“Kau gila? We’re just stranger, Marco.”
“Kau yang gila. Kaupercaya dengan ucapanku tadi?” Marco sedikit mencondongkan wajahnya, penasaran. “aku tidak mungkin meminta itu. Pernikahan sah secara agama bukan suatu hal yang bisa dipermainkan.”
Marsha mendengus “hei sinting. Kau sadar dengan apa yang baru saja kau katakan? Apapun itu, namanya tetap saja pernikahan dan kita sedang mempermainkannya.”
“Mari kita jalani dan sudahi membahas omong kosong ini.”
Marco dan Marsha akhirnya menyudahi pembicaraan yang tidak akan ada habisnya jika terus dibahas.
Usai makan, Marco mengajak Marsha ke tempat foto studio. Marsha sesaat bingung mengapa ia diajak ke tempat seperti ini namun kebingungannya terjawab saat Marco mengatakannya.
“Anggap saja foto after-wedding. Kita membutuhkannya untuk publikasi dan mungkin di posting di media sosial kita,” ujar Marco.
Begitu Marsha mendengar kata ‘media sosial’ muncul pertanyaan sekaligus kekhawatirannya. Marsha tidak memfollow akun medsos Marco satu pun, begitu juga sebaliknya. Bukankah publik akan curiga jika tiba-tiba mereka saling memfollow? Batin Marsha.
“Tidak butuh dress atau make up tambahan?” tanya seorang pria bertato dan bertindik yang berada di depannya yang Marsha yakini pria itu adalah fotografer.
Marco menggeleng. “Tidak perlu. Aku ingin semuanya terlihat natural dan tanpa make up pun dia sudah sangat cantik.”
Selama sesi foto tersebut sebenarnya Marsha merasa risih karena jaraknya dan Marco terlalu dekat, apalagi ketika fotografer meminta keduanya saling mendekatkan bibir. Kejadian itu membuat Marsha teringat apa yang Marco lakukan pagi tadi.
"Kautahu? aku menyesal menulis kontrak tidak ada sentuhan fisik. Mungkin kontraknya akan kuubah nanti," bisik Marco di telinga Marsha sembari ia merangkul pinggul Marsha erat. Bibir Marco tersenyum jahil saat mengeluarkan ucapannya itu. Ia membayangkan apa yang ada dipikiran wanita polos yang tak pernah tersentuh.
Marsha meresponnya dengan tatapan membunuh. Tak sepatah kata pun yang keluar dari bibir merahnya. Ia tak ingin menggubris si suami-palsunya nya itu yang ternyata punya pikiran mesum.
"Oke sudah selesai. Hasilnya besok akan dikirim," ujar si fotografer.
"Ok. Thank you," balas Marco.
Drrttt… drrrttt… ponsel Marsha bergetar. Ia menatap layar ponselnya. Nomor tidak diketahui menelponnya. siapa? Terdapat 10 panggilan tak terjawab dari nomor tidak diketahui tersebut. Penasaran akhirnya Marsha mengangkatnya "Hallo?"
"Hallo Marsha Raynand."
Deg… Marsha tahu benar siapa pemilik suara itu. "Mau apa kau?" geram Marsha. Suaranya meninggi seketika.
Kekehan jahat terdengar disebrang sana. "Aku hanya menyapa. Tidak boleh menyapa sebagai mantan calon suamimu Mrs. Raynand?"
"Bajingan," desis Marsha.
Marco menatap Marsha. Dahinya mengernyit.
"Kau akan tahu bajingan yang sesungguhnya seperti apa."
"Tentu. Bajingannya adalah kau!" Marsha langsung mengakhiri telponnya. Mendengar suaranya saja sudah mampu membuat darahnya mendidih. Tak bisa dibayangkan apa jadinya jika Marsha bertemu dengan Erwan langsung.
"Erwan?" tanya Marco ingin memastikan.
"Ya. Siapa lagi yang kusebut brengsek, bajingan selain dia?" balas Marsha masih dengan nada yang tinggi.
"Wow wow. Calm down, lady. Jangan terlalu membencinya. Benci bisa jadi cinta," goda Marco tersenyum simpul.
"Jika aku disuruh memilih mencintainya atau monyet, sudah pasti kupilih monyet."
"Ssstt kecilkan suaramu itu."
"Kalian baik-baik saja?" tanya sang fotografer.
Marsha lupa bahwa di ruangan ini tidak hanya ada dirinya dan Marco. "Ya kami baik-baik saja," jawab Marsha cepat.
Setelah foto after-wedding, Marco mengajak Marsha ke tempat wisata hanya untuk tidak membuat curiga para media. Harusnya Marco mengajak Marsha honeymoon ke luar negeri agar terlihat mewah di awak media, karena cutinya tinggal 2 hari lagi terpaksa ia memilih yang dekat-dekat saja. Toh bagi Marco dan Marsha ini hanya sebuah pencitraan agar tidak ada yang curiga.
