"Namun jika semuanya kembali lagi. Aku akan tersenyum dan melupakannya kembali."
***
Tay terbangun di atas ranjangnya. Cowok itu heran dalam benaknya terbesit pertanyaan "siapa yang telah memindahkan tubuhnya ke ranjang?". Tay segera keluar dari kamarnya, semakin heran melihat pakaiannya yang basah terganti, yap hanya pakainnya sedangkan celananya tidak. Seisi rumah sudah kosong hanya sepotong sandwich dimeja makan dan segelas susu yang sudah dingin. Cowok itu melemparkan pandangannya ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul 8 pagi.
Tay langsung menyantap makanan yang entah siapa yang sudah membuatkannya lalu dia bergegas membersihkan dirinya dan bersiap-siap pergi. Hari ini cowok itu tidak mengunjungi kantor, lagi-lagi hanya sekedar melepaskan semua pikiran di kepalanya. Cowok itu pergi ke tempat pendakian terdekat. Tay berpikir mungkin hutan dan pepohonan dapat sedikit menenangkannya.
Ternyata dugaan Tay salah, baru beberapa ratus meter hamparan pepohonan lebat menyambutnya, matanya harus bertemu dengan sosok gadis yang tak pernah ingin dia lihat lagi, Diana. Tay hendak berbalik arah dan pulang, akan tetapi niatnya urung melihat Diana yang tampak kesulitan dengan kaki yang sepertinya terkilir ditambah gadis itu juga mendaki sendirian. Cowok itu pun menghampirinya dan menggendongnya ke tempat yang dirasa cukup nyaman dan aman untuk beristirahat.
Tay pun memijit kaki Diana yang terkilir tanpa sepatah katapun keluar dari mulutnya. "Tay. thanks ya." Ucap gadis itu yang hanya dibalas anggkan oleh Tay. "Tay, mau sampai kapan lo kayak gini? Berpura-pura seolah kita gak pernah kenal sebelumnya, Tay." Diana berteriak, menghentikan Tya sebelum sosok cowok itu hilang ditelan lebatnya hutan. "Semua kenangan itu telah hilang dari ingatanku." Tay memutar badannya mengahadap kepada Diana sepenuhnya "Namun jika semuanya kembali lagi, Aku akan tersenyum dan melupakannya kembali.".
"Tay, iya hak lo kok buat ngelupain gue. Tapi gue cuma pengen lo tau, Tay. Gimana gue habisin siang dan malam gue dengan semua sisa kenangan sebelum lo ninggalin gue, Tay. Gue selalu berharap lo bakal kembali, Tay." Tay hanya terdiam hanya batinnya yang bersuara "Gue ngga bisa hidup tanpa lo, Diana. Jujur, berat juga buat gue ninggalin lo hari itu. Sampai kapan pun kita ngga akan bisa sama-sama, Diana. Dan jika itu dipaksakan maka gue yang seorang vampir, makhluk hina ini hanya akan membuat hidup lo menderita, Di. Gue masih sayang sama lo, tapi lebih baik lo tau kalo gue benci sama lo.".
"Perlu gue perjelas lagi. Jangan jatuh cinta sama gue. Jangankan perasaan, gue bahkan ngga punya hati. Tubuh dan akal gue liar. Jatuh cinta sama gue hanya bakal bikin lo terluka. Gue adalah tokoh antagonis yang ada dalam skenario cinta lo sendiri." Ucap Tay dengan sarkas meninggalkan Diana yang diam-diam menitikkan air matanya.
"Bersamamu atau tidak bersamamu, ada atau tidaknya sosokmu di kehidupanku yang berikutnya. Kamu akan tetap menjadi manusia paling cantik serupa dewi yang selalu aku sayangi, Diana." Gumam Tay dalam hatinya sembari terus melangkah menapaki jalan tanah yang lembap.
Langkah Tay terhenti ketika sekelibat bayangan tertangkap oleh matanya, melintas di dekat semak-semak tidak jauh darinya. Tay mengejar bayangan itu, cowok itu akhirnya menggunakan kemampuannya sebagai vampir, cowok itu pun melesat mengejar bayangan itu. Tak butuh waktu lama, bayangan itu berhasil tersungkur akibat tendangan Tay yang mengenai tepat punggungnya. Tay segera menarik sosok berjubah hitam yang masih terduduk dihadapannya, pupil matanya berubah menjadi merah darah selama sekilas sebelum kembali normal seperti biasa.
"Siapa lo?" bentak Tay sembari membuka tudung sosok tersebut yang ternyata adalah seorang pria berambut hitam kecoklatan. Tay bisa merasakan bahwa sosok yang saat ini dalam cengkramannya adalah seorang vampir sama sepertinya, hanya saja level klannya lebih rendah dibandingkan level klan Tay. "Bukan urusan lo." Sosok itu menendang perut Tay dengan kerasnya sampai Tay terlempar beberapa meter ke belakang dan membentur sebuah pohon. Nahas pohon itu tumbang seketika. Darah segar mengalir dari mulut Tay yang kontan memelesat memukul sosok pria tersebut, 3 sampai 4 pukulan Tay layangkan hingga sosok tersebut tersungkur ke tanah dengan hidung berdarah. "Cuma segitu kemampuan lo?" Sarkas sosok tersebut kembali bangkit hendak melayangkan pukulan ke wajah Tay, dengan cepat Tay menangkisnya. Tangkis menang kis pukulan pun terjadi, beberapa pukulan yang salah sasaran pun mengenai pepohonan disekitar mereka, 2 sampai 3 pohon roboh dan beberapa juga retak. Tak cukup dengan adu pukulan, keduanya pun juga adu tendangan sesekali keduanya sama-sama terpental karena tendangan keduanya sama kuatnya.
Pertarungan berakhir dengan Tay yang berhasil menyudutkan sosok itu, kondisi keduanya tidak terlalu parah hanya beberapa lebam, sebagian mengeluarkan darah dan sebagian lagi hanya ungu pekat. "Gue tanya sekali lagi, siapa lo?" Tay kembali ternyata kali ini nadanya tidak lagi membentak. "Sebelum gue jawab siapa gue. Kasih tau gue dulu, lo vampir dari klