Kalantha menatap ragu pada bibir gua yang ia temukan di tengah hutan. Seperti yang diinstruksikan Sergio, gua itu benar-benar berada ditempat yang ia pikirkan. Besar dan gelap.
"Kau serius dengan ini, kalantha?" Tanyanya pada dirinya sendiri.
Kalantha melangkah perlahan menuju gua. Rasa lembab dan bau bebatuan merasuki dirinya. Tangannya perlahan mulai naik memeluk dirinya sendiri.
"Disini cukup dingin."
Kalantha berjalan masuk menuju dalam. Tempat ini sangat gelap. Kalantha harus menggunakan insting alamnya supaya tidak menabrak benda keras. Beberapa langkah, ia melihat seperti ada sebuah cahaya kecil di depan sana. Namun, baru saja Kalantha merasa cukup senang karena setitik cahaya itu, tiba-tiba saja ia jatuh karena lubang yang entah dari mana asalnya. Dan Kalantha merasakan kerasnya batu yang kini ia duduki.
"Kuharap aku masih bisa berjalan." Rintih dia sambil berusaha berdiri. “Pantatku sakit sekali.”
Kalantha menatap kanan dan kiri, tempat disini terasa lebih hangat. Apa Leandro ada disini? Ia kembali berjalan perlahan seraya memegang lututnya.
"Mau kemana?"
Jantung Kalantha serasa ingin copot karena suara yang tiba-tiba ia dengar. Sebuah mata merah berjarak lima meter di kananya membuat ia begitu ketakutan. Apa itu roh dewa yang mati dan tidak diterima semesta? Ah, bodohnya ia. Semua penghuni dunia ini adalah iblis. Bukankah iblis sama saja dengan hantu? Atau malah setingkat diatas hantu.
"Siapa disana?"
Mata merah redup itu terus memperhatikan gerak-gerik Kalantha. Dewi itu tampak kacau dalam balutan gaun emas terbuka. Kalantha memeluk dirinya saat sadar bahwa tatapan mata merah itu seperti mengulitinya.
"Untuk apa kau kesini?"
Ah, harusnya Kalantha sadar kalau yang tahu tempat ini hanyalah Leandro seorang. Jadi siapa lagi orang itu kalau bukan Leandro. Untunglah ia langsung sadar saat pria itu kembali bicara.
"Leandro, kita perlu bicara."
"Berani sekali kau memanggilku tanpa gelar." Bersamaan dengan kalimat itu selesai dikatakan Leandro, sebuah tangan tak kasat mata mencekik leher kalantha. Kalantha terangkat akibat cekikan di lehernya. Ia tak bisa bernapas sehingga mulutnya Megap-megap mencari udara.
"Hanya karena aku memberimu sedikit kelonggaran, kau tak berhak semena-mena padaku. Kau hanyalah budak, sialan." Desis Leandro.
Leandro yang melihat Kalantha hampir mati segera menghentikan aksinya. Kalantha jatuh kebawah dengan cukup kuat. Kalantha menangis karena merasakan kakinya yang semakin parah. Ia sudah dua kali jatuh dan sialnya selalu saja kaki kanannya yang kena.
Leandro tak merasakan sakit walau Kalantha telah terluka seperti itu. Ia bertanya-tanya kenapa hal itu bisa dan pikirannya berakhir pada kesimpulan bahwa ia hanya akan ikut terluka jika Kalantha mengalami luka yang sampai membuat wanita itu mengeluarkan darah.
Kalantha menatap Leandro yang juga menatapnya tanpa rasa belas kasihan. Kenapa rasanya sakit saat pria itu tak mengulurkan tangan untuk membantunya? Kalantha menggeleng, ia harus fokus pada tujuan pertamanya yaitu membawa Leandro kembali.
Dengan susah payah Kalantha bangkit berdiri dan berjalan perlahan menuju Leandro. Leandro masih betah pada posisinya yang tengah duduk di sebuah kursi batu dengan dagu yang menumpu di tangan kiri. Ia menatap Kalantha sambil alisnya terangkat. Bagus, sekarang dia mulai menggunakan pakaian jalang?
