Musim Kedua; Bagian 2

NAM EUNWOO itu, bukanlah sebuah kesalahan. Hingga menjadikan gadis muda seperti Lee Jian sempat berfikir untuk tewas dalam diam. Sungguh, kala itu; tak mudah baginya, ketika menyimpulkan suatu hal; hanya dari segi pandang dirinya sendiri. Permasalahannya sejak saat itu, hanya wajah menggemaskan yang telah diturunkan si berandal setengah tak waraslah yang terus mengusik hidupnya, dalam kurun waktu empat tahun belakangan.

Tatkala tahun demi tahun yang berganti, malah kian membuatnya menaruh cemas pada bocah yang sekarang ini terlihat identik dengan pria bermarga Nam; yang sejauh ini telah menempati peringkat pertama dalam list beberapa orang yang tak boleh ia temui.

.. Dan musim semi ditahun ini, gadis itu kembali meradang. Membuat pelupuknya mulai mengembun, sebab rindu serta kebencian telah melebur; tatkala ia dapati presensi pria yang telah mati-matian ia kubur dalam benak. Kendati demikian, ada rasa lega disana; tatkala ia dapati Jungkook terlihat menjadi sosok pria dewasa, dengan balutan tukedo hitam. Pun suara bariton, yang kini sepuluh kali lipat lebih berat juga menggoda. Membuat Lee Jian sempat menggigit lidahnya sendiri, agar kalimat rindu yang ia pendam; tak lolos begitu saja.

Tak berbeda dengan gadis itu, Nam Jungkook pun sama. Terlihat mati-matian menahan kedua lengan kekar serta kewarasan, agar tak langsung menarik tubuh gadis yang selalu datang pada fantasinya. Pria yang kini begitu kentara, menampilkan raut tersiksa baik secara batin maupun seksual. Jungkook, sungguh memiliki fetish akan tubuh Lee Jian. Membuatnya betah tenggelam dalam kekacauan yang ia perbuat dalam empat tahun lalu, hingga lontaran permintaan maaf selalu saja datang dari bibir merekahnya. Tepat ketika ia berusaha bercinta dengan bayangan gadis yang kini telah berdiri mematung dihadapannya dengan feromon yang menguar, spontan membuat Jungkook bergairah saat itu juga. Beruntung, libido pria itu masih terkendali. Tatkala ia dapati bocah kecil yang sebelumnya terlihat sesengukkan ditengah keramaian; sebab kehilangan ibunya, kini menampilkan tawa lima jari selepas satu kotak banana milk yang ia berikan, malah menghantarkannya menemui takdir baik.

Nam Jungkook, sempat merunduk sekilas—guna mengumpulkan bongkah keberanian dalam benak, seraya memutar kilas balik akan kesalahannya dimasa lalu. Pun sepasang iris pekat itu, sempat bertubrukan akan iris nyalang gadis yang langsung saja merotasikan tungkai. Membuatnya menerka; Apa bocah menggemaskan yang kini berada dalam rengkuhan Lee Jian itu, adalah kebodohannya dimasa lalu? Tidak. Fikir pria itu, kebodohan yang ia perbuat jelas memiliki alasan mendasar. Itu, perihal Lee Jian yang tak pernah meyakinkan dirinya, akan kebenaran. Hingga pria itu murka, lantas nyaris membuat gadisnya sekarat; sebab memilih mempertahankan janin yang serta merta menciptakan keraguan dan kecurigaan berlebih.

Rasanya, pria itu sedikit malu. Tatkala harapannya untuk mendekap tubuh Lee Jian; lantas dipatahkan oleh ingatan, dimana sepuluh jemarinya telah menorehkan luka berbekas pada gadisnya tanpa segan. Menyisakan tungkai pria itu, yang hanya mengekor seraya menatap dalam-dalam punggung gadis yang malah membuatnya terkekeh; tatkala wajah bocah berpipi gembil dengan sepasang mata bulatnya telah menilik dibalik bahu gadisnya. Bahkan sesekali, bocah itu terlihat pamer; sebab ia dapat begitu bebas untuk memberikan gigitan secara berulang pada ceruk leher gadis yang sesekali memalingkan sisi wajahnya pada bocah yang langsung saja terkikik, menggemaskan. Menyisakannya yang begitu tersiksa secara seksual, karena seorang Lee Jian. Serta merta membuat Nam Jungkook menaruh diri pada sisi Lee Jian tanpa sekat, hingga darahnya terasa begitu mendidih; tatkala sisi paha keduanya bersentuhan, secara tak sengaja.

