Max menatap sedih kearah wajah Gadisnya yang masih setia memejamkan kedua mata indahnya. Ia menggenggam tangan lemah milik Adellia lalu mengarahkannya ke bibir, mengecupnya sedikit lama.
"Kenapa kau melakukannya sayang? Jangan pernah berpikir untuk meninggalkan ku! Karna aku tidak akan pernah mengizinkan hal itu terjadi!" Lirih Max. Namun kedua matanya menatap tajam kearah wajah Adellia yang masih terlihat pucat.
Kejadian tadi sungguh membuat Max hampir kehilangan separuh nyawanya. Ia memang terbiasa melihat darah, bahkan biasanya Ia lah yang menyebabkan darah yang melumuri kedua tangannya. Namun ketika tadi Ia menyentuh darah Adellia, entah mengapa detak jantung Max berdetak kencang, dan juga tubuhnya bergetar takut.
"Adell, Bangun sayang, Aku ingin menatap mata indahmu itu" Max mengelus pipi pucat gadisnya. Setetes air mata meluncur dari pelupuk matanya.
Max menghapus air matanya dengan kasar lalu bangkit dari posisinya, pergi meninggalkan Adellia di dalam kamar nya, sebelum ia beranjak dari sana ia terlebih dulu mengecup kening,mata, pipi, dan terakhir bibir gadis nya.
Pria itu berjalan meninggalkan kamar miliknya, lalu menutup pintunya dengan perlahan. Ia berjalan menuju bagian terdalam dalam Mansionnya ketika matanya menagkap sebuah lorong gelap yang terdapat satu pintu berwarna hitam
Gelap. Itu lah kesan pertama ketika Max membuka pintu berwarna hitam itu, Ia melangkahkan kakinya memasuki Ruangan gelap itu dengan perasaan kalut, Itu adalah ruangan yang akan selalu ia masuki jika ia merasa melakukan kesalahan kepada orang-orang yang ia sayangi untuk menghukum dirinya sendiri.
"Bodoh, Brengsek..Kau melukai Adellia..!" Gumam Max menampar wajah-nya berulang kali hingga kedua pipinya tampak memerah bahkan sampai mengeluarkan darah dari sudut bibirnya, Merasa cukup menghukum dirinya sendiri Max berhenti memukuli wajahnya dan menjatuhkan tubuhnya di atas lantai yang sangat dingin.
Kedua mata Adellia bergerak-gerak. Namun belum dapat terbuka, ia merasa sangat sulit hanya untuk membuka kedua matanya, dengan perlahan Adellia membuka matanya, Ia mengerjap-ngerjapkan kedua matanya menyesuaikan sercecah cahaya yang memasuki retina matanya.
"Shtt, Ahhh" Rintih Adellia merasa sakit diarea bawah kiri perutnya ketika ia bergerak pelan. Adellia diam seketika setelah mengingat Kejadian dimana dirinya dengan nekat menusukkan pecahan kaca ke perutnya sendiri.
"Bagus Adell, kau memang gadis yang paling pintar. Lihat apa yang kau lakukan, kau menyakiti diri mu sendiri!. Bodoh." Gumam Adell mengejek dirinya sendiri.
Ia mengangkat pakaiannya keatas yang sudah berganti menjadi piyama tidur berwarna biru sampai Dada lalu ia menghela nafas pelan melihat perut nya yang di perban.
"Dimana Pria itu?" Bisik Adellia mengedarkan pandangannya keseluruh ruang Kamar Max, dia masih sangat ingat ketika Max yang meneteskan Air mata untuk dirinya. Mugkin.
Dengan menahan rasa sakit di bagian perutnya, Adellia turun dari atas Ranjang. berjalan tertatih, Adellia berjalan keluar kamar.
Sesekali juga Adellia menghela nafas berat saat ia merasakan rasa nyeri di perutnya yang terdapat luka.
"Max" Panggil Adellia pelan, keringat dingin sudah turun dari pelipisnya hanya karena menahan rasa sakit itu. Belum lagi rasa nyeri Akibat datang bulannya.
"Ma—Max" Nafas Adellia memburu, hampir saja ia terjatuh dari atas tangga, namun untung sebuah tangan kokoh terlebih dulu memeluk bahu Adellia dengan erat.
"Kenapa kau keluar dari kamar? Keadaanmu belum pulih!, apa kau membutuhkan sesuatu? " Tanya Max membalikkan tubuh Adellia untuknya menghadapnya.
Adellia menggelengkan kepalanya tanda tidak mau menjawab pertanyaan Max.
Max menghela nafasnya, lalu tanpa meminta izin terlebih dahulu, Max terlebih dahulu menggendong Adellia. Membawa gadisnya itu kembali masuk kedalam kamar.
