Suara kilat menyambar menambah ketegangan dalam sebuah ruang gelap yang dipenuhi peralatan aneh. Warna gelap mendominasi ruang tersebut dengan cahaya yang temaram. Terlihat sebuah lemari kayu besar yang didalamnya terdapat banyak box aneh. Jangan coba-coba untuk membukanya, kalian akan menyesalinya.
Saat menginjakkan kaki di ruang gelap ini, kalian bisa memperhatikan sekitar. Banyak genangan air yang kental, ah ternyata itu bukan air, tetapi darah. Aroma yang dikeluarkan oleh darah itu sangat membekas dipikiran. Dinding pada ruangan ini sungguh aneh, seakan membisikkan sesuatu yang mengerikan akan terjadi. Sebenarnya ruangan apakah ini? Apakah kalian bisa menebaknya? Hahaha.
Suara langkah kaki terdengar nyaring dari luar. Pintu terbuka dengan kasar membuat seseorang yang terikat dikursi terbangun. "Sudah bangun, bajingan?" kata laki-laki berpakaian serba hitam sambil menyentuh pipi sang korban menggunakan pisau.
"Siapa kau? Lepaskan saya!" bentak sang korban, ia meronta agar ia bebas dan bisa pergi dari sana, namun sia-sia. Tak ada gunanya dengan meronta seperti itu, ikatan yang telah dipasangkan pada tubuhnya sangat erat bahkan jika bergesekan dengann kulit maka akan terasa menyakitkan.
"Melepaskan bajingan sepertimu? Jangan berharap banyak." Lelaki serba hitam itu membuat sayatan melintang dipipi sang korban. Erangan keras mulai terdengar dari sang korban. Cairan merah kental mulai menetes mengenai pakaian mahal yang dikenakan korbannya. Lelaki yang menyayat korbannya hanya menatap remeh. Korbannya sangat lemah, cih membosankan.
"Apa salahku? Mengapa kau melakukan ini?" Lelaki itu tersenyum sinis. Ia menarik rambut sang korban hingga mereka saling menatap. Tatapan yang menusuk membuat sang korban ketakutan. Mata sang korban terbelalak. Ia terkejut bukan main.
"... Mark?" Sang korban kaget melihat mahasiswa dikampusnya adalah dalang dari penculikan ini. Mark tersenyum sinis. Ia mendekatkan pisau yang ia bawa dan mengarahkannya ke leher sang korban.
"Lelaki bajingan sepertimu telah berani melecehkan kekasihku. Karena perbuatanmu yang menjijikkan itu membuat ia meneteskan air matanya yang berharga, brengsek!" Bentak Mark. Benar, sang korban tidak lain adalah Pak Josh dosen yang telah melecehkan Haena.
Tangan Mark terkepal kuat. Ia memberikan sebuah tinjuan yang sangat keras sehingga membuat tubuh Pak Josh terpental hingga menabrak lemari tua yang ada diruang gelap itu. Suara yang ditimbulkan benar-benar keras dan membuat sebuah kotak kaca yang ada didalam lemari terjatuh dan pecah hingga mengenai kepala Pak Josh.
"Dan aku tak akan pernah memaafkanmu!" Mark menghampiri korbannya dengan pisau yang ia bawa dan membuat beberapa sayatan dikedua lengan Pak Josh hingga darah keluar dengan derasnya. Rintihan kesakitan terdengar saat ujung pisau yang ada digenggaman Mark menancap dalam dilengan kirinya.
“Welcome to Mark’s Game. Hahaha.”
Mark membuka kemeja Pak Josh dengan kasar hingga beberapa kancingnya terlepas. Kemeja yang harganya setara dengan satu unit apartemen ini benar-benar sudah tidak berbentuk lagi. Sungguh disayangkan bukan? Tetapi Mark sama sekali tidak peduli.
Ia melangkah menuju lemari yang berada diujung ruangan. Mungkin saja tidak ada yang menyadari jika ada lemari diujung ruangan ini karena kurangnya penerangan dan didukung gelapnya malam benar-benar perpaduan yang sangat pas. Tangannya menyentuh gagang lemari dan membukanya.
Pisau berbagai jenis ukuran dan ketajamannya tersedia dilemari tersebut. Cambuk yang panjang menggantung indah seolah memanggil untuk disentuh. Ah, sesekali mengunakan cambuk tidak masalah, pikir Mark. Ia mengambil cambuk tersebut dan menyentuh ujungnya. Ia pun tersenyum. Jangan terkecoh dengan senyumannya, ini bukan senyuman yang kalian harapkan, ini sangat mengerikan.
