Sebuah Kebetulan

Aku meraih handukku setelah melihat jam menunjukkan pukul 06:30. Dengan rasa malas aku mulai membasuh tubuhku. Malas sekali rasanya mandi, gerakan mandi itu-itu aja. Mataku rasanya lengket seperti di lem. Yah aku terlalu capek karena begadang. Melihat drama Crash Landing On You. Rasanya sangat penasaran menunggu hari esok untuk mengetahui endingnya. Tapi akhirnya kapten Ri bahagia dengan Yoon Se-Ri ah membuatku lega. Tidak sia-sia begadangku.

"Nglamunin apa? Serius banget" aku tersentak dengan sentuhan ringat di bahuku.

"Ah lo ndel kebiasaan ngagetin aja "

"Kamu ada masalah? Kenapa akhir-akhir ini kamu sering melamun"

"Gue lagi melamun menjadi istri Kapten Ri"

"Ah kau ini ngehalu terus makan tuh drakor, mampus kan ketagihan. Mau ngantin gak? "Aku hanya tersenyum tipis. Karena dulu aku menghina Andel hobinya nonton drakor. Tapi semenjak aku sendiri melihatnya ah aku jadi tau.

"Gak deh ndel, lagi puasa" Aku benar-benar malas dan ngantuk sekarang. Yang kuinginkan hanya tidur terlelap saat ini. Membayar lunas hutang tidurku semalam.

"Sok alim!! Ini kan selasa " cibirnya dan aku kembali memasang earphone di telingaku. Mungkin lagu avril lavigne - wish u were here sedikit membuatku tenang. Kurasa suasana hatiku bukan tambah tenang, tapi menjadi lebih baper. Kata-kata dari setiap lagu begitu menyentuh. Tak terasa butiran kristal membasahi lenganku yang bersentuhan langsung dengan mata karena posisiku tidur dengan menopangkan kepala diatas lengan.

Sayup-sayup ku mendengar suara lagu itu semakin menjadi lirih, dan aku sudah menduga sebentar lagi aku akan memasuki alam mimpi hingga sebuah sentuhan ringan kembali menyadarkanku. Tanpa aku melihat siapa pelakunya, aku yakin itu Endel. Karena bagaimanapun juga tiada yang berani mengganggu singa tidur kecuali dia.

"Apaan lagi sih ndel ? Bisa gak sih lo ngebiarin gue ti...dur" suaraku melirih ketika mendapat sorotan tajam dari Pak Bagas. Oh bumi telanlah aku sekarang juga.

"Ini kelas bukan hotel! Disini tempat belajar bukan tidur! Sekarang keluar dan cuci wajah kamu!" Bentaknya sambil menggebrak meja sedikit kasar. Jika saja pak Bagas menyalurkan seluruh kekuatannya mungkin meja ini akan terbelah menjadi dua.

Andai saja aku masih kelas 1 atau 2 aku akan meninggalkan kelas Pak Bagas dan lebih memilih pergi ke kantin ataupun sekedar berbaring di UKS. Malas sekali aku berurusan dengan guru sok ganjen ini. Dia sangat pilih kasih. Sikapnya akan berubah jika berhadapan dengan wanita cantik. Aku yang berpenampilan kentang ini hanya bisa tersenyum kecut dan menerima ocehannya.

Hal yang paling kukesali adalah nilaiku mentok dapat B. Sedangkan Ria anak sebelah selalu dapat A. Nggak tau ya apakah diluar sana mereka punya kesepakatan lain. Yang jelas aku nggak peduli dan hanya kesal karena dia tidak objektif.

Aku mencoba menahan diri untuk mataku agar terjaga. Aku tidak tahu kelainan apa yang menimpa diriku. Jika pagi aku sangat ngantuk, siang rasa malas pasti menyerangku dan jika malam mataku akan selalu terjaga.

Aku sedikit lega karena pelajaran Pak Bagas sudah usai. Namun buruknya aku lupa mengerjakan tugas Bu Ulfa. Oh shit, aku mengerjakan tugas itu selama jam ganti pelajaran namun sialnya Bu Ulfa terlebih dahulu datang. Untung saja Bu Ulfa tidak terlalu galak, aku mencoba mencari alasan.

"Naily, coba kamu maju sekarang" Oh shit mungkin Bu Ulfa telah mengamatiku sejak tadi.

"Kenapa kamu mengerjakan PR disekolah?"tanyanya kembali

"Gimana ya bu, soalnya sekolah ini sudah saya anggap rumah sendiri hehe.."Jawabku cengar cengir.

"Kamu itu alasan saja. Saya dapat laporan dari Pak Bagas, katanya kamu tidur dikelas? Apa kamu kurang tidur?"

"Gini ya bu kalau tugas sekolah di kerjaan di rumah maka kerjaan di rumah itu ya di kerjakan di sekolah bu. Nah pekerjaan rumah saya ya tidur bu. Jadi begitu bu"

"Kamu itu pinter banget alasan. Sudah duduk sana, dosa apa saya punya murid seperti kamu"

"Hehe.. sabar ya bu" Aku baru saja bisa bernafas lega saat lonceng pelajaran terakhir berbunyi. Namun aku kembali menghela nafas saat melihat sebuah notif pesan dari kakakku sarinem. Dia menyuruhku mengambilkan makalah dan mengantarkannya ke kampusnya. Aku langsung menuju rumah untuk mengambil makalah laknat itu dan mengantarkan ke kampusnya yang lumayan jauh.

