Jhona dan sinta kini merasa sangat bahagia. Kehadiran puteri kecil mereka, semakin melengkapi kebahagiaan mereka.
"Jhona, sudah kau persiapkan nama tuan puteri kecil kita ini?" tanya papah sinta.
"Sudah pah. Kami sudah menyiapkannya sejak jauh-jauh hari." sinta dan jhona tersenyum.
"Oh ya? Boleh mamah menyumbangkan nama juga?" tanya mamah sinta antusias.
"Mamah, dengarkan dulu mereka." papah menyela. Jhona dan sinta tertawa melihatnya. "Cepat katakan. Papah ingin dengar." perintah papah sinta.
"Jovanka Lovata Alleandro."
"Nama yang bagus. Papah suka." mamah turut menganggukkan kepala pertanda menyukai nama tersebut.
"Apa panggilannya?" tanya mamah.
"Jova."
"Tapi sepertinya, mamah tidak perlu menambahkan nama lagi ya. Sudah cukup panjang."
Mereka semua tersenyum senang dan mulai memanggil puteri kecil itu dengan namanya "Jova".
*****
Sinta begitu bahagia menjalani perannya yang baru sebagai seorang ibu. Meski lelah, ia sangat menikmatinya.
Begitupun dengan jhona. Saat jhona merasa lelah karena pekerjaan yang menumpuk, hanya jovalah yang menjadi penyemangatnya.
Orang tua sinta pun, ikut menikmati perannya sebagai kakek dan nenek. Apalagi jova adalah cucu pertama mereka.
Saat kedua orang tua sinta bahkan santi merasa bosan, jovalah yang membuat mereka tertawa.
Jova, menjadi puteri yang selalu di rindukan. Dia tumbuh menjadi seorang puteri yang cantik dan menggemaskan.
Sekarang, jova sudah berusia 9 bulan. Dia semakin menggemaskan. Tingkahnya yang lucu, selalu membuat orang-orang di sekelilingnya bahagia.
Setiap hari, ada saja hal lucu yang di perbuatnya. Jova mulai belajar berjalan. Dia pun sudah mulai belajar bicara. Celotehannya, terkadang membuat sinta lelah. Namun tetap ia mengajari jova berbicara.
*****
Kian hari jova semakin lincah dan pandai dalam berbagai hal. Ia tumbuh menjadi anak cerdas dan berbakat.
Bukan karena sinta memaksanya. Justru sinta membebaskan jova melakukan apa yang ia mau, namun masih dalam batas kewajaran.
Sinta mengawasi setiap kegiatan jova.
Saat waktu jhona luang, ia akan menyempatkan diri untuk mengajak keluarga kecilnya menikmati kebersamaan mereka.
Tak ada hal yang lebih membahagiakan daripada bersama keluarga. Menikmati setiap tumbuh kembang sang buah hati. Membangun keluarga yang harmonis dan rukun.
Sinta bersyukur, karena ia memiliki suami yang tidak hanya tampan, tapi juga baik, pengertian, lembut dan penyayang. Terlebih, seorang puteri yang sangat cantik, cerdas, dan di sayangi banyak orang.
Tak ada kata yang bisa mewakili perasaan bahagianya. Ia hanya berdoa, semoga semua hal baik yang terjadi untuknya, tidak segera sirna.
*****
1 tahun kemudian.
Usia jova kini menginjak hampir 2 tahun.
Sementara itu bisnis yang di jalani jhona pun, kini terbilang sukses. Kali ini, jhona berkeinginan untuk menyatukan Mega Corporation dengan Eagle Furniture Group.
"Sayang..." jhona memulai pembicaraan.
"Iya...."
"Apa kau setuju, jika Mega Corporation di gabung dengan Eagle Furniture Group?" jhona mengucapkannya dengan hati-hati. Ia tak ingin menyakiti hati sinta.
Sinta terdiam. Ia terlihat sedang berfikir. Sebenarnya, sinta cukup terkejut.
Setelah beberapa waktu sinta mulai berbicara.
"Jika masalah itu, aku harus bertanya pada papah dulu." jawab sinta.
"Hmmmm... Biar aku saja yang bicara pada papah." ucap jhona dengan senyum.
Sinta mengerti maksud jhona. Namun ia tak bisa mengambil keputusan sendiri. Karena masih ada papahnya sang pemilik perusahaan.
Ke esokkan harinya, sinta menemui orang tuanya. Ia mengajak jovanka mengunjungi kakek dan neneknya. Kebetulan sekali, sinta merindukan orangtuanya. Begitu pula dengan jova yang merindukan kakek dan neneknya.
