Mirror mirror on the wall

Cathleen, dulu semasa SD, pernah berpikir dia adalah orang yang sangat beruntung. Terlahir cantik dan memiliki keluarga yang bahagia.

Suatu kali, ia menonton sebuah film kartun berjudul Snow white di televisi di kamarnya.

"Mirror... mirror... on the wall, who is the fairest of them all?" sang penyihir wanita bertanya kepada cermin di hadapannya. Tentu saja jawabannya adalah dirinya. Sang penyihir tertawa mendengarnya.

Tetapi kemudian, jawaban dari pertanyaan itu berubah. Snow white adalah wanita yang tercantik sekarang. Hal ini membuat sang penyihir sangat kesal. Ia tidak suka ada wanita yang melebihi dirinya.

Hal yang serupa dirasakan oleh Cathleen pada masa itu. Cecil, adiknya yang lahir dua tahun lebih muda darinya, mendapatkan perhatian lebih dari semua orang. Ayahnya sangat menyayangi Cecil. Begitu pula teman-teman satu sekolahnya. Semua orang membandingkan Cecil dengannya. Cecil lebih cantik, terlihat lebih ceria, lebih menawan, supel, ikut berbagai kegiatan. Sementara Cathleen, hanya sekedar cantik. Itu saja. Itupun tertutupi oleh kacamatanya. Cathleen tidak menonjol dalam bidang apapun selain nilai-nilainya yang standar-standar saja, paling tidak dia tidak bodoh. Ia lebih memilih menyendiri dari pada berbincang dengan banyak orang, tidak supel, dan pendiam.

Cathleen iri dengan Cecil. Tentu saja. Siapa yang tidak akan iri bila keadaannya seperti ini? Lebih parah lagi, ke-iri-an itu berubah menjadi benci sewaktu ia mengetahui bahwa Cecil adalah anak dari hasil perselingkuhan ayahnya dengan seorang wanita bernama Karina yang sudah berlangsung selama lebih dari lima belas tahun. Cathleen makin bertambah benci ketika ayahnya, lebih memilih Karina dan akhirnya meninggalkan ibunya. Tentu saja, ayahnya membawa Cecil beserta dengannya. Ditinggalkan, Cathleen harus bertahan hidup dengan ibunya saja. Dan dari sinilah hidup kelam Cathleen dimulai.

***

"Apa kalian gak iri sama wanita bernama Cecil itu?" celoteh salah satu pegawai wanita di ruangan lounge. Lounge untuk tempat para pegawai beristirahat ada satu di tiap dua lantai. Ruangan ini berisi pantry dengan perabotan lengkap dan sofa-sofa empuk. Ada juga sofa pemijat elektrik bagi yang ingin dipijat secara otomatis.

"Aku sih tahu diri. Bu Cecil begitu cantik. Mana bisa dibandingkan dengan aku?" pegawai wanita lainnya berkomentar.

"Benar, bu Cecil cantik banget," seorang pegawai wanita lain menimpali. "Aku dengar dia model. Sering terbang ke luar negeri untuk berbagai pemotretan dan fashion show. Kalian lihat tingginya, bentuk badannya. Uh... memang cocok jadi model."

"Seleranya pak Reynold memang high class."

"Lalu kabarnya, mereka akan mempersiapkan pernikahan di Jakarta."

"Oh ya???"

"Eh tapi kenapa mereka baru mengumumkan identitas bu Cecil sekarang? Kabarnya bu Cecil dan pak Reynold sudah berpacaran sejak tiga tahun lalu, kan ya? Kenapa mereka harus menyembunyikan hubungan mereka selama ini?"

"Kabarnya, karena pekerjaan model bu Cecil. Sepertinya pekerjaan model menuntut banyak hal."

"Lagipula, tidak mudah menjadi menantu keluarga Widjaja. Mungkin, mereka menunggu sampai mendapatkan restu dulu dari pak Mordim dan bu Bianca Widjaja, baru melangkah ke tahap selanjutnya."

"Benar juga. Memang kalau hubungan dengan orang kaya itu sulit. Eh, lalu katanya .... "

Tiba-tiba celotehan mereka berhenti ketika melihat Cathleen memasuki ruangan lounge.

"Eh ... bu Cathleen ..." salah seorang dari mereka menyapa dengan kikuk. "Mau buat kopi bu?"

Cathleen mengangguk tanpa berniat membuka suaranya. Ia melangkah ke mesin pembuat kopi, lalu menaruh gelas kesayangannya di mesin itu. Baru saja ia akan menekan tombol penghancur biji kopi, seseorang memasuki ruangan itu dengan tergesa-gesa dan memanggil namanya.

"Cathleen .... Cathleen...." bu Rana memanggilnya sambil berusaha mengatur nafasnya.

Cathleen menatapnya dengan kerutan di kening. "Ada apa?"

"Pak Reynold .... mencari kamu," jawab Rana dengan agak terbata.

"Siapa???" Cathleen tidak percaya pada telinganya sendiri. Siapa yang barusan mencari nya?

"Pak Reynold, Cath," ulang bu Rana. "Kamu harus ke ruangannya sekarang juga. Cepat."

Untuk apa pak Reynold mencarinya? Apakah ada yang ingin dia bicarakan? Apakah...