Aku menenteng makalah warna merah yang aku tak tau isinya apa. Kakakku dia mengambil jurusan tekhnik sipil dan aku tak mengerti sama sekali. Jangan anggap aku sepele karena tidak bisa masuk jurusan ipa. Bukan karena aku bodoh, hanya saja aku mengalah demi orang-orang yang gila gengsi.

Mataku mengedar kesekitar melihat dimana posisi kakakku itu. Namun nihil tak ada batang hidung sarinem yang disekitar sini. Mataku menangkap sesosok wanita tinggi semampai berkulit sawo matang namun terlihat manis. Wanita itu menenteng map merah sama sepertiku. Mungkin saja dia kenal dengan kakakku. Tidak ada salahnya jika aku bertanya padanya.

"Permisi kak, kakak kenal Sarin-- eh Shabrina, dia semester 5 teknik sipil" hmm sudah kuduga. Wanita ini sepertinya kenal dengan sarinem.

"Oh Brina? Kebetulan dia ada kelas dengan saya hari ini. Ada apa ya? Anda siapa? Kakaknya?" Aku cengo mendengar pertanyaan wanita di hadapanku. Aku kakaknya Sarinem? Dalam hati aku tertawa.

"Ah saya adiknya Shabrina kak?" Ku lihat mata wanita dihadapanku ini melotot tak percaya hingga kedua bola mata itu seakan ingin melompat keluar. Hey apa anda tidak lihat? Aku masih pake rok SMA dan seragam yang kubalut dengan jaket.

"Loh Ily? Gea? Kok kalian disini?" Kami mengarahkan pandangan kearah Sarinem yang tanpa dosa berjalan dengan santainya menghampiri kami.

"Kakak gimana sih kan yang nyuruh aku kesini" jawabku sedikit sebal. Ditelfonin nggak diangkat tiba-tiba nongol aja kek tukang parkir indomaret.

"Maksud kakak, kok kamu bisa bareng sama Gea?" oh jadi wanita di hadapanku ini namanya Gea. Wajah wanita ini mengingatkanku kepada seseorang. Namun siapa ya, otakku terus bekerja mengingat ini.

"Brin, ini serius adik kamu? Aku kira tadi dia kakak kamu loh!" Apa Gea tidak tahu jika kakakku itu anak sulung? Jadi kupastikan mereka tidak berteman dekat. Karena hal sepele begitu saja Gea tidak tahu.

"Ya ampun ini itu Naily Gea, adik gue yang sering gue ceritain"

"Tapi kok wajahnya--"

"Tua ? Maksud kakak aku terlihat tua gitu?" Aku memotong pertanyaan Gea. Oh shit, bahkan ini bukan pertama kalinya aku dikira tua oleh orang awam. Tapi mengapa rasa sebal itu masih ada.

Mimik wajah Gea berubah. Menampilkan wajah penuh rasa bersalah.

"Maaf bukan gitu maksudku--" dan lagi aku memotong ucapannya. Terkutuklah aku yang sering kali memotong pembicaraa orang lain.

"Ya ya .. aku tahu kok maksud kakak. Ini bukan pertama kali, jadi aku gak kaget" sahutku enteng.

Aku sudah jauh-jauh datang ke sini untuk mengantarkan sebuah makalah, dan ternyata dosen pengajarnya tidak ada. Dan kami memutuskan untuk kerumah Gea.

Aku menatap rumah mewah dihadapanku. Setelah kupikir-pikir kenapa ya aku ikut kesini. Lebih baik aku pulang. Nanti kak Sha biar dianter pacarnya. Tapi aku tak tahu seakan-akan takdir menuntunku kemari. Entah mungkin aku akan dapat durian runtuh sepertinya. Kata orang durian melambangkan keberuntungan.

Rumah ini terlalu besar untuk dihuni 3orang. Kak Gea tinggal dengan Abangnya dan keponakannya. Karena Gea menceritakan rumahnya sepi. Jadi dia mengusulkan untuk santai di rumahnya.

"Rumah segede ini cuma 3 orang kak yang huni. Gimana ngebersihinnya kak gak cape?" Tanyaku penasaran.

"Ya , ada satpam sih sama pembantu tapi kebetulan mereka pulang kampung. Mereka pasutri, dan kebetulan orang tuanya di kampung sakit parah"

Mataku yang jeli mengamati desain interior rumah ini. Bercorak putih bersih seperti diriku. Mataku berhenti pada sebuah foto wisuda seorang laki-laki. Aku menyipitkan mata, sepertinya aku pernah bertemu lelaki ini tapi dimana? Lelaki ini bukankah dia orang yang kutabrak dulu dan orang yang melamar kekasihnya yang jauh dari kata romantis itu. Jadi dia adalah kakak dari Gea ? Oh betapa rumit nya dunia ini.