Saat ini, usia kandungan sinta, sudah memasuki 3 bulan. Mual serta muntah yang di alaminya, mulai berkurang. Berat badan sinta pun mulai bertambah. Tubuhnya kini semakin berisi.
Pagi ini, jhona sinta dan kakek albert tengah sarapan bersama. Entah hanya perasaan sinta saja atau... Kakek albert bersikap lain.
"Jhona, sebentar lagi kau akan menjadi seorang ayah. Didiklah anakmu dengan baik." kakek albert menasihati.
"Iya kek."
"Bagaimana kondisi perusahaan?Apakah kau kesulitan?" tanya kakek.
"Tidak kek. Semua baik-baik saja." jawab jhona.
"Baguslah. Oh iya sinta sayang, tolong bantu kakek menjaga jhona ya. Jika dia sudah bekerja dengan fokus, pasti akan melupakan makan. Pola makannya jadi tidak teratur."
"Baik kek. Tapi, kakek mau kemana?" sinta merasa heran. Ia tak bisa menahan rasa ingin tahunya.
"Kakek tidak kemana-mana sayang." ucap kakek menenangkan. Ternyata, jhona pun merasa heran dengan kata-kata yang di ucapkan kakeknya tersayang itu. Namun jhona, mencoba berfikir positif.
Jhona terus berfikir, bahwa kakeknya mengkhawatirkan perusahaan. Mengkhawatirkan dirinya karena pola makannya yang bisa berantakkan hanya karena fokus terhadap pekerjaannya.
Fikirannya berkecamuk. Membuat konsentrasinya sedikit kacau. Dengan segera, jhona menenangkan dirinya dan kembali bekerja.
*****
Di rumah, sinta menyiapkan makan siang untuk di bawa ke tempat jhona bekerja dan juga untuk kakek albert.
Untuk kakek, sinta menyiapkannya dan mengantarkannya ke kamarnya. Kakek albert tidak suka makan sendiri di meja makan.
Sebenarnya, sinta ingin menemani. Namun, mengingat ucapan kakek albert pagi tadi, sinta memutuskan akan membawakan bekal jhona ke kantor menjelang makan siang. Agar jhona memakannya.
Lain halnya, jika jhona memiliki meeting di luar kantor, atau perjalanan bisnis. Saat itu, sinta tidak akan pergi mengantarkan makanan. Karena ia tahu, jika jhona di luar, ia pasti akan memesan makanan.
*****
Beberapa hari berlalu setelah nasihat kakek albert. Pagi itu, kakek sedang berjalan-jalan di taman belakang dengan sinta dan jhona.
Wajah kakek albert, sangat bersinar. Terlihat sangat bahagia. Hingga tak menimbulkan kecurigaan sama sekali. Karena selang beberapa waktu, kakek albert tiba-tiba saja jatuh pingsan.
Ya, mereka terkejut. Dengan cepat, jhona membawa kakek albert ke Rumah Sakit terdekat di ikuti sinta. Jhona benar-benar sangat khawatir dengan kondisi kakeknya.
Sinta terus mendampingi jhona dan menenangkan jhona. Meski pun, dalam hatinya, ia pun merasa sangat cemas. Namun, ia ingin menjadi kekuatan untuk suaminya.
Tak berapa lama, dokter keluar dari ruangan tempat kakek albert. Jhona menghampiri dan bertanya pada dokter itu tentang kondisi kakeknya.
"Bagaimana dok, kakek baik-baik saja kan?" tanyanya.
"Mohon maaf Tuan muda, Tuan besar albert sudah tidak bernyawa lagi." seketika, dunia jhona runtuh. Tak lagi berbentuk.
Jhona bahkan, tak bisa mengeluarkan air matanya. Sinta terkejut. Ia mencoba menopang tubuh suaminya yang terduduk lemas tanpa ekspresi.
Sinta mengerti, betapa terpukulnya jhona akan hal ini. Baru pagi tadi mereka bersenda gurau. Hanya berjarak 3 jam, kakeknya sudah tak bisa lagi tersenyum.
Sinta menguatkan jhona. Ia menelepon assisten rudi untuk menyiapkan segala prosesi pemakaman kakek albert. Rudi pun bergegas melakukan apa yang harus di lakukan.
Banyak sahabat, kerabat, para relasi, dan para karyawan yang igin mengantarkan kakek albert ke tempat peristirahatannya yang terakhir.
Kakek albert yang di kenal disiplin, tegas, berwibawa, namun baik hati dan murah senyum, meninggalkan kesan yang terdalam bagi semua orang yang mengenalnya.
Kakek albert di makamkan bersebelahan dengan makam nenek agnes mendiang isterinya yang adalah nenek jhona. Dan juga kedua orang tua jhona ada di dekat kakek albert.