Cathleen menggelengkan kepalanya. Dari pada bertanya-tanya, lebih baik dia langsung menemui orang yang bersangkutan.

***

Dengan masih memegang gelas kesayangannya, Cathleen bergegas menuju ke ruangan CEO. Ia mengetuk pintu dan langsung terdengar suara dari dalam untuk mempersilahkannya masuk. Dan begitu ia masuk, di dalam ruangan itu sudah ada Reynold, pak Henri, dan Cecil

Cecil tampak tersenyum kepada Cathleen, lalu ia menghampirinya dan menggandeng tangannya.

"Aku gak menyangka bisa bertemu lagi dengan kakak disini," ucapnya dengan nada senang. "Kakak sudah gak pakai kacamata lagi? Pake soft-lenses ya? Makin cantik deh kakak."

Cathleen menatap Cecil dengan lekat. Ia memperhatikan wajah mulus dan putih Cecil. Ah.... kalau ia bertanya kepada cermin saat ini tentang siapa yang lebih cantik diantara mereka, tentu saja cermin akan mengatakan bahwa yang tercantik tetaplah Cecil. Dari dulu sampai sekarang, tidak peduli seberapa banyak Cathleen telah berubah, Cecil tetaplah selalu lebih baik darinya. Lihat saja sekarang, Cecil menunjukan sikap yang sangat ceria dan menawan. Sedangkan dirinya hanya bisa tersenyum menanggapi ocehan Cecil.

"Aku rasa kabar kamu baik ya, Cil," ucap Cathleen akhirnya.

Cecil mengangguk-angguk. "Sangat baik. Kakak juga kelihatan baik-baik saja. Semakin cantik. Karir kakak juga bagus."

Cathleen sudah akan meminta Cecil untuk melepaskan rangkulan di tangannya, tetapi Cecil sudah melepaskannya lebih dulu. Cecil menghampiri Reynold dan menggandengnya. "Aku udah cerita ke Reynold soal kita, kak. Dan..... aku dan Reynold akan mempersiapkan pernikahan di tahun depan."

Reynold menampilkan senyumannya kepada Cathleen. "Hai," sapanya.

Cathleen sedikit membungkuk tanda menghormati. "Saya senang mengetahui Cecil mendapatkan calon suami seperti anda."

Pak Henri menyela pembicaraan mereka dengan mempersilahkan mereka semua untuk duduk.

"Nah, Cathleen, alasan kami memanggil kamu kesini adalah karena kami ingin memberitahukan hal penting kepada kamu," pak Henri memulai pembicaraan dengan nada serius.

"Kamu akan dipromosikan menjadi sekretaris utama yang bertanggung jawab terhadap pak Reynold secara langsung."

Cathleen mengerjap-ngerjapkan matanya karena tidak menyangka dengan apa yang baru saja dikatakan pak Henri. "Maksudnya? Kan ada pak Henri sebagai ketua sekretaris."

Pak Henri menghela nafas pendek. "Saat ini, ada situasi khusus dimana pak Reynold membutuhkan dua sekretaris utama yang bisa mengurus segala hal yang berhubungan dengan beliau langsung."

"Ada banyak sekali pekerjaan yang harus dipegang pak Henri. Saya membutuhkan sekretaris utama lainnya untuk membantu pak Henri," kali ini Reynold yang berbicara. "Melihat dari portfolio kamu selama ini, dan karena kamu juga kakak dari Cecil, jadi kami mempercayakan jabatan ini kepada kamu."

Cathleen mengusap-usap gelas kesayangannya dengan kedua tangannya, melampiaskan rasa gugupnya disitu. "Saya ... sepertinya saya tidak bisa. Maafkan saya."

"Kenapa?" Reynold refleks langsung bertanya dengan nada sedikit naik. "Gaji kamu akan naik dua kali lipat. Coba bayangkan itu. Atau, kamu ingin kenaikan gaji berapa persen? Kita bisa bernegosiasi."

Cathleen menggeleng. Merasa diremehkan dengan iming-iming imbalan uang, Cathleen menjawab dengan nada ketus, "dua tahun lebih saya bekerja dengan anda, bukankah anda tahu bahwa saya tidak pernah bekerja berdasarkan uang?! Bagaimana bisa sekarang anda berkata seperti itu pak Reynold?!" Sangking emosinya, Cathleen sampai berdiri sembari mengatakan itu semua.

"Pak Reynold tidak mengingatnya, Cath," pak Henri menyela. "Ia tidak ingat bagaimana selama ini kamu sudah bekerja disini."

Cathleen menatap Pak Henri dengan bingung. " Maksudnya?"

"Saya mengalami amnesia," Reynold berkata dengan lirih.

"Apa?"

Reynold menatap Cathleen. "Saya mengalami amnesia, Cathleen. Saya tidak ingat siapapun dan apapun selain semua pengetahuan umum yang entah bagaimana otak saya bisa mengingatnya. Selain itu ... orang-orang ... momen-momen ... tidak ada yang saya ingat."

Prang...

Gelas yang sedari tadi di pegang oleh Cathleen terjatuh dari tangannya dan hancur di lantai.

"Amnesia?"

***