Disty menghampiri gerobak angkringan remang-remang di pinggir jalan itu, menerjang bau gorengan yang baru diangkat dan harumnya jahe. Beberapa pemuda yang nongkrong di sana malam itu langsung menaruh perhatian kepadanya. Make-up tebal untuk menyembunyikan titik-titik khas di wajahnya, wig kecokelatan, lensa kontak hitam, celana jeans, kacamata, dan jaket kasual, semua itu tak mampu menyembunyikan pesonanya.
“Mau minum apa, Mbak Disty?” tanya ibu penjaga angkringan sederhana itu, tersenyum ramah.
“Biasa, jahe susu gelas kecil, Mbok.” Disty balas tersenyum, lalu mengambil piring plastik, mengisinya dengan satu potong pisang goreng dan beberapa tusuk sate telur dari nampan angkringan. Kemudian, ia mendekati meja di dekat gerobak, tempat Hardi tengah duduk sendirian, berhadapan dengan setumpuk mendoan hangat.
“Gimana mendoannya di sini? Enak?”