Melamar Sinta

Selama kepergian jhona yang mengurus bisnis, sinta sudah meyakini hatinya bahwa ia, sungguh-sungguh mencintai jhona. Bukan untuk pelariannya, tapi karena cinta yang telah tumbuh subur di hatinya.

Perlahan namun pasti, nama jhona kini terukir indah di hati sinta.

Jhona tak menyangka sinta membalas cintanya. Melihat kedalam mata sinta yang jernih, ada ketulusan di sana.

Sinta telah mengakui perasaannya. Ada kelegaan dalam hatinya. Tersadar apa yang di lakukannya beberapa waktu lalu, membuatnya malu.

"Kamu, kenapa?" melihat sinta tertunduk, jhona tersenyum dan bertanya.

"Tidak apa." dengan nada malu sinta menjawab. Wajahnya terasa panas. Jhona menangkup wajah sinta, dan menghadapkannya ke arah dirinya.

Melihat wajah sinta yang memerah bagai tomat, jhona tersenyum.

"Aku mencintaimu. Sangat?!!" ucapnya seraya memandang wajah sinta yang semakin merona. "Terimakasih karena kau membalas cintaku." sinta tersenyum. Warna merah di wajahnya mulai memudar. Berganti dengan senyum kebahagiaan.

Sinta memandang mata jhona dalam. Kemudian, memegang tangan jhona yang masih ada di wajahnya. Menggenggamnya dan "Aku yang seharusnya berterimakasih. Karena kau bersabar menungguku." ucapnya. "Ayo, kita jalan." jhona menganggukkan kepalanya.

Mereka pun melanjutkan perjalanan pulang. Sinta bertanya bagaimana kabar jhona, bertanya kenapa ia tak memberi kabar sedikitpun selama pergi, dan banyak hal. Dengan sabar jhona, menjawab satu per satu apa yang di tanyakan sinta.

Kini sinta menemukan kebahagiaan itu lagi. Merasakan jatuh cinta lagi.

*****

"Wah,wah.... Ada yang sedang jatuh cinta sepertinya?!?" sinta tersenyum.

"Alena... Ada apa kau kemari?" sinta melangkahkan kakinya menuju sofa dimana alena mendudukkan dirinya.

"Aku hanya ingin bertemu denganmu. Setelah mendengar kabar kau dan jhona akhirnya..." alena tak melanjutkan kata-katanya. Sinta mengerti apa yang maksud alena dan hanya membalasnya dengan senyum.

Kedua sepupu ini, kini semakin dekat. Walau sinta pernah tersakiti, ia tak mendendam. Sinta telah melupakan hal itu. Ia tak ingin menghancurkan hubungan persaudaraan mereka.

Alena pun yang pernah menyakiti sinta, menyadari kesalahannya. Dengan tulus, ia meminta maaf. Dan kini berusaha memperbaiki hubungan mereka.

Sekarang, alena sangat berharap sinta mendapatkan kebahagiaannya. Agar rasa bersalah itu tak lagi membayangi fikirannya.

"Jadi, kapan kalian akan menikah?" alena berterus terang. Alena merasa, jhona adalah pria yang tepat untuk sinta.

"Aku tak ingin buru-buru." ucap sinta.

"Kalian itu, mengenal sudah cukup lama. Apalagi yang kalian tunggu?" sinta hanya tersenyum. "Apa tante dan om sudah bertemu dengan jhona?"

"Sudah. Tapi saat itu, status kami hanya teman baik."

"Berarti, saat ini kalian bisa memperkenalkan diri kekeluarga kalian masing-masing dengan status yang baru."

"Akan ku diskusikan dengan jhona."

"Kau sudah memberitahu om dsn tante bahwa status kalian sudah bukan lagi teman baik?" sinta menggeleng.

Benar sinta belum memberitahu keluarganya, bahwa kini jhona sudah menjadi kekasihnya.

Sinta merasa status baru mereka, terbilang masih sangat baru. Bukan sinta tak ingin menikah. Hanya saja, 'pernikahan' itu adalah hubungan yang lebih dalam lagi dari pada 'kekasih'.

Ia tak mau, ada penyesalan di kemudian hari yang akan mengakibatkan keretakan dalam rumah tangganya kelak.

*****

Saat makan malam di kediaman jhona, kakek jhona, memperhatikan perubahan di wajah jhona. Jhona terlihat lebih ceria, lebih banyak tersenyum.

"Ada apa denganmu jhona?" jhona sedikit terkejut. "Kakek perhatikan, setelah kau kembali dari perjalanan bisnismu, kau lebih sering tersenyum dan lebih ceria. Ini tidak biasa." jhona tersenyum kembali.

Jhona berfikir, apakah sudah saatnya untuk memberitahu kakek tentang hubungannya dengan sinta?