Waktu menunjukkan pukul 7 malam. Betis Marsha terasa sangat sakit sekali. Ini pertama kalinya Marsha berjalan selama berjam-jam, karena Marco. Marco sedari tadi mengajaknya berjalan-jalan mengelilingi toko-toko antik. Wajah Marsha sudah jelas menampakkan rasa lelah, tapi pria yang sedang bersamanya itu tak mempedulikan sama sekali. Tentu saja Marsha ingin meledak-ledak tapi sejak tadi ia pendam karena masih di depan umum. Image-nya harus dijaga. Belum lagi kekesalannya bertambah karena Erwan dan ayahnya menghubungi Marsha berkali-kali.
Damn, semua pria memang menjengkelkan, maki Marsha sembari melihat layar ponselnya yang tak berhenti bergetar.
"Aku bisa membedakan barang asli dan bukan. tapi aku ragu dengan yang ini. Well, jika terbukti KW anda tahu berurusan dengan siapa," ujar Marco.
"Tidak sir. Ini asli. Anda bisa menuntut saya jika ini barang palsu," jawab pria berambut putih dengan style kuno yang tak lain adalah si penjual barang antik.
"Baiklah. Ini cek 200 juta. Kirim ke alamatku." Marco langsung memberikan selembar kertas dan memberikan kepada pak Tua itu tanpa ragu.
Hati Marsha meronta tidak terima melihat Marco begitu mudahnya menghabiskan uang ratusan juta demi barang yang tidak penting. Semudah itukah orang-orang kelas atas membuang uangnya? tanya Marsha dalam benaknya.
Setelah Marco mendapatkan barang yang ia cari, akhirnya mereka pulang menuju hotel.
"Kita tidak akan tidur seranjang lagi kan?" tanya Marsha pada Marco yang sedang fokus menyetir menuju hotel. Ia tidak ingin kejadian memalukan tadi pagi terulang kembali.
"Entahlah. Memangnya kenapa?" Marco menyeringai.
"Kau cari mati ya?"
"Kau tahu kan aku ini pria normal?"
"Kata siapa kau pria jadi-jadian?"
"Nah sudah terjawabkan." lagi, Marco menyeringai.
Marsha tak mengerti apa maksud Marco tapi firasatnya malam ini sungguh tidak enak. Ia khawatir Marco akan melakukan hal yang aneh.
Cekrek…
Mata Marsha langsung terkagum-kagum melihat kamar hotelnya. Nuansanya begitu mewah bak kamar raja dan ratu. Ini pertama kalinya ia menginap di hotel semewah ini seperti di film-film Hollywood. Maklum saja, Marsha biasanya selalu memesan kamar hotel kelas biasa.
"Biar kutebak. Ini juga pertama kalinya kau menginap di hotel seperti ini?" tanya Marco.
Marsha mengangguk.
"Kau begitu beruntung punya suami sepertiku," ucapnya sembari tersenyum menyombongkan diri.
"Biar ku ingatkan Pak Marco Raynand. Kau bukan suamiku. Pernikahan ini hanya di atas kertas, kita tidak sah. Kau tidak sedang jatuh cinta padaku kan?" Marsha menyipitkan matanya, mencoba membaca ekspresi Marco. Sikap Marco hari ini cukup aneh atau memang Marsha belum mengenal Marco?
"Ah masa bodo. Aku mau mandi," lanjut Marsha meninggalkan Marco tanpa menunggu jawabannya yang mungkin saja akan membuat Marsha kesal. Cukup sudah hari ini diuji kesabarannya.
Usai mandi Marsha berencana untuk langsung tidur. Hari ini begitu melelahkan baginya namun ia kalah cepat. Marco sudah lebih dulu tidur di ranjang. Tidurnya terlihat sangat pulas sekali.
"Dia ini sengaja atau bagaimana sih. Duh," keluh Marsha pada dirinya sendiri.
Tak mau ambil pusing. Marsha langsung mengambil bantal dan guling lalu tidur di sofa. ia sudah tidak ada tenaga lagi untuk membangunkan dan berdebat dengan Marco.
Bisa gila jika setahun hidup bersama dia, gumam Marsha sebelum ia terlelap.
***
Marco memijat-mijat keningnya. Kepalanya terasa pusing sekali. Akhir-akhir ini mimpi buruk selalu menghantuinya dan membuatnya terbangun di tengah malam. Marco melirik jam tangannya. Jam 1. Tidak disangka ternyata ia tertidur. Padahal niatnya hanya rebahan sebentar sembari menunggu Marsha mandi tapi dirinya malah tertidur.