"Shhtt" ringis Adellia ketika tanpa sengaja tangan Max menyenggol luka di perut gadis itu.
"A—apa itu masih sakit?" Tanya Max Khawatir, terlihat dari raut wajahnya yang panik.
"Aku—" Adellia menggigit bibir bagian dalamnya saat dia ingin mengatakan sesuatu.
"Apa? " Max menatap aneh kearah Gadisnya yang sepertinya bingung.
"Emm... Itu.... Sebenarnya Aku— Menstruasi" Adellia tidak berani menatap kearah Max yang masih Shock dengan ucapan yang baru saja Adellia sampaikan.
"Jadi?" Tanya Max menurunkan tubuh Adellia diatas ranjang gadis itu.
"Em.. Stock pembalut ku habis. Aku tidak memiliki pembalut lagi di lemari" kata Adellia malu sendiri.
"Jangan katakan jika kau ingin menyuruhku membeli Yang baru saja kau katakan itu" Mata Max menyipit menatap Adellia yang merona malu.
Dengan polosnya Adellia menganggukkan kepalanya, membuat Max mengumpat keras.
"Fuck" Desis keras Max, Ia menatap tajam wajah polos Adellia yang saat ini memerah.
"Aku akan menyuruh pelayan yang membelinya" Lanjut Max. Adellia merengut tidak suka.
"Aku maunya kau yang membelinya, bukan pelayan" kata Adellia keras kepala.
"Jika kau tidak mau, biar aku saja yang membelinya sendiri" Adellia berusaha bangun dari rebahannya, Max yang melihat Gadisnya menahan rasa sakit di perutnya pun merasa bersalah.
"Baiklah-baiklah, aku akan membelinya. Sekarang kau beristirahatlah" Putus Max, membuat senyum manis terbit dibibir manis Adellia.
"Aku pergi" sebelum pergi meninggalkan gadisnya, Max terlebih mengecup bibir Adellia.
***
Max menggarut leher bagian belakang nya yang tidak gatal. Sekali lagi ia menatap sebuah Toko Swalayan yang ada di depan sana dari dalam Mobil miliknya.
"Bagaimana Pria sepertiku pergi ke tempat itu hanya untuk membeli Pembalut" Guman Max, begitu banyak orang-orang yang keluar masuk dari dalam Toko itu. Mulai dari orang Tua hingga Anak gadis.
“Yang benar saja!” Decak Max
Menghela nafas kasar, Akhirnya Max dengan berat hati keluar dari dalam Mobilnya, lalu berjalan menuju Toko Swalayan itu.
Semua mata tertuju pada Max ketika ia menginjakkan kakinya di dalam toko itu, dengan wajah tampan dan juga tatapan Dinginnya, membuat beberapa pengunjung Toko tertarik memandang kearah Max.
'Lihat, bukankah itu Max Axzwall, Dia begitu tampan dan Seksi. '
'Max Azxwall.. Ahhh.... Oh My God'
Max memaki para wanita yang memandang-nya seakan ingin melahap nya saat itu juga, Ia tidak suka dipandang sedemikian Rupa! Hanya Adellia yang boleh menatapnya seperti itu. Mengabaikan beberapa pekikan para gadis yang memuji-muji ketampanannya, karena saat ini tujuannya adalah membeli benda Keramat milik Gadis nya itu lalu pergi dari tempat Ini.
Ketika Max sampai di Rak-Rak Pembalut yang tersusun Rapi, Max menatap bingung kearah banyaknya bentuk dan juga Merk pembalut disana. Tadi Gadisnya tidak mengatakan jika jenis Pembalut itu sangat banyak.
"Kenapa perempuan begitu menyusahkan" keluh Max geram.
Max mengeluarkan ponselnya, lalu membuka Aplikasi Line. Ia mencari kontak Adellia, Setelah itu ia menekan layar ponselnya yang menunjukkan Video Call. Max berdiri malas disana sambil menunggu Adellia mengangkat panggilannya. Namun, Hingga panggilan ke Tiga Adellia masih tidak mengangkat ponsel gadis itu membuat Max menghela nafasnya.
Mungkin dia beristirahat Gumam Max.
Dengan Asal Max mengambil Satu persatu Pembalut yang ada Di Rak-Rak itu, hampir semua pembalut Ia ambil namun Berbeda Merk, mulai Yang bersayap dan juga Tidak Bersayap.
Beberapa Wanita yang ada di dekat Max menatap aneh kearahnya, lantaran yang mereka ketahui jika Max adalah pria matang Single tanpa memiliki Kekasih maupun Istri. Bahkan meraka juga tahu jika Max tidak memiliki seorang Adik perempuan. Lalu untuk Apa Max membeli pembalut? Fikir mereka.