Setelah melepas rindu beberapa saat, sinta mulai mengutarakan maksud ke datangannya. Sebelumnya, sinta meletakkan jova yang sudah tertidur pulas ke dalam kamarnya dulu.
Ia pun menemui orang tuanya.
"Pah, ada hal penting yang ingin sinta bicarakan." sinta meletakkan teh yang di buatnya sebelum menemui sang ayah sebagai hidangan yang menemani obrolan mereka.
"Katakanlah sayang." sinta pun memulai pembicaraan itu. Ia pun menyampaikan niat baik suaminya, jhona.
Papahnya mendengarkan dengan seksama. Sinta, menjelaskan segala hal yang sudah ia bicarakan dengan jhona pada papahnya.
"Bagaimana menurut papah?" tanta sinta setelah selesai menjelaskan. Papahnya terlihat sedang memikirkan apa yang di ucapkan puterinya itu.
"Mungkin untuk saat ini tidak sinta. Karena, ada adikmu yang menjalankannya. Biar papah diskusikan dengan santi lebih dulu." sinta mengerti perasaan papahnya.
Mereka melanjutkan senda gurau mereka dengan puteri kecil itu.
Setelah puas bermain, sinta mengajak jova pulang. Namun jova masih ingin bermain di rumah kakek dan neneknya. Akhirnya, sinta memutuskan menghubungi jhona agar menjemputnya ke rumah orang tuanya.
Satu jam kemudian, jhona tiba di kediaman keluarga sinta. Lama mereka melakukan pembicaraan. Hingga tak terasa, hari semakin gelap. Mereka pun berpamitan dan pulang.
Jova yang sudah kelelahan pun tertidur di pangkuan sinta.
"Aku sudah bicara dengan papah tadi."
"Lalu?"
"Papah bilang, masih ada santi yang meneruskan. Jadi, itu bisa kita fikirkan nanti. Jika memang santi tak mampu, mungkin papah akan nemikirkannya kembali."
"Aku mengerti."
"Apa kau marah sayang?" sinta melihat raut wajah jhona yang terlihat datar.
"Tidak sayang." jhona mencoba menenangkan isterinya.
'Tapi kenapa wajahmu seperti itu?' batin sinta.
Tak lama mereka sampai di rumah. Mereka segera membersihkan diri. Setelah sinta selesai, ia memeriksa kondisi jova. Seperti popoknya, bajunya atau yang lainnya.
Setelah itu, sinta merebahkan dirinya di ranjang. Tak lama, jhona pun naik ke atas ranjang. Sebenarnya sinta ingin bertanya padanya. Namun ia urungkan.
'Dia kenapa ya? Apa harus ku tanya? Ah... sudah lah.' batin sinta. Sinta mencoba memejamkan matanya namun matanya tak juga terpejam.
"Sayang?" sinta terkejut jhona memanggilnya dan memeluknya.
"Kau kenapa?" tanya sinta. jhona membenamkan wajahnya di tengkuk isterinya. Menghirup dalam-dalam aroma tubuh isterinya gt5itu.
"Tidak apa. Kau tidak marahkan padaku?" sinta membalikkan tubuhnya menghadap jhona. Dilihatnya wajah suaminya.
"Katakan padaku. Apa yang terjadi?" sinta menatap dalam mata jhona. Jhona pun melihat ke dalam mata sinta.
"Tidak ada. Hanya rasa khawatir yang tak beralasan."
"Apa kau yakin benar tak ada apa-apa? Kamu tahu tidak kalau naluri seorang isteri itu mampu mengetahui segala sesuatu yang suami sembunyikan?" jhona terlihat berfikir.
"Benarkah? Bagaimana caranya?" jhona terlihat antusias mendengarkan. Entah benar atau tidak jhona pun tak tahu.
"Pasti aku bisa menebaknya. Mungkin bukan sekarang. Tapi kau akan tahu bahwa firasatku benar. Kau menyembunyikan sesuatu dariku. Sudah aku mau tidur." sinta membelakangi jhona.
Jhona menghembuskan nafas perlahan sambil tersenyum.
Akhirnya mereka terlelap. Hingga tengah malam, mereka terbangun karena jhona menangis. Sinta terbangun dan menghampiri jova. Dengan sigap sinta memeriksa apa yang di butuhkan jova.
Setelah memastikan jova kembali tertidur, sinta ingin melanjutkan tidurnya. Ia melihat jhona suaminya sudah kembali terlelap.
Benar-benar membuatnya curiga dan bertanya-tanya. Namun ia putuskan tetap diam.