Dion belum pulang?"

"Sebentar lagi juga dia sampai. Tunggu saja." tak berapa lama, dion masuk.

"Hai sin." dion menyapa. Dion menghampiri alena dan mencium keningnya. Melanjutkan langkahnya menuju kamar.

"Sayang, Kau ingin mandi?" alena setengah berteriak

"Iya, sayang. Kau tak perlu siapkan airnya. Temani saja gadis yang sedang kesepian itu." Dion meledek sinta. Sontak, sinta mendengus dan membelalakkan matanya.

"Kau menghinaku ya?" dion dan alena tertawa. Sementara sinta merasa kesal. Namun teralihkan ketika melihat tingkah lucu aldi.

Sinta bermain dengan aldi hingga aldi terlelap di pangkuan sinta. Alena mengambil aldi dari pangkuan sinta untuk menaruhnyadi kamar. Setelah meletakkan aldi ke dalam kamarnya, alena kembali bergabung dengan sinta dan dion.

"Kau belum memutuskannya?" dion mengawali.

"Memutuskan apa?" sinta berura-pura.

"Ayolah... Kau mengerti maksudku."

"Apa? Aku tak tahu."

"Apa hatimu masih tertutup?" tanya alena kemudian.

"Kalian bicara apa, aku tak mengerti.!?"

"Aku tahu kau sudah mulai menyukai jhona?!" tebak alena.

"Benarkah itu?!" dion terkejut. Sinta hanya menjawab dengan senyuman.

"Sudahlah sinta, aku sangat tahu kau menyukainya. Apa lagi yang kau pertimbangkan" sinta tetap diam dan hanya membalas dengan senyum. Alena dan dion hanya mampu menggelengkan kepalanya.

*****

Sinta menatap langit-langit kamarnya. Mencoba memikirkan kembali perkataan alena dan dion. Benarkah dia sudah membuka hatinya pada jhona? Apakah dia sudah mulai mencintai jhona? Hingga kantuk menghampirinya dan sinta pun terlelap.

Sinta tak mengerti apa yang tengah di rasakannya. Dadanya serasa sesak. Terutama saat dia memikirkan jhona.

Sudah sedalam itukah dia menyukainya? Atau hanya perasaannya saja. Sudah satu minggu berlalu. Jhona belum juga memberinya kabar. Mengapa dirinya tak bisa jika tak memikirkan jhona?

Sinta, menarik nafas dalam dan membuangnya perlahan. Seolah mengurangi rasa sesak di dadanya.

Jam sudah menunjukkan pukul 6 sore. Sinta keluar dari ruangannya. Berjalan menuju lift bersama dengan dewi.

Saat dia menuju tempat mobilnya terparkir, dia melihat seorang pria yang sangat familiar menurutnya. Langkahnya terhenti. Sinta menyipitkan matanya mencoba memperjelas penglihatannya.

"Jhona..." dewi memanggil pria itu. Sinta diam tak bergerak. Jhona yang mendengar namanya di panggil menoleh.

Entah apa yang di fikirkan sinta, dia langsung berlari ke arah jhona. Dewi tertegun. Jhona terkejut, namun menyambut sinta. Sinta langsung menghambur ke pelukkan jhona.

Air mata sinta tiba-tiba saja luruh. Jhona mendekap sinta dengan lembut. Di ciuminya punca kepala sinta berkali-kali.

"Aku merindukanmu." ucap jhona. Namun, di detik selanjutnya, dia terkejut mendengar kata-kata sinta.

"Aku mencintaimu." sambil mengeratkan pelukkannya. Jhona tidak percaya sinta mengatakan cinta padanya. Namun ada perasaan senang dalam hatinya mendengar pengakuan sinta.

"Aku juga mencintaimu." jhona ikut mengeratkan pelukkannya.

Dewi yang melihat pemandangan itu dari jarak yang tidak terlalu jauh, merasa bahagia. Dia tersenyum tulus melihat kebahagiaan temannya.

Sinta yang sudah menyadari perasaannya, kini mengakui rasa cinta itu.

Cinta yang telah lama pergi, kini membuka lembaran yang baru, bersama dengan seseorang yang baru.

Dia tak lagi meratapi kehilangan lagi. Saat ini, sinta memutuskan membuka buku cinta yang baru bersama orang yang di cintainya. Menorehkan kenangan-kenangan manis yang baru, menuliskan kisah-kisah indah dalam buku itu, melukiskan senyum dan tawa di wajah mereka.

Dewi dan sahabat sinta yang lain hanya mampu mendoakan kebahagiaan sinta. Semoga sinta, tak lagi di hadapkan pada cobaan yang berat dalam percintaannya.

"Semoga kebahagiaan selalu menghampirimu sahabatku?!" gumam dewi yang sudah berurai air mata kebahagiaan saat ini.