"Kenapa Anda membeli semuanya Mr?" Tanya seorang Gadis cantik bewajah Imut mendekati Max. Gadis itu mencoba tersenyum Manis menatap wajah tampan Max seakan ingin menggoda Pria itu.
Namun Max tetaplah Max si Pria tampan yang memiliki sikap dingin dan juga datar kepada orang-orang yang ia anggap tidak berarti baginya, Ia menatap Datar kearah gadis itu tanpa minat. Dengan Cueknya Max berjalan melewati gadis cantik itu membuat sang gadis mengepalkan kedua tangannya merasa di permalukan Max.
"Mr, tunggu" Gadis itu dengan berani menyentuh lengan Max, membuat Pria itu menghempaskan tangan gadis itu dari lengannya dengan kasar. Ia berbalik menatap gadis yang sudah lancang menyentunya.
"Don’t touch me! " Tegas Max dengan tatapan dinginnya.
Gadis itu terkejut mendengar suara Tegas Max yang begitu menyeramkan , Ia terdiam lantaran takut dan juga malu karena hampir semua pengunjung menatap kearah mereka.
Max berjalan menjauhi gadis yang masih terdiam di tempatnya, dengan sabar Max ikut mengantri untuk membayar pembalut milik Gadis nya itu. Ia meremas gagang Trolli yang ia pegang dengan geram.
"Sepertinya Anda pria yang sayang dengan istri-mu Nak" Max menatap kearah sumber suara yang baru saja ia dengar. Seorang wanita paruh baya yang tepat berada di hadapannya menatap Max dengan tersenyum lembut khas seorang Ibu.
Max menaikkan Satu alisnya seakan meminta penjelasan wanita paruh baya itu. Ia tidak mengerti apa yang baru saja wanita itu katakana. Istri? Sejak kapan ia menikah dan memiliki seorang Istri? Ia hanya memiliki Adellia sebagai wanitanya, Miliknya, Nyawanya,Obsesinya, Adellia itu segalanya baginya.
“Istri?”
"He he he lihat lah nak, bahkan Anda tidak malu membeli pembalut untuk istrimu. Suamiku saja sampai saat ini tidak pernah mau membelikan ku pembalut, Selalu saja dia beralasan jika ia malu untuk membeli itu." Max tersenyum tipis, sangat tipis mendengar maksud wanita paruh baya itu, Jadi wanita paruh baya itu berfikir jika Adellia Adalah Istrinya.
"Hmm" gumam Max pelan. Namun entah mengapa ada perasaan nyaman ketika tadi menyebutkan kata istri, Ia suka dengan sebutan itu untuk Adellia.
Ketika giliran wanita paruh baya itu ingin membayar belanjaannya di kasir, Max langsung menghentikan tangan wanita paruh baya itu yang ingin membayar semua belanjaan nya.
"Biar saya yang membayarnya" kata Max masih dengan tatapan dinginnya dan juga ekspresi datar.
“Tidak perlu Nak” Tolak wanita paruh baya itu dengan senyum keibuannya.
“Tidak apa-apa” Kata Max memberikan Black Card kepada petugas kasir “Sekalian punya nyonya itu”
"Terimakasih nak, dan salam untuk istrimu, semoga kalian cepat memiliki keturunan dan bahagia selamanya" Doa wanita paruh baya itu tersenyum manis, lalu pergi meninggalkan Max yang masih menunggu membayar semua belanjaannya.
Seorang gadis yang menjadi kasir toko tersebut membulatkan matanya terkejut melihat semua isi keranjang belanjaan Max yang merupakan Pembalut wanita.
"Emm.. Maaf Tuan, apa anda akan membeli semuanya? " Tanya Gadis itu.
"Apa ada masalah? " Tanya nya dingin.
"Emm, apa ini untuk kekasih, istri, atau saudari anda? "
"Istri saya"
"Bukan kah sebaiknya anda hanya membeli Satu jenis pembalut saja?"
"Masukkan semuanya dan jangan protes" Max mendelik tajam kearah gadis penjaga kasir itu, Ia mulai kehabisan kesabaran dengan sikap gadis kasir itu.
Dengan gelagapan Gadis itu menscan semua belanjaan Max dan memasukkan semuanya kedalam kantong plastik.
“Terimakasih” Kata Gadis penjaga kasir itu tersenyum sambil memberikan semua belanjaan milik Pria itu, Namun Max dengan datar nya mengambil barang belanjaannya dari tangan Gadis itu, Tidak memperdulikan wajah gadis itu yang sudah memerah menahan malu.