“Ini gaun pemberian Sergio.”
Leandro mengangkat sebelah alisnya. Apa dewi itu barusan membaca pikirannya?
“Aku tak membaca pikiranmu. Tapi tatapan matamu seperti menanyakan hal itu.”
Leandro mmenatap kearah lain. Ada perasaan lega mendengar jawaban dewi itu. Kalau memang benar dewi itu diberi hadiah oleh semesta untuk membaca pikirannya, maka habislah dia.
"Tuan, aku mohon kembalilah." Kata Kalantha mencoba hormat.
Bukannya menjawab, Leandro malah semakin menaikkan alisnya.
"Kumohon, tuan. Kerajaanmu membutuhkan dirimu sebagai pemimpin mereka."
"Bukankah ada kau yang bisa memimpin mereka?" Nada Leandro seperti sedang mengejek Kalantha atas sikapnya yang pernah menolong Cerberus kemarin.
Kalantha menggeleng kuat. "Itu beda. Kau, "
"Dimana letak bedanya?" Potong Leandro cepat. "Kau membuatku malu didepan semua kaumku." Bentak Leandro.
Kalantha terjengkang kecil karena kaget. Ia sudah lama tak dibentak dan mendengar suara kuat itu membuat ia kembali ketakutan. Ditambah sayap Leandro yang membentang lebar. Kalantha tak sadar kalau ia sudah sedikit ngos-ngosan.
Lidah Kalantha seperti kaku dan bibirnya kelu. Matanya melotot kagum akan sayap kokoh dan lebar di hadapannya. Ia menelan ludahnya susah-susah. Ayo Kalantha, kau harus menyelesaikan ini. Bawa Leandro pulang. Teriak inner Kalantha.
Kaki Kalantha berjalan perlahan menuju Leandro, tangannya terulur menyentuh wajah Leandro yang terlihat begitu marah padanya. Leandro ingin menghempas tangan Kalantha sebagai bukti rasa marahnya, tapi mata emas itu membuatnya lupa akan segala hal. Kalantha tengah memperhatikan dirinya. Rambut gadis itu juga berubah biru sebagai bukti rasa sedihnya dirinya.
Kalantha mendudukkan dirinya pada paha Leandro tanpa memutuskan kontak mata mereka. Kalantha merasakan sesuatu ingin keluar dari dadanya saat Leandro menatapnya.
"Aku merindukanmu." Lirih Kalantha. "Saat kau pergi dan tak kembali, saat kau tak menemuiku, saat kau tak menyentuhku, aku merasa ada sesuatu yang kurang dariku." Serius Kalantha, itu tak ada dalam rencana, kau mengatakan itu dari alam bawah sadarmu.
"Kau pikir itu akan membuatku luluh? " Desis Leandro.
Kalantha hanya diam. Matanya terus menatap kedalam mata merah Leandro, mencoba mencari setitik isyarat akan apa yang tengah raja kegelapan itu pikirkan. Tapi ia tak menemukan itu.
"Aku tak berharap kau luluh karena ucapanku. Aku malahan berharap supaya kau pulang karena keinginanmu sendiri. Aku hanyalah budak, dan budak tak berhak memaksa tuannya. " Kata Kalantha.
"Baguslah kalau kau sudah paham dimana posisimu."
"Tapi, aku bisa memohon padamu supaya kembali."
Setelah mengatakan itu Kalantha langsung mencium bibir Leandro dengan begitu agresif. Leandro membelakkan matanya karena serangan tiba-tiba dari Kalantha.
"Aku tak tahu apa yang terjadi denganku, tapi saat denganmu, aku merasa bisa jadi apa dan bagaimana saja. Aku tak peduli apa aku dulu seorang dewi atau sekarang hanyalah budakmu. Tapi aku sungguh berdebar saat melakukan segala sesuatu bersamamu. " Kalantha menunduk saat mengatakan semua kalimat yang mendadak terlintas di kepalanya. Itu tidaklah sebuah kebohongan.
