Rahasia Hati

"Jika kamu sanggup taat pada-Nya, maka kamu dapat menggenggam hatiku dengan setulus cinta mu pada Rabb ku "

Arsaka Bintang

"Yura... " Teriak seseorang dari jauh

Gadis mungil yang sedang duduk di taman belakang kampus menoleh ke sumber suara yang memanggilnya. Gadis itu tersenyum melihat raut wajah kesal dari sahabat nya.

"Ni, bocah. Udah tahu mau masuk masih di luar. Hayo cepat, sebelum dosen dateng ke kelas" Sahabatnya menarik tangan gadis itu dengan tergesa-gesa menuju ruang kelas.

Yura dan sahabatnya duduk di kursi belakang sambil bercerita dengan teman sekelas lainnya.

Bruk

Semuanya ,menoleh ke arah pintu mendapati seseorang yang sedang berdiam diri di tempat nya.

"Biasa aja donk bukanya. Bikin kaget aja" Protes Alan

"Kenapa sih? Kayaknya important banget" Kepo Andira

"Yuhu... Hari ini, Pa Kevin tidak masuk di karenakan rapat dosen" Dhani memberitahukan teman sekelasnya.

Seketika ada yang merasa senang dengan tidak adanya dosen. Merdeka bagi para mahasiswa yang bisa tidur sepuasnya dengan khidmat. Berbeda dengan mahasiswa yang kecewa dengan tidak adanya dosen. Mereka merasa susah susah payah datang ke kampung, membayar uang kuliah dengan biaya tak seberapa, tapi  pulangnya tidak mendapatkan ilmu yang di pelajari hari ini. Yah, tipikal anak rajin.

Yura Arbani Zummy, tergolong mahasiswa yang senang dengan tidak hadirnya dosen. Bahkan saat ini sedang bersiap untuk tidur di tempat nya.

"Ekh, Yura. Kamu jangan tidur. Kebiasaan banget sih kalo ga ada dosen" Tina, sahabat Yura mengguncang kan tubuhnya dengan pelan

"Ngantuk, Tina"

"Ga boleh. Daripada tidur terus mending kamu ikut kita main truth or dare yang saat ini lagi booming. Bangun, Yura" Tina memaksa Yura mengikuti permainan ini bersama teman satu kelasnya.

Yura dengan malasnya bergeser ke samping Tina membentuk lingkaran besar di ruang kelasnya.

"Intinya, pemainan ini cukup di putar botolnya sampai botol itu berhenti diantara kalian lalu kalian pilih mau jujur atau melakukan sesuai yang kita suruh. Mengerti? " Intruksi Bayu kepada temannya

"Mengerti" Mereka menjawab kompak

Bayu mulai memutarkan botol nya dengan kecepatan sedang. Botol itu perlahan mengurangi kecepatan nya dan berhenti tepat di depan Tina.

"Nah, kena kau" Teriak Bayu semangat

"Ish, kenapa aku sih? " Protes Tina dengan wajah cemberut

"Pilih Truth or Dare? "

"Hm... Truth"

"Yes, gue yang mau nanya ke Tina" Kata Rudi sambil mengangkat tangannya

"Pertanyaan yang berbobot, Rudi. Jangan bercanda"

"Kalau di kelas ini ada yang suka sama kamu, gimana? " Tanya Rudi to the point

"Cieee" Ledek teman satu kelas

"Ga peduli" Ucap Tina cuek

Ruang kelas di penuhi dengan gelak tawa mendengar jawaban Tina

"Ekh, anjir. Sakit banget cuy"

"Di tolak sebelum menyatakan"

"Sakit yang tidak berdarah"

"Kenapa? " Tanya Rudi lagi dengan menyembunyikan raut wajah kecewanya

"Inget. Satu pertanyaan" Tina mengingat Rudi atas perjanjian permainan ini

"Kita mulai lagi, yah" Bayu memutarkan botolnya dengan kencang.

Yura menatap botol itu dengan seksama berharap bukan dia yang akan di tunjuk oleh botolnya ketika berhenti. Perlahan, botol itu melewati Bayu, Rudi, Tina dan berakhir di depan Yura. Yura menundukkan kepalanya kecewa terhadap hasil yang tidak diharapkan.

"Good, Yura yang kena. Si misterius Yura" Ucap Bayu melihat Yura dengan gemas

"Gue mau nanya sama Yura" Ucap Ray

"Awas aja pertanyaan yang ga di harapkan"

"Ekh, bentar Truth or Dare? " Bayu membuat pilihan kepada Yura

"Truth" Jawab Yura dengan yakin

"Good. Pertanyaan nya, siapa laki-laki yang kamu suka di kampus? " Tanya Ray menatap Yura dengan penasaran

Yura terdiam mendengar pertanyaan Ray

"Ga ada" Jawab Yura dengan cepat

"Bohong gue tendang lu, Ra" Kesel Ray dengan jawaban Yura

"Yah, ga asyik" Keluh teman satu kelas Yura

"Kan emang bener,  ga bohong" Yura mencoba menyakinkan teman-teman nya.