Pria itu berjalan sambil menentang kantong plastic yang semuanya adalah pembalut, Ia keluar dari dalam Swalayan menuju Mobilnya yang terparkir. Max masuk kedalam Mobil mewahnya lalu melemparkan kantong Plastic itu ke bangku penumpang.
“Setelah ini kau akan mendapatkan hukumanmu sayang” Gumam Max tersenyum miring, ia menghidupkan mesin mobilnya, Menginjak pedal gas meninggalkan Swalayan itu.
***
Max menghentikan Mobil miliknya di halaman Mansion, Ia membuka pintu mobinya lalu keluar dengan masih menenteng pesanan Gadis itu. Ia meleparkan kuncinya kepada salah satu pengawalnya yang berjaga di pintu utama.
“Apa dia ada di dalam?” Tanya Max kepada pengawalnya, Pengawal itu hanya menganggukkan kepalanya meng’iya’kan pertanyaan dari Tuannya. Max berjalan menuju kamar nya dimana gadisnya berasa.
Dengan kesal Max membuka pintu kamarnya, menampakkan Adellia yang sedang membaca Novel miliknya sambil tiduran.
Adellia terkejut ketika ia merasakan sesuatu yang menimpa Kakinya. Tidak sakit hanya saja membuat ia terkejut.
"Apa yang ter—Astaga Mr.Axzwall kenapa anda membeli ini semua? " Tanya Adellia terkejut melihat banyaknya pembalut di atas kakinya.
"Aku tidak tau jenis pembalut yang biasa kau gunakan, jadi aku membeli semuanya saja dan aku juga tadi menghubungi mu tapi kau tidak mengangkat ponselmu" Kata Max enteng, ia membuka semua pakaiannya dan hanya menyisakan celana pendeknya saja.
"Hari ini sangat melelahkan" gumam Max menjatuhkan tubuhnya diatas Ranjang disamping Adellia.
"Ka-kau jangan tidur disini" Pekik Adellia memukul-mukul bahu Max.
"Diam lah Adellia" Desis Max menarik pergelangan tangan Gadis itu, lalu mengarahkannya tepat di dadanya. Tidak membutuhkan waktu lama menunggu Max untuk jatuh tertidur dengan nyaman, Semanjak Bersama Adellia Max sangat mudah tertidur tanpa harus ada yang menggangunya.
Keesokan harinya……
Adellia memanyunkan Bibirnya kesal, Di depan sana Pria yang selalu saja menggangu dirinya sedang berjalan kearahnya dengan senyum yang mengembang. Rasanya Adellia ingin berlari kemana saja asalkan dia tidak bertemu dengan Pria tampan yang menggunakan seragam yang sama dengan dirinya.
"Hay,Adellia" Sapa Pria tampan itu sambil merangkul bahu gadis itu, Adellia merutuki kebodohannya karena begitu lamban untuk pergi menghidari Pria itu.
"Phoenix, singkirkan tanganmu dari bahuku. tangan mu berat" Adellia memukul tangan Pria yang bernama Phoenix itu dengan kesal. Pria itu terkekeh pelan menatap wajah kesal Adellia. Bahkan Adellia melupakan syarat yang pernah di ajukan Max padanya.
"Kau ini selalu saja marah jika bertemu denganku" Keluh Phoenix, Namun tangannya tidak ia lepaskan dari bahu Adellia. Gadis itu memutar bola matanya dengan kesal, Selalu saja Pria itu berbicara seperti itu.
Phoenix Pria Most Wanted di sekolah Adellia, Bukan hanya Tampan. Phoenix juga ketua basket dan juga memiliki beberapa Prestasi yang ia dapat dari berbagai bidang. Phoenix juga pewaris tunggal semua kekayaan Ayahnya yang kaya Raya.
Bukan Gosip Murahan Jika seorang Phoenix Menyukai seorang Adellia sejak pertama kali Pria itu mengenal sosok Adellia.
"Bagaimana jika Nanti aku antarkan kau pulang sekolah nanti?" Tawar Phoenix sambil berjalan menuju kelas Adellia.
"Tidak perlu, aku bisa pulang sendiri nanti" Tolak Adellia dengan nada suara yang masih terdengar kesal.
“Apa kau sudah memiliki kekasih sehinggan kau selalu menolakku?” Tanya-nya dengan Nada curiga.
“Bukan seperti itu, A-ku, E-em-”
“Bagus lah jika kau tidak memiliki Kekasih, Karena kau taukan Kalau aku mnyukaimu dan aku tidak suka jika kau berdekatan dengan Pria manapun. Jadi bagaimana?” Adellia menelan Salivanya dengan kasat mendengar penuturan Jujur Phoenix yang secara terang-terangan mengatakan jika Pria itu menyukai Adellia.