"Kau mem, "
"Aku tidak mempermainkanmu. "
Leandro sedikit terkejut saat Kalantha seakan bisa membaca pikirannya. Dan itu lagi.
"Aku tidak pernah sekalipun berniat mempermainkanmu. Bukankah selama ini yang selalu mempermainkanmu adalah kau? "
Leandro terdiam. Apa yang dikatakan dewi satu ini benar.
"Tapi, aku tak masalah. Asal kau menepati janjimu dan tetap berada disisiku, aku akan selalu menuruti perintah mu. " Ujarnya yakin.
"Kalau begitu buktikan perkataanmu." Kata Leandro santai dengan tatapan menantang.
Dan sekali lagi Kalantha menunjukkan sisi liarnya pada Leandro. Ia mengelus rahang Leandro seraya mencium bibir Leandro.
Sial, Leandro tak tahan lagi akibat gesekan dada Kalantha yang terbuka. Tangan Leandro terangkat menyentuh pundak Kalantha namun buru-buru Kalantha menurunkan tangan pria itu.
"Kenapa? " Tanya Leandro tak Terima.
"Kali ini biarkan aku yang memimpin. "
Kalantha langsung berdiri tegak dan melepaskan seluruh selendang yang melilit tubuhnya. Leandro kembali menikmati pemandangan tubuh Kalantha. Kenapa ia tak pernah bosan dengan tubuh perempuan itu.
Padahal ia sudah pernah mencicipi setiap inci tubuh Kalantha yang kalah jauh dibanding dengan Shaila. Tapi hanya dengan menatap tubuh polos itu bisa membuat libidonya meningkat pesat.
Kalantha berjalan menggoda. Rambut biru milik Kalantha memudar, menyisakan warna hitam dan mata emas. Leandro yakin kalau Kalantha tengah menginginkan dirinya.
Tapi sesuai yang dikatakan oleh Sergio, ia sedikit rumit. Dan ia akan menjadikan ini tak mudah bagi dewi itu.
Kalantha duduk di kedua paha Leandro. Posisinya yang mengangkangi pria itu membuat siapapun akan ikut tertantang dalam permainan dewi manis itu.
Jemari lentik Kalantha membelai lembut wajah Leandro. Wajah tegasnya membuat Kalantha begitu mengagumi ciptaan semesta tersebut. Betapa semesta tak adil dalam membuat raja kegelapan.
Deru nafas Kalantha dapat dirasakan Leandro. Dewi itu tak pernah menggoda pria sebelumnya sehingga ia tahu kalau Kalantha sedikit gugup untuk ini. Tapi yang tak ia sangka kalau Kalantha akan menguatkanmu bola mata emasnya tersebut.
"Matamu..."
"Kenapa dengan mataku?" Tanya Kalantha.
"Dia berwarna emas."
Kalantha menggigit bibirnya dan itu sedikit membuat Leandro frustasi. Kenapa dewi ini begitu lambat, pikirnya.
Leandro mendorong tubuh Kalantha hingga jatuh. Kalantha meringis kesakitan. Mata emasnya memudar dan mulai berkaca-kaca. Ia tak menyangka kalau Leandro tega mendorongnya hingga jatuh tepat di kaki pria itu.
Leandro menopang dagunya dengan tangan kiri. Mata merahnya menatap Kalantha begitu tajam dan membuat dewi itu ketakutan. "Kau pikir mudah membuatku terpancing ha?"
Kalantha hanya dia namun terus menatap sosok gelap di hadapannya. Leandro memajukan wajahnya ke hadapan Kalantha dan memegang dagu dewi tersebut.
"Apa kau pikir kemampuanmu itu bisa memuaskanmu? Bermimpilah Kalantha. Hanya aku yang bisa melakukan itu. Tidak ada satupun makhluk dibumi ini yang dapat menaklukkan ku. Bahkan kau." Desis Leandro lalu mendorong kuat wajah Kalantha.
Kalantha menangis. Namun buru-buru ia hapus. Ini bukan saatnya untuk kalah. Ia harus buktikan pada Leandro kalau dia adalah dewi yang berbeda. Dia istimewa dan penuh pesona.