Diayunkannya cambuk itu ke udara hingga terdengar suara-suara yang mungkin kalian tidak ingin dengar. Pak Josh yang tengah menatap mahasiswanya pun ketakutan setengah mati. Ternyata mahasiswa yang ramah, berprestasi dan pendiam itu bisa mengerikan seperti ini.Ia menatap sekelilingnya. Tidak ada yang bisa ia lakukan sekarang, ia terjebak.
Mark mendekat kearah Pak Josh dan mengayunkan cambuknya pada tubuh Pak Josh yang tengah pasrah dengan keadaan. Seharusnya ia tidak pernah membuat masalah dengan seorang Mark Liam yang benar-benar kejam. Bekas cambukan pun terlihat memerah dan membekas.
“Ah, ternyata menggunakan cambuk terlalu membuang tenaga. Aku malas jika harus membuang waktu dan tenagaku untuk orang yang tidak berguna sepertimu.” Cambuk yang ada digenggamannya pun ia buang kesembarang arah.
“Maafkan aku, Mark. Jangan bunuh aku.” Rintih lelaki tua yang tengah menahan kesakitannya. Namun Mark tidak mengindahkannya sama sekali. Ia memperhatikan tubuh korbannya dengan seksama.
"Wah, dadamu sangat bidang, Pak. Kau harus menjadi orang pertama saksi cintaku dengan Haena. Bolehkan aku menulis namaku dan Haena di dada bidangmu ini pak? Aku dan Haena pasti akan sangat senang dan bahagia." Mark mengatakan hal tersebut dengan senang, seperti anak kecil yang sedang meminta permen kepada orang tuanya.
"JANGAN MARK!!! AMPUNI AKU!!!"
Terlambat, Mark sudah menulis namanya dan Haena di dada Pak Josh. Darah merembes keluar. Pekikan sang korban terdengar sangat menyedihkan. Mark berdecak kagum dengan hasil karya yang ia buat. "Wow, hasilnya sangat bagus. Jika Haena melihat ini, ia pasti akan senang. "
"Aku mohon lepaskan aku."
"Melepaskanmu? Hahaha. Jangan bermimpi bajingan. Orang sepertimu tak akan lolos dariku. Apa kau pernah berfikir kau seorang dosen tapi perilakumu seperti seekor binatang? Percuma gelar yang kamu dapatkan. Lebih baik mati saja." kata Mark datar.
"Wah, aku baru sadar kalau bapak mempunyai mata yang indah." Pak Josh menggelengkan kepalanya keras. Ia tak bisa membayangkan apa yang akan dilakukan oleh mahasiswanya saat ini pada matanya. Mungkin saja matanya akan ditusuk atau dicongkel agar terlepas dari tempatnya. Tidak ada yang tahu apa yang akan dilakukan oelh seorang Mark Liam.
"Boleh ya untukku saja? Haena pasti senang kalau aku memberikan mata ini padanya. Mata yang telah melecehkan dan menatapnya rendah seperti jalang."
"JANGAN, KUMOHON!!!" teriak Pak Josh. Ia ketakutan saat ini. Tak terpikir olehnya sesuatu yang ia lakukan akan berdampak sebesar ini, bahkan sampai nyawanya terancam.
"Kalau tidak boleh, aku ambil sendiri saja." Mark mencongkel mata kanan Pak Josh hingga terlepas. Teriakan keputusasaan terdengar. Lebih baik ia langsung mati daripada tersiksa seperti ini. Setelah mata kanan terlepas, hal yang sama ia lakukan dengan mata kiri Pak Josh. Akhirnya kedua mata Pak Josh ada digenggamannya.
"Terima kasih, Pak. Aku harap Haena akan senang menerima hadiah dariku."
"Huft. Aku lelah bermain-main. Aku langsung ke intinya saja ya. Apakah ada kata-kata terakhir? Akan aku sampaikan, jika aku ingat. Hahaha."
"Begitu berharganya Haena untukmu?"
"Bahkan aku rela mati untuknya."
Pisau telah tertancap sempurna pada dada Pak Josh tepat dijantungnya. Banyak darah yang keluar dari mulutnya. Pak Jongin sudah pasrah dan perlahan pandangannya mulai menggelap. Sudah saatnya ia merasakan kebebasan, tanpa siksaan dan rasa sakit pada tubuhnya. Ya, Pak Josh sudah meninggal.
"Selamat tidur, bajingan."