“Em..Terimakasih tapi aku bisa kok pul-“ Phoenix tidak membiarkan Adellia melanjutkan kalimatmya karena ia terlebih dahulu menimpali perkataan Gadis itu.
"Ayolah Adellia ini sudah yang ke 560 kalinya kau menolak ajakanku" Kata Phoenix lesu. Wajah tampannya ia tekuk sesedih mungkin berharap Adellia mengasihaninya dan berujung Gadis itu menerima Ajakannya.
Adellia menggigit mulut bagian dalamnya, dia merasa tidak enak sudah menolak ajakan Phoenix selama ini.
"Emm, baiklah" Putus Adellia dengan tersenyum manis. Ia tidak tega melihat wajah Phoenix yang di tekuk.
"Akhirnya, aku akan menjemputmu nanti di kelasmu" Phoenix melebarkan senyumnya.
"Tida—" Adellia tidak melanjutkan ucapannya karena Phoenix terlebih dulu pergi meninggalkannya begitu saja.
"Ish, aku kan belum selesai berbicara" Kesal Adellia.
"Adellia" Panggil Eve dari arah belakang tubuhnya. Gadis itu membalikkan tubuhnya menatap kearah Eve.
"Hy"
"Aku tadi melihatmu dengan Phoenix, apa kau dan Dia sedang menjalin hubungan?" Tanya Eve penasaran.
"Tidak" Jawab Adellia jujur.
"Aku tidak percaya" kata Eve mendudukkan bokong nya diatas kursi kelas mereka.
“Ya sudah jika kau tidak percaya!" Eve merengut kesal dengan tingkah sahabatnya yang super menyebalkan itu.
"Tapi jika kau dan Phoenix memiliki Hubungan spesial juga tidak apa-apa, Phoenix juga sudah lama menyukai mu" Lanjut Eve menngoda Adellia dengan mencolek-colek bahu gadis itu.
Adellia memilih untuk diam saja dan tidak mengubris kelakuan Eve yang masih menggodanya Ia juga tidak mau membalas ucapan Eve yang terlalu jujur.
Tapi satu hal yang tidak di ketahui Adellia karena sejak Tadi Max memperhatikan Adellia dari jarah yang tidak terlalu jauh ketika Gadis itu masih bercengraman dengan Phoenix membuat Max mengepalkan kedua tangannya. Kedua matanya menyorot tajam kearah Kedua anak manusia berbeda jenis kelamin itu. Namun berbeda dengan Bibir nya yang menunjukkan sebuah senyum licik.
"Sudah lama aku tidak bermain" Gumam Max masih dengan senyum liciknya,Ia berjalan meninggalkan Keduanya yang sudah berjalan menuju kelas Adellia. Max terus menlangkahkan kakinya menuju ruang pribadinya,setelah masuk kedalam ruangan itu Max menjatuhkan tubuhnya keatas sofa.
"Dia ingin merebut gadisku? Ha-ha-ha-ha” Max tertawa keras mendengar perkataannya sendiri yang dia anggap sangat lucu. “Maka dia harus siap mati!. Phoeni. Anak muda itu ingin mengambil Adellia ku dari genggamanku?. Tidak akan pernah ku biarkan hal itu terjadi" Lanjut Max pada dirinya sendiri, Ia merogoh saku jasnya mengambil pisau kecil miliknya yang selalu ada di dalam kantung jas muliknya.
"Sepertinya akan sangat menyenangkan jika bermain dengan mu Phoenix" Max tertawa kembali ketika membayangkan jika ia merobek-robek tubuh Phoenix. Dan kedua tangannya di lumuri darah segar dan kental milik Pria itu.
***
"Adellia, Ada yang mencarimu" Kata teman sekelas Adellia, Kebetulan Adellia sedang membereskan semua perlengkapan tulisnya kedalam tas.
"Siapa?" Tanya-nya bingung. Tumben sekali ada yang mencarinya selain Eve jika di sekolah.
"Phoenix"
"Oh-Baiklah, thanks Adit" Adellia buru-buru keluar dari dalam kelasnya untuk menemui Phoenix. Ia hampir saja melupakan janjinya kepada Pria itu.
"Sudah lama? "
"Tidak baru saja" Adellia menganggukkan kepalanya mengerti.
Phoenix dan juga Adellia berjalan menuju parkiran sekolah, lalu dengan lembut Phoenix mempersilahkan Adellia untuk masuk kedalam Mobilnya.
Selama perjalanan, Adellia tidak henti-hentinya menatap layar ponselnya. Menunggu pesan atau semacam apalah itu dari Max. Sesekali kedua matanya juga melirik kearah jendela hanya untuk menghindari tatapan dari Phoenix.