"Tidak ada apa-apa kek."

"Kau yakin?" kakek semakin curiga. "Sepertinya kakek tahu. Kau sudah menemukan kekasih baru ya?" sontak perkataan kakeknya membuat jhona tersedak. Sang kakek semakin yakin. "Sepertinya tebakan kakek tepat sasaran. Kau tidak ingin memberitahu kakek?"

Jhona meneguk air dalam gelas yang berada di hadapannya kemudian menjawab pertanyaan sang kakek.

"Pasti akan jhona beritahu. Kakek doakan ya." jhona pun beranjak mencium sang kakek, dan menuju ruang kerjanya.

"Tak perlu kau minta, kakek akan selalu mendoakanmu."

*****

Di ruang kerjanya, jhona berfikir untuk memperkenalkan sinta pada kakeknya. Ia pun menghubungi sinta.

"Halo..." jawab sinta.

"Sayang, bagaimana jika kita menemui orangtuamu dan juga kakekku?"

"Boleh saja. Kapan?!?"

"Dua hari bagaimana?

"Baiklah. Kebetulan itu adalah akhir minggukan?" sinta mengiyakan.

"Kalau begitu kita sepakat." jhona menutup teleponnya.

Jhona tak sabar menanti akhir minggu ini.

*****

Jhona tiba di rumah sinta. Saat ia menekan bel rumah, santi membukakan pintu.

"Kak jhona? Ayo masuk kak. Kebetulan ada papa dan mamah di dalam." ajak santi. Jhona pun masuk dan menemui orangtua sinta.

"Oh, baiklah." kegugupan melingkupi dadanya. Jantungnya seakan memompa lebih cepat.

"Om, tante bagaimana kabar kalian?" jhona menundukkan kepalanya.

"Jhona, silahkan duduk nak." santi melangkah memanggil sinta. "Om dan tante baik-baik saja."

"Syukurlah." sinta menuju ruang tamu.

"Pa, mah sinta ingin memberitahukan sesuatu." orangtua sinta saling bertukar pandangan. Mereka sedikit heran. Sintapun duduk di dekat sang mamah sambil merangkul bahu mamah.

"Pa, mah sinta dan jhona saat ini bukan lahi teman baik." papa dan mamahnya mengerti arah pembicaraan sinta. Sementara jhona tersenyum.

"Saat ini sinta dan jhona sudah menjadi sepasang kekasih." ucap sinta malu-malu.

Papa dan mamahnya merasa bahagia. Akhirnya sinta sudah memulai awal baru lagi. Mereka senang karena jhona adalah anak yang baik.

Mereka yakin, jhona mampu membuat sinta bahagia.

Mereka pun berpamitan karena jhona mengatakan akan mengenalkan sinta pada kakeknya lebih dulu. Setelah itu ia baru akan mengambil langkah untuk melamar sinta.

*****

"Kau gugup ya?"

"Hmmm...." sinta terlihat berulang kali menarik nafas dalam dan menghembuskannya perlahan. Berharap kerja jantungnya menjadi lebih stabil seperti biasa.

Saat tiba, sang kakek sedang duduk di bawah pohon di depan rumah. Taman yang asri menjadi favorit kakeknya di kala sore hari.

"Kakek..." jhona memeluk sang kakek.

"Kau sudah kembali." sinta memberi salam pada kakek.

"Kakek albert, bagaimana kabar kakek?"

"Kakek baik-baik saja, nak. Ayo duduklah di sini. Kita menikmati pemandangan." mereka pun duduk. Jhona memulai pembicaraan.

"Kakek, aku dan sinta sekarang adalah pasangan kekasih." raut wajah sang kakek berubah menjadi bahagia.

Bagaimana tidak, setelah 4 tahun, akhirnya jhona mampu bangkit dari keterpurukannya. Kakeknya benar-benar merasa senang.

"Syukurlah, kakek lebih tenang sekarang."

Mereka berbincang cukup lama. Hingga sang kakek meminta mereka untuk segera mengakhiri masa lajang mereka.

Sinta dan jhona, terlihat berfikir keras. Mereka mendiskusikan hal ini. Dan akhirnya jhona memutuskan untuk segera melamar sinta.

Sinta cukup terkejut. Namun dengan segera ia menyetujui lamaran itu. Kakek albert berkata, akan segera menemui orangtua sinta. Melamar sinta untuk jhona.

Mereka mempersiapkan segalanya dengan baik. Tak terlintas di fikiran mereka jika mereka akan menikah dalam kurun waktu yang cukup singkat.

Namun kebahagiaan terpancar dari raut wajah mereka. Para sahabat dan kerabat pun turut berbahagia atas keputusan itu.