"Kau yakin dengan kata-katamu itu Leandro?"
Leandro mengangkat sebelah alisnya. Matanya tak lepas memandangi Kalantha yang tengah berdiri.
"Aku sudah katakan pada Sergio sebelumnya kalau aku tak bisa membawamu." Ia berjalan selangkah mendekati pria dihadapannya.
"Tapi dia Bilang hanya aku yang bisa membawamu." Dua langkah.
"Jadi," Kalantha sampai di hadapan Leandro dan memajukan wajahnya pada pria yang tengah duduk di hadapannya. Matanya bahkan tak takut menatap bola mata merah darah milik pria itu.
"Jika aku tak bisa membawamu, maka tidak ada satupun makhluk dibumi ini yang bisa membawamu." Kalantha berbicara sehingga begitu lembut membuat Leandro muak.
"Ingat batasan,"
Belum selesai Leandro berbicara, Kalantha menyerang Leandro. Ia merengkuh bibir pria itu. Menciumnya dengan sangat liar. Ia kembali duduk di pangkuan pria itu seraya tangannya membuka rubshka milik pria itu.
"Ha.. Ha.. " Leandro merasa sesak di dadanya. Seolah ia tak beri izin bernafas oleh dewi itu. Kalantha benar-benar menyerangnya.
"Cukup!" Perintah Leandro sambil menahan erangannya. Ia berada di antara emosi dan hasrat. Kalantha melepaskan ciumannya lalu kembali berdiri.
Leandro pikir dewi itu akan menyerah. Tapi dia salah. Kalantha melepas gaun emas miliknya. Sangat mudah melepas pakaian itu. Kini berdirilah Kalantha yang hanya ditutupi oleh kulit mulus miliknya. Leandro meneguk ludahnya.
"Apa yang,"
"Aku adalah budakmu. Sudah jadi tugasku untuk menyenangkanmu tuan. Dan lagi sudah ku katakan dari awal kalau aku akan membuatmu kembali."
"Kau, "
Dan lagi Kalantha memotong kalimat Leandro dengan ciuman buasnya. Tanganya menekan dada pria itu. Meraba dan mengelus sampai ke perut.
Leandro mendesah. Dan ini adalah pertama kalinya ia mendesah. Ia kalah pada sosok dewi di hadapannya. Permainan Kalantha begitu memabukkan. Bukan karna dia lihai, tapi karna dia begitu gugup. Setidaknya Leandro tahu kalau Kalantha hanya pernah menunjukkan sisi liarnya pada dirinya.
Kali ini Kalantha menggunakan lidahnya. Menjilat leher Leandro lalu turun sampai ke perut. Tangannya tak tinggal diam. Ia menurunkan celana Leandro.
Milik pria itu sudah mengeras. Seperti meminta pada Kalantha supaya segera di puaskan. Dan Kalantha mengabulkan itu.
Ia menatap milik Leandro. Ini pertama kalinya ia melihat milik pria itu. Terkadang ia tak menyangka kalau benda itu sanggup lolos masuk ke dalam dirinya. Ia meneguk ludahnya. Apa ia bisa?
Leandro menatap kegundahan Kalantha. Ia menaruh tangan Kalantha dan mengajari dewi itu. Lembut, jemari Kalantha begitu lembut. Membuat ia kalah hanya dengan tangan dewi itu.
Dan entah mendapat pemikiran dari mana, Kalantha meletakkan payudaranya pada sisi milik Leandro. Sesekali lidahnya bermain pada milik Leandro dan mencium benda itu.
"Sial." Leandro menarik Kalantha berdiri. Ia memegang bahu Kalantha dengan cukup keras.
"Hentikan ini. Kau benar-benar terlihat seperti jalang." Umpat pria itu.
Kalantha kembali menangis. Apa ia begitu hina dimata Leandro? Apa memang benar yang dikatakan siren itu padanya kalau Leandro tak memiliki rasa apapun padanya?
"Apa aku memang begitu hina di hadapanmu?" Tanya Kalantha.
"Apa?"