Hingga ia merasakan ponsel miliknya bergetar. Phoenix yang mendegar suara getar ponsel Adellia menolehkan kepalanya melirik Kearah Adellia yang focus kearah ponselnya. Pria mengeryitkan keningnya ketika ia mendapati tubuh Adellia yang menegang seakan terkejut.
Aku akan pulang malam, jangan pergi kemanapun. Mengerti!.
"Selalu saja seperti itu, lagi pula aku mau pergi kemana coba? " Gumam Adellia pelan.Tubuhnya sudah Rileks tidak semenegangkan tadi ketika ia membaca isi pesan dari Pria brengsek itu.
"Apa kau mengatakan sesuatu?" Tanya Phoenix kembali melirik kearah Adellia.
"Eh,Tidak ada!" jawab Adellia tersenyum canggung. Pria itu hanya menganggukkan kepalanya mengerti, Ia tidak mungkin terlalu mencampuri urusan Gadis yang sudah ia sukai sejak pertama kali ia mengenal Adellia.
"Em.. Apa kita bisa singgah dicafe untuk makan atau hanya sekedar minum teh mungkin?"Tawar Phoenix basa-basi. Kedua matanya masih focus menatap kedepan.
Adellia diam, mencoba untuk menimang ajakan dari pria di sebelahnya. Tapi bukankan Max tadi mengatakan untuk tidak pergi kemanapun?. Ish, apa peduli Adellia,Toh Max kan bukan siapa-siapanya. Dan lagi Pria itu juga akan pulang Malam jadi tidak apa-apa jika pergi sebentar bukan.
"Emm—" Tapi bagaimana Jika Max marah dan memukulnya lagi?.
"Sepertinya aku tidak bisa Phoenix, maaf kan aku. Aku harus kembali pulang" Adellia merasa tidak enak hati ketika ia menatap wajah sendu milik Phoenix.
"Tidak apa-apa, mungkin lain kali kau pasti mau" Seakan tidak ada kata menyerah di kamus seorang Phoenix untuk meluluhkan hati Adellia.
"Emm, bisakah kau turunkan aku di persimpangan itu saja yang ada lampu merahnya itu" minta Adellia menunjuk jalan yang ia maksud.
"Kenapa? Aku bisa mengantarmu sampai di rumahmu Adell"
"Tidak perlu, lagi pula jika Bibi dan pamanku melihat aku pulang di antar seorang pria, mereka pasti akan marah padaku" Jawab Adellia berbohong, ia harap-harap cemas menatap wajah Phoenix yang sepertinya tidak mempercayai kata-katanya.
"Baiklah, aku mengerti. Tapi lain kali aku akan mengantarmu tepat di halaman Rumah Paman dan Bibimu" Jawab Phoenix akhirnya. Membuat Adellia diam-diam menghembuskan nafas leganya.
"Terimakasih atas tumpangannya Phoenix" seru Adellia setelah ia turun dari dalam mobil Lelaki itu.
"Ayolah Adell, jangan berterimakasih karena aku yang sudah mengajakmu" jawab Phoenix tertawa pelan.
"Baiklah.. Sampai jumpa di sekolah besok" Adellia melambaikan tangannya kearah mobil Phoenix yang sudah menjauh.
Malam harinya….
Warna langit sudah berwarna Hitam, Dan hanya cahaya rembulanlah yang menerangi bumi dengan sedikit cahaya yang di berikan sang Rembulan, Bahkan Angin pun berhembus tidak terlalu kencang menibulkan Cuaca sejuk dimalam Hari. Namun hal itu tidak membuat Seorang Pria tampan dengan tatapan tajamnya untuk menghentiakan keinginanya yang masih mengikuti mobil milik seorang pria muda yang sudah berani mendekati bahkan lepih parahnya Pria itu sudah menyentuh Tubuh Adellia. Tidak sampai disitu pria itu juga sudah berani mengajak Adellianya satu mobil dengannya.
Sudah hampir 4 jam Max menunggu Pria itu untuk keluar dari dalam Rumah milik Pria itu, Ia menunggu waktu yang tepat untuk membalas perbuatan Pria itu. Max tahu jika pria seusia Phoenix pasti akan pergi ke Club malam untuk berkumpul bersama teman-teman ingusannya.
Max tersenyum miring menatap Seorang pemuda tampan yang baru saja keluar dari perantara Rumah mewah Milik pria muda itu, Max masih menatap Phoenix yang memasuki mobilnya. Setelah melaju meninggalkan pelantara rumah mewah itu, Max pun menginjak pedal gas untuk mengikuti Mobil milik Phoenix.