Takdir sungguh menyebalkan bagi mereka berdua, yang menuliskan skenario; untuk bertemu, lantas berpisah, hingga berakhir kembali dipertemukan. Sialnya, meski empat tahun berlalu—feromon keduanya masih sama. Begitu menggugah gairah, terlebih pada usia yang tak lagi tergolong ingusan. Jungkook bahkan masih ingat betul, bagaimana ia memiliki beberapa trik jitu; guna menjatuhkan gadisnya dengan telak, saat diatas ranjang. Menjadikan keduanya seolah-olah terus haus akan kebutuhan biologis, meski satu diantaranya telah sadar; jika ada satu nyawa lain yang tengah bertahan hidup. Hingga kebiasaan saling menyentuh dimasa lalu itulah, yang kini menjadi boomerang bagi keduanya. Membuat Lee Jian lekas bangkit, guna mempertahankan harga diri serta meminimalisir kemungkinan jika ia akan tunduk oleh perintah Nam Jungkook yang akan menggiringnya ke atas ranjang.

Hingga, takdir kembali mempermainkan Jungkook. Selepas ia mendapati pria bersurai legam, yang terlihat samar; tengah menunggu di pelataran restaurant. Sejemang memicingkan iris, tungkai Jungkook langsung saja tergerak; hendak mengejar langkah dua harapannya—namun kembali diurungkan, tatkala ia dapati seorang yang tak asing di luar sana terlihat mengusap satu sisi lengan Lee Jian, sebelum berakhir meraih tubuh mungil Nam Eunwoo yang langsung saja memberikan satu kecupan pada satu pipi pria yang cukup dikenali oleh Jungkook, "Yoongi hyung?" pria itu bergumam lirih, bahkan suaranya nyaris hilang. Menyisakan satu tempat dalam relungnya yang seketika mencelos tak karuan. Ia sungguh tak mengerti, bahkan tak mampu menerka; mengapa takdir, kembali mempermainkannya. Seakan menjadikannya sebuah dadu, yang begitu bebas digulirkan.

Hingga sebuah dering ponsel, yang berhasil menginterupsi, tak pelak membuatnya berdecih kentara, selepas mendapati satu nama yang tertera. Oh, Jungkook rupanya sedikit gila. Tatkala adam apelnya bergerak, begitu menggiurkan ataupun lidahnya yang terjulur, guna membasahi bibir bawahnya dengan sensual. Tubuhnya yang sempat bangkit untuk terus memperhatikan dua punggung yang kini tak lagi dalam jangkauan pandangnya, kini kembali menempatkan diri pada permukaan sofa. Menggunakan tapaknya, untuk mengusap perlahan permukaan sofa pada sisinya—yang sempat ditempati oleh Lee Jian. Hingga suara Jeon Jungkook mulai terdengar, untuk menanggapi suara di sebrang sana. Menyisakan panggilan yang telah diputus secara sepihak; kala suara bariton Jungkook, terdengar begitu mengintimidasi. Terlebih selepas kekehan ringan, ia selipkan sebagai pencair suasana ditengah kalimat konyol yang ia lontarkan dengan nada mendayu.

"Apa Jian Noona sengaja meninggalkan ponsel, agar kita kembali terikat hm? ..ah, di sini ada beberapa pesan masuk, dan kurasa hal ini cukup penting untukmu. Itu artinya—kau memang harus kemari, untuk mengambil ponselmu yang tertinggal." kalimat Jungkook terjeda, sedikit memainkan kelima jemarinya yang tergerak untuk mengetuk-ngetuk pahanya; sebelum kembali melanjutkan, " Aku berani bersumpah atas nama apapun, jika saat ini aku sungguh merindukan desahanmu, Noona. Jadi datanglah! lalu aku akan menjatuhkanmu di atas ranjang secara telak. Dan berbaik hatilah—untuk berikan aku beberapa klimaks dalam satu atau dua jam. Oh, akan lebih baik lagi; jika kita memberikan adik.. untuk Nam Eunwoo?" lirih Jungkook, seraya mengatupkan iris rapat-rapat. Begitu menaruh harap, jika gadis yang mendengarkan telepon di sebrang sana; sungguh akan datang, lantas mengabulkan permintaan konyol yang ia lontarkan tanpa tau malu. []

--o0o--