Bayu mulai memutarkan botolnya kembali. Perlahan, botol itu berhenti tepat di depan Yura lagi.

"Ikh, kok aku lagi sih? " Protes Yura tak terima

"Yah orang gimana botolnya kan, Ra"

"Truth or dare? " Bayu bertanya kepada Yura

"Hmm.. Dare" Jawab Yura

"Nah, kena kau Yura. Siapa ni yang mau ngasih tantangan? " Tanya Bayu kepada teman sekelasnya

"Aku, Bay" Ucap Raina sambil mengangkat tangannya

"Jangan macem-macem lho, Na"

"Simple kok. Gue tahu selama ini lu selalu bermasalah sama pa Arsa dan ga pernah akur di kelas. Jadi, gue pengen lu bilang sesuatu sama dia"

"Apaan? " Tanya Yura dengan cuek

"Lu cukup bilang sama pa Arsa, kalo lu itu sayang sama dia"

Yura menatap Raina terkejut "Lu gila yah? "

"Setuju" Teriak teman satu kelasnya

"Apaan kalian setuju setuju. Aku ngga setuju sama tantangan kamu, Na. Enak aja. Bisa-bisa harga diriku jelek di mata dia" Yura menatap semunya dengan jengkel

"Ohh, berarti kalau gitu kamu beneran suka sama dia? "

"Gila. Jangan membuat kesimpulan seperti itu dong" Yura menampik ucapan Raina

"Yaudah lakuin" Perintah Bayu

"Bukannya kata Dhani dosen lagi rapat? "

"Yah lu bisa lakuin pas pulang kampus lah. Terus rekam percakapan lu sama pa Arsa. Udahnya, kirim ke grup Whatsapp kelas. Gampang kan? "

"Gampang mata lu akh? Ga ada pilihan lain? " Tanya Yura lagi

Semuanya menggelengkan kepalanya tanda tidak ada pilihan lain selain melakukan itu kepada pa Arsa.

Arsa berdiri dari tempat duduknya "Yaudah. Aku mau pergi menemui pa Arsa sekarang"

Tina menahan tangan Yura "Nanti aja. Jangan sekarang, Ra"

"Noo, aku pergi sekarang. Bye semua nya" Teriak Yura sambil berlalu pergi dari kelasnya.

Yura berjalan meninggalkan kelasnya menuju perpustakaan yang saat ini sedang sepi. Yura duduk di sudut ruangan yang sepi sambil memikirkan apa yang harus dia lakukan nanti kepada dosen nya.

"Aku bilang sayang sama pa Arsa? Yang benar aja. Noo"

"Tapi, nanti kalo ga bilang pasti di teror terus sama mereka"

"Harga diriku pasti akan hancur. Mamah, tolong Yura" Yura mengetukkan jarinya ke meja dengan gelisah

"Masa aku bilang 'pa saya suka sama bapak'. Ikh ngga. Nanti tu dosen kegeeran lagi"

"Oh iya, sekalian aja bilang kalo itu cuma bohong dan lagi ada permainan sama teman sekelas. Gitu aja kali yah? Yaudah lah. Rumit banget" Yura tersenyum sumringah telah memikirkan perkataan yang akan di ucapkan kepada pa Arsa.

Bel pulang berbunyi. Yura langsung melesat menuju ruang dosen yang berada di lantai 1. Di depan pintu, Yura mengetuk pintu lalu meminta ijin untuk bertemu pa Arsa. Yura berjalan menuju ruangan Arsa yang berada di sebelah kanan dekat ruang rektorat.

"Assalamu'alaikum. Permisi pa, saya Yura ingin bertemu dengan bapak" Ucap Yura di depan pintu

"Masuk" Pa Arsa mempersilahkan Yura masuk ke ruangan nya

Yura membuka pintunya lalu menutup kembali agar tidak ada yang mendengar apa yang akan di katakan Yura. Perlahan, Yura berjalan menuju meja yang sedang di duduki oleh Arsa.

"Ada apa? " Tanya Arsa yang masih memfokuskan pandangannya ke berkas yang ada di tangannya.