Ketika Max sudah merasa berada di tempat yang sepi dan jauh dari keramaian, Ia semakin menginjak pedal Gas mobilnya, dan mendahului mobil milik Phoenix. Max tersenyum senang sepertinya malam ini sedang berpihak padanya terbukti dari jalanan yang di lalui mereka sangat sepi.
"Shit.. What the Fu*k" Phoenix menginjak pedal rem Mobilnya dengan dalam-dalam ketika di depan sana ada sebuah mobil yang tiba-tiba berhenti menghalangi jalannya.
"Hey.. Bisakah kau singkirkan mobilmu itu, mobilku tidak bisa lewat" Teriak Phonix dari dalam mobilnya.
Sedangkan di dalam mobil Max sedang tersenyum licik menatap wajah marah Phoenix. Dengan gerakan perlahan Max memakai topeng berbentuk tengkorak untuk menutupi wajahnya, tidak lupa juga Jas panjang berwarna hitam menutupi sebagian tubuhnya.
"Let's start this game" Gumam Max keluar dari dalam Mobil.
Phoenix menatap waspada kearah pria bertopeng yang baru saja keluar dari Mobil yang menghalangi jalannya tadi, dari dalam mobil miliknya Phoenix melihat jika Orang bertopeng itu berjalan kearah nya, Dengan gerakan spontan tangan Phoenix menekan tombol penutup jendela dan juga pintu mobilnya secara Otomatis mengunci semua pintu.
'Apa yang akan dilakukan pria itu? Batin Phoenix.
Sedangkan Pria bertopeng itu yang tidak lain adalah Max tersenyum puas menatap raut wajah Ketakutan Phoenix. dengan langkah pelan dan juga tegasnya Ia mendekati Mobil milik Phoenix, Suara gesekan yang di timbulkan Oleh tongkat besi yang terkena Aspal menambah kesan menakutkan bagi Pheonix.
Phoenix menginjak Pedal gas berupaya meninggalkan tempat itu dengan jantung yang berdetak lebih kencang, Meskipun dia tau jika yang di lakukannya hanya sia-sia karena Pria bertopeng itu sudah terlebih dahulu menghancurkan Jendela Mobilnya dengan Tongkat besi yang sedari tadi pria itu pegang.Tidak mau berhenti disitu Phoenix masih mencoba keberuntungannya untuk lari dari tempat menyeramkan itu dengan cara kembali melajukan Mobil miliknya yang sudah hancur kaca depannya. Namun sayang hal itu tidak berlangsung lama Karena Pria itu menembak Ban mobilnya hingga meledak dan tidak dapat berfungsi.
'Shitt' pekik Phoenix .
Dengan fikiran yang kalut Phoenix tergesa-gesa membuka pintu sebelah kiri berupaya melarikan diri dari Pria bertopeng itu,
"Kau tidak akan kemana-mana Anak kecil" Kata Max dengan suara dalamnya.
"Apa sebenarnya mau mu" Pekik Phoenix, yang sudah terduduk diatas aspal karena ketika dia ingin lari kakinya tidak sengaja tersandung.
"Hahahaha....Apa mauku? kau mau tau apa mau ku? Ini yang ku mau" Tanpa belas kasihan Max Menganyunkan tongkatnya kearah tubuh Phoenix.
"AHHHH" Phoenix berteriak kesakitan, Max dengan brutalnya memukuli tubuh Phoenix dengan tongkat besi miliknya.
"Hentikan...I..ini sa..sakit" Phoenix dengan sisa tenanganya menghindar dari pukulan yang di berikan Max.
"Kau sangat Berisik" Geram Max, dan langsung mengarahkan Tongkatnya kearah kepala Phoenix, Mengakibatkan kepala Phoenix mengeluarkan banyak darah.
"A..am..pun" Gumam Phoenix menahan sakit di sekujur tubuhnya, Tubuhnya sudah terkapar lemah diatas aspal, darah yang keluar dari tubuhnya membuat Phoenix merasa kekurangan darah.
"Aku akan mengampuni mu jika saja kau tidak mendekati Gadisku, dan tangan ini sudah sangat lancang menyentuh gadisku" Max menancapkan ujung besi itu ketangan Kiri Phoenix,membuat Pria itu memekik Keras. Max merasa Bosan mendengar suara pekikan Phoenix yang menurutnya sangat tidak enak didengar.
“Lemah! Kau Pria lemah, Begini saja kau sudah menjerit kesakitan..Ck” Max menatap remeh kearah Tubuh Tak berdaya itu.