"Aku tahu, aku memang begitu hina. Bahkan dunia putih sudah mencapku sebagai dewi pembawa aib. Dan saat aku bertemu denganmu, aku rasa aku tidak seburuk itu. Tapi lagi dan lagi, kau begitu mudah membuatku merubah pikiranku." Ia menangis. "Aku rasa aku tak akan pernah bisa mengalahkan siren itu. Dia bilang kalau kau adalah tunangannya."
Kalantha menarik nafas panjang. "Harusnya aku tahu batasanku. Siapa aku begitu berani memerintahmu." Kalantha menunduk.
"Maafkan aku." Ia menangis terisak.
Leandro tak mampu membalas apapun.
"Maafkan aku, tuan. Harusnya aku lebih menunjukkan kesadaran diriku. Harusnya aku tak menganggap lebih atas semua perhatian yang kau berikan."
Leandro menatap Kalantha dengan sendu. Sedikit sendu.
"Maaf jika aku meletakkan hatiku padamu." Kalantha bergetar saat mengatakan kalimat terakhirnya.
Mata Leandro mengecil. Tatapannya menajam. Tangannya meremas bahu kalantha. "Jangan main-main dengan kalimat itu kalantha. Kau tidak tahu akibat,"
Dan tampaknya Kalantha memang suka sekali memotong ucapan Leandro. "Aku tak main-main. Aku serius."
Mata itu. Mata seteduh langit itu. Tidak ada nafsu atau hal lain. Itu adalah mata milik dewi itu sendiri.
"Jangan menyesal, kalantha."
Leandro menangkup bibir Kalantha. Mencium bibir dewi itu dan bermain lidah didalam. Puas dengan lidah Kalantha, Leandro turun menelusuri leher hingga perut Kalantha.
Kalantha tak kuat lagi untuk berdiri. Ia langsung jatuh kedalam pelukan Leandro yang sedang sibuk menjilat perutnya. Dan dalam sekejam. Mata, kalantha tahu kalau ini adalah kamar miliknya.
Leandro mendorong kasar Kalantha ke atas tempat tidur. Leandro berada di atas wanita itu dan mencium Kalantha kembali. Tangannya memainkan payudara dewi itu. Menarik dan juga mencubit nya. Kalantha menahan pekikan nya.
Menelusuri perut Kalantha sampai pada milik dewi itu. Ia membuka kami Kalantha dan menghujamnya.
Kalantha menjerit. Ia merasa begitu penuh di dalam. Hujanan kasar pria diatasnya dan ciuman memabukkan pria itu membuat ia lupa diri.
Kalantha sudah melepaskan ciuman itu, namun Leandro kembali membawa ia dalam permainan lidah mereka.
Leandro tahu sekarang, Kalantha ada candu baginya. Ia melebihi darah unicorn maupun hal lain di dunia ini. Dia candu bagi Leandro. Dia tak akan bisa berhenti membuat wanita itu meneriakki namanya. Dan ia tahu kalau Kalantha adalah satu-satu sumber kesakitan baginya.
Kalantha mendesah tak karuan. Tubuhnya menegang dan tangannya meremas rambut Leandro. Ia tak tahan.
"Aku.. Aku... " Kalantha kesulitan bicara.
"Aku apa Kalantha?" Tanya Leandro tanpa berhenti dengan permainannya.
"Aku akan... "
Dan benar, Kalantha sampai pada puncaknya dan tak lama diikuti oleh Leandro. Leandro mendongakkan kepalanya sesaat. Ia menenangkan deru nafasnya yang begitu memburu lalu menatap. Pada tubuh yang berada di bawahnya.
Kalanthanya menatap ia dengan mata yang setengah terpejam. Tangan perempuan itu terbuka lebar seperti menyuruh Leandro membenamkan wajah pria itu dalam pelukannya.
Dan Leandro melakukannya. Leandro tumbang dalam pelukan Kalantha diikuti selimut yang menutup mereka.
Kalantha mengecupe kening Leandro dan mengatakan sesuatu yang begitu ingin di dengan Leandro dari dulu.
"Aku mencintaimu, Tuan."
tbc