Menyadari Marsha tak ada di ranjang, Marco langsung menatap ke semua arah. Terlihat Marsha sedang tidur pulas di sofa dekat jendela. Marco menggeleng heran kenapa wanita itu tidak tidur di ranjang saja. Toh hanya tidur seranjang tidak lebih. Harga dirinya begitu tinggi rupanya, pikir Marco. Ia pun beranjak dari ranjangnya, menuju pada Marsha dan menggendongnya untuk dipindahkan ke ranjang. Marco bukanlah tipe pria yang tega melihat wanita yang tidur di sofa karena dirinya.
Mata Marco tak sengaja melihat belahan dada Marsha ketika Marsha memiringkan posisi tidurnya. Baju tidur Marsha meskipun tertutup tapi bagian atasnya tak dikancing sehingga terlihat belahan dadanya dan warna bra-nya.
"Sial-sial. Sadar Marco. Kendalikan dirimu. Dia wanita polos. Jangan kau nodai wanita polos galak itu," ujar Marco mencoba mengingatkan pada dirinya sendiri.
Cepat-cepat Marco menyelimuti Marsha hingga menutupi kepalanya. Jangankan melihat belahan dada Marsha, kadang melihat bibirnya saja sudah membuat Marco berpikir yang tidak-tidak. Marco menyesal dengan apa yang diperbuatnya tadi pagi. Hal itu membuat Marco membayangkan Marsha bercinta dengannya terus menerus.
Damn, wanita itu memang cantik. Tapi tahan Marco. Nafsumu bisa merusak segalanya. Kau harus menghormati wanita, batin Marco membentengi dirinya sendiri.
Berusaha untuk menghilangkan pikiran kotornya. Marco mengambil laptop dan menyalakannya. Ia penasaran kali ini berita apa yang muncul mengenai dirinya
Marco menikah dengan wanita lain?
Inilah sosok wanita yang ternyata dinikahi Marco
Marsha Adinta istri sah Marco Raynand
Marco Raynan menikahi Marsha Adinta
Marsha Adinta Orang Ketiga antara Hubungan Marco dan Karina
Marco dan Marsha Menikah Tanpa Restu Orang Tua
dan masih banyak lagi artikel yang bersebaran mengenai dirinya. Bagi Marco bukan hal yang aneh. Sedikit saja ada skandal pasti media akan ramai karena Marco aktor papan atas. Tapi ada satu hal yang Marco bingungkan sejak pernikahannya. Kenapa tidak ada berita yang mengungkit bahwa 'Marco membawa kabur pengantin wanita Erwan Hardan' harusnya berita itu menjadi trending.
Marco mengambil ponselnya dan menelpon Ryan. Penasaran dengan hal yang tidak diketahuinya.
"Jadi jelaskan kenapa si Erwan tidak ikut masuk dalam berita?" tanya Marco.
"Kau lupa? dia itu pemilik stasiun TV swasta terbesar di Asia. Hal seperti itu gampang dikendalikannya. Hati-hati dengannya. Kupikir kau bermain dengan orang yang salah."
Seberapa pengaruhnya orang yang bernama Erwan Hardan itu? Marco terus saja bertanya-tanya.
"Emailkan aku semua tentang Erwan dan juga Marsha," perintah Marco dan langsung menutup teleponnya.
Rasa penasaran Marco semakin menjadi. Biasanya jika orang seperti Erwan Hardan mempunyai kerja atau bisnis gelap. Marco tahu betul apa yang dilakukan orang-orang elit seperti dirinya. Memiliki beberapa stasiun TV swasta hanyalah sebuah kedok untuk penyamaran saja, sama seperti Marco. Ia yakin akan hal itu.
Notifikasi email masuk. Dengan cepat Marco membuka email dari Ryan. Email tersebut semua tentang Marsha. Bagaimana pun Marco harus mengetahui seluk-beluk Marsha karena mereka akan hidup bersama selama setahun.
Tidak ada yang mencurigakan saat Marco membaca semua mengenai Marsha. Dia normal seperti wanita yang lainnya tapi ada yang membuat Marco cukup tertarik yaitu Marsha mampu melunasi hutang orang tuanya yang mencapai miliaran dalam usia muda. Selain itu Marsha benar-benar tidak pernah mengencani pria mana pun, banyak pria yang mendekat tapi Marsha menolak. dan ada satu hal yang Marco sadari ketika melihat foto dan video semua aktivitas Marsha beberapa tahun lalu, Marsha terlihat ceria dan periang dimana pun.
Kau memang menarik Marsha Adinta. Tak ada celah. Kelemahanmu pun tak tertulis disini. Tak seharusnya kau masuk dalam duniaku atau pun Erwan. Kau berada dilingkaran yang salah, gumam Marco