Ketika Max ingin mengakhirinya dengan memukul kepala Phoenix tiba-tiba saja Ponsel miliknya Berdering, menandakan ada sebuah panggilan masuk kedalam ponselnya. dengan kesal Max berjalan menjauh dari jangkauan Phoenix.
Adellia Gumam Max menatap layar ponselnya.
Max menekan Icon berwarna hijau dilayar ponselnya menerima panggilan Gadis kecilnya.
"Hall- Sweety kau kenapa?,kenapa kau menangis?" Tanya Max menahan amarahnya, Bagaimana bisa Gadis nya menangis? Kemana semua orang yang Ia tugaskan untuk menjaga gadis kecilnya.
"Hiks...Hiks...Kau dimana,Perutku sakit dan begitu banyak darah" Max yang awalnya menggeram marah merubah ekspresinya menjadi khawatir, Darah? apa maksudnya?.
"Sweety,sebenarnya ap-"
"Hiks...Hiks...Sakitttt" Max menggeram tertahan mendengar suara jeritan kesakitan gadis kecilnya-Adellia.
Max mengepalkan kedua tangannya dengan erat, Lalu melangkahkan Kakinya meninggalkan Phoenix yang sudah sekarat, Namun sebelum Dia pergi Meninggakan Phoenix, Max terlebih dahulu menghubungi salah satu Rumah sakit, mengatakan jika terjadi sebuah kecelakaan. sebenarnya dia juga tidak tau mengapa Dia harus menghubungi Rumah sakit? Seharusnya Max membiarkan Tubuh Phoenix tergelatak dan mati disana dengan mengenaskan.
Dengan kecepatan Tinggi, Max mengendari Mobil miliknya hingga dia sampai di depan Mansionnya dalam waktu kurang lebih 20 menit. dengan Tergesa-gesa Max berlari menuju kamar Adellia.
"Sayang, Ap- Jangan menyentuh gadisku" Max menggeram marah kepada seorang Dokter Pria yang ingin menyentuh Adellia guna memeriksa keadaan Gadis itu. Namun dengan kalapnya Max menarik kerah dokter itu dan langsung menghempaskan tubuh sang dokter kearah dinding.
"Kau! beraninya kau-"
"Max" Panggil Adellia pelan, mengalihkan tatapan Max kearah wajah pucat Adellia.
"Sayang, Ada apa? Apa yang berdarah? Tadi kau menghubungiku dan mengatakan banyak darah?" Max dengan tidak sabarnya menanyakan semua pertanyaan kepada Adellia.
Adellia memejamkan kedua matanya,"Biar dokter itu yang menjelaskan" Kata Adellia pelan. Ia menarik tangan kanan Max lalu memeluknya dengan erat, kebiasaan Adellia jika Ia sakit.
"Kenapa tidak memanggil dokter perempuan saja? Kenapa harus dokter laki-laki?”Tanya Max menggeram marah kepada semua orang yang ada didalam kamar Adellia. semuanya sudah pucat pasi ketakutan, termasuk Dokter muda yang baru saja Max dorong.
"Maaf kan saya Mr, Saya yang memanggil dokter Malvi untuk memeriksa keadaan Nona" Jawab Elda.
"Kau-"
"Aku lelah butuh istirahat, Jika kalian ingin Ribut silahkan diluar saja" Potong Adellia mulai gerah mendengar kata-kata kasar yang akan keluar dari mulut Max, Tapi Ia sama sekali tidak mau melepaskan tangan kekar pria itu yang ada di pelukannya.
"Keluar semuanya, dan kau Dokter, sebenarnya apa yang terjadi pada Gadisku?" Tanya Max menatap tajam kearah Dokter muda itu.
"No-na ha-nya mengalami Menorrhagia, dimana Darah keluar berlebihan saat menstrusi. Dan Nona mengalami semua itu karena ketidakseimbangan Horman-nya" Jelas Dokter tersebut. Sedikit takut ketika di tatap tajam Oleh Pria di depannya.
"Apa itu berbahaya?" Tanya Max menatap kearah Adellia yang sudah tertidur pulas.
"Hal itu sering terjadi dan umum juga,jadi tidak akan berbahaya. saya juga sudah menyuntikkan KB untuk menghentikan pendarahan Nona,Tuan" Max menganggukan kepalanya mengerti,lalu dia menyuruh Dokter itu pergi meninggalkan kamar Adellia. Max berjalan mendekati Adellia,dia merebahkan Tubuhnya ikut berbaring di samping gadis kecilnya.
"Kau hampir membuatku Mati karena Khawatir, sayang" Bisik Max memeluk tubuh mungil Gadisnya. Ia menarik pelan tangannya, lalu Ia menggantinya dengan memeluk Tubuh Adellia kedalam dekapannya.