Para sahabat, kerabat dan relasinya, mulai meninggalkan area pemakaman ketika acara pemakaman telah selesai. Di sana tinggal sinta, jhona dan rudi assisten jhona.
Jhona mengusap-usap nisan kakek albert. Sinta membiarkan jhona melepaskan kesedihannya. Karena ia tahu, sejak kakek albert dinyatakan meninggal, air mata jhona sama sekali tidak keluar.
"Sayang, menangislah. Menangis tidak menjadikannmu seperti anak kecil. Lepaskan air matamu. Aku ada di sini untuk menjadi sandaranmu." ucap sinta. Berbeda dengan jhona. Sejak awal, sinta sudah menitikkan air matanya.
Sebab sinta, kehilangan sosok seorang kakek yang bijaksana namun perhatian.
*****
Saat mereka di rumah, jhona berubah menjadi lebih dingin dari biasanya. Jhona makan hanya beberapa suap, tidur pun tidak nyenyak. Pemakaman kakek albert sudah berlangsung sejak 2 minggu lalu.
Suatu hari, jhona masuk ke dalam kamar kakeknya. Sinta yang tak melihat dia masuk ke dalam sana, mengira jhona ada di dalam kamar mereka.
Hingga tiba-tiba sinta di kejutkan dengan suara tangis yang amat teramat sedih, hingga menyayat hati.
Sinta tahu, itu adalah suaminya. Sinta masuk ke dalam kamar kakek albert, dan memeluk jhona. Jhona semakin menangis.
Sinta pun semakin mengeratkan pelukannya. Sinta tak kuasa menahan air matanya mendengar kesedihan suaminya itu. ia ikut menamgis.
Lama jhona menangis. Hingga ia kelelahan dan tertidur di kamar itu. Sinta pun, ikut merebahkan dirinya di samping jhona.
Hingga hari beranjak sore, jhona terbangun dan melihat sinta tertidur dalam pelukkannya.
Di belainya pipi sinta dengan lembut.
'Maafkan aku sayang mengabaikanmu beberapa waktu ini. Terimakasih karena kau terus menjadi penyemangatku. Aku mencintaimu. Sungguh mencintaimu.' ucapnya dalam hati.
Tangannya beralih membelai perut sinta ynag mulai membesar.
'Terimakasih ya nak, karena kau tetap menemani mamahmu. Terimakasih karena sudah hadir dalam hidup papah. Papah mencintaimu.' jhona mencium perut sinta.
Sinta terbangun dan melihat interaksi jhona dan calon anak mereka. Sebuah senyum tercipta di bibirnya. Di belainya rambut jhona.
"Sudah bangun sayang, maaf aku membangunkanmu."
"Tidak. Aku senang, kau sudah kembali." sinta memeluk erat jhona.
Jhona, kini sudah merelakan kepergian kakek albert. Dia tidak sendiri. Masih ada isteri dan calon anak mereka yang akan lahir dalam hidupnya.
Ya, dia sangat bersyukur karena Tuhan masih menyayanginya. Tuhan memberikannya isteri yang cantik, baik, dan pengertian. Bahkan Tuhan mempercayakan pada mereka seorang anak yang tinggal beberapa bulan lagi akan lahir.
Kini, saatnya bagi jhona menemani sinta. Membuat sinta bahagia hidup bersama dengannya. Dia tak ingin sinta terluka.
*****
Saat ini, mereka tengah berkunjung ke rumah keluarga sinta. Kebetulan sekali, alena dan dion sedang mampir ke sana.
Sinta melepas rindu dengan orangtua dan adiknya santi. Ia pun memeluk aldi. Buah hati dion dan alena.
"Aldi, kau sudah besar ya." ucap sinta seraya menciumi pipi aldi yang seperti bakpau. Mereka yang melihat interkasi sinta dan aldi tertawa. Karena aldi tidak suka di ciumi.
"Sinta, sudah berapa bulan usia kandunganmu nak?" tanya mamahnya.
"Sudah masuk minggu ke 24 mah." jawab sinta.
"Jadi sebentar lagi ya?" alena menimpali.
"Bagaimana jenis kelaminnya?" papah sinta bertanya.
"Kami memutuskan tidak ingin mengetahuinya. Tunggu dia lahir saja." jawab jhona.
"Jika perempuan, bagaimana jika kita jodohkan?" ucap dion.
"Apa-apaan itu, bayiny belum lahir ka dion." santi menjawab. Kami yang mendengar tertawa bersama.
Akhirnya, santi dan dion berdebat hebat. Menurut santi, ini bukanlah zaman untuk perjodohan. Biarkan saja mereka memilih pasangan yang cocok.
Lain dengan pemikiran dion. Lama perdebatan itu berlangsung. Hari beranjak malam, sinta dan jhona, alena dan dion, mereka pamit undur diri untuk pulang.