Yura memainkan jarinya dengan gugup "Hmm, begini pa. Tolong bapak dengarkan apa kata saya. Tapi bapak, jangan langsung percaya diri. Ini.. Hm hanya sebuah permainan" Ucap Yura dengan gugupnya

"Ada apa? " Tanya Arsa lagi

Yura menutup matanya dengan rapat "Saya suka sama bapak"

Arsa terdiam mendengar ucapan Yura lalu menatap Yura dengan tatapan tak terbaca

"Udah itu saja yang mau saya katakan. Saya permisi pa. Selamat sore" Yura dengan cepat membalikkan badannya dan bersiap untuk meninggalkan ruangan Arsa

"Tunggu" Cegah Arsa sambil berjalan memutari meja.

Arsa mengambil remote control untuk menutup jendela dengan tirai agar tidak ada yang melihat ke dalam ruangannya.

"Kamu suka sama saya? " Tanya Arsa to the point

Yura menatap sudut ruangan dengan gelisah "Ekh, ngga pa. Kan saya tadi sudah bilang ini hanya permainan, bukan saya beneran suka sama bapak"

"Kemarilah" Perintah Arsa dengan lembut

Yura mengedipkan matanya beberapa kali lalu mengikuti intruksi Arsa untuk mendekat

"Padahal, kalaupun kamu beneran suka sama saya. Saya ga papa" Bisik Arsa di telinga kanan Yura sambil tersenyum

"Hmm, Pa. Tolong menjauh dari saya" Yura mendorong tubuh Arsa

Arsa menatap Yura "Kalau lagi berdua, jangan memanggil nama saat dengan formal, Yura"

"Tapi, pa. Ekh, iya ka. Maaf" Ucap Yura menundukkan kepalanya

Arsa menarik Yura membawa Yura kedalam pelukannya

"Ekh" Ucap Yura terkejut dengan perlakuan Arsa

"Kapan kamu suka sama saya, Yura? Sudah satu tahun kita menikah, tapi kamu masih belum menyukai saya hingga detik ini" Arsa mengeratkan pelukannya

"Ka, dengarkan aku dulu"

"Saya tahu pernikahan kita hasil perjodohan. Tapi, pernikahan ini murni saya menyukaimu dari dulu. Saya tidak mau perasaan saya ini menjadi kotor jika kita lalui dengan berpacaran. Kamu terlalu suci untuk di kotori,walaj hanya ucapan semata"

"Ka" Panggil Yura

"Jadi, kapan kamu akan mempertimbangkan perasaan kamu untuk saya? " Arsa melepaskan pelukannya lalu menatap Yura lekat.

Yura memutar matanya dengan kesal "Kakak tidak dengar dari tadi saya memanggil kakak? Ka dengarin aku dulu. Bukannya saya tidak suka sama kamu, Ka. Tapi, bukan hanya perasaan suka aja yang harus di bangun dalam bahtera rumah tangga. Perasaan cinta dan kasih sayang itu yang paling utama" Jelas Yura kembali menatap Arsa

"Bisa kakak lepasin tangan kakak dipinggang ku dulu? " Arsa menggelengkan kepalanya tanda tidak mau

"Aku akan mengatakan sesuatu kepada kakak" Yura menatap Arsa dengan wajah memelas.

Arsa melepaskan tangannya lalu melipat tangannya di dada menatap Yura yang sedang gelisah.

Perlahan, Yura berjalan mundur berdiri di belakang pintu bersiap-siap untuk kabur.

Yura berbalik menatap Arsa dengan lembut "Asal kakak tahu, aku sudah menyukai kakak ketika aku kecil" Yura tersenyum kepada Arsa

"Jadi, untuk apa aku masih mempertahankan rumah tangga ini kalo aku tidak ada perasaan sama kakak? "

"Aku hanya bisa mengucapkan rasa cinta ku pada mu lewat setiap do'a ku saja, kalau kakak mah tahu itu"

"Mungkin aku belum pernah mengatakan ini sama kakak. Tolong dengarkan baik-baik" Perintah Yura kepada suaminya, Arsaka Bintang

"Aku mencintaimu, Arsaka" Ucap Yura menatap Arsa tersenyum lalu membuka pintu dengan cepat keluar dari ruangan Arsa.

"Saya pamit yah, Pa. Bye pa Arsa" Teriak Yura dari luar ruangan lalu berlari menjauhi ruangan dosen dengan tersenyum bahagia

Sedangkan, Arsa yang masih di dalam ruangan nya menangis bahagia mendengar ucapan Yura. Perasaan yang dia pertahanan akhirnya di balas juga dengan penantian yang tidak di sangka-sangka.

Arsa menatap ke arah pintu yang menjadi tempat keluar Yura "Kamu memang misterius dan pandai menyimpan rahasia hati, Yura"

"Terima kasih. Aku mencintaimu juga, Yura Albani Zummy" Ucap Arsa membalas perkataan Yura dengan tersenyum menawan

By: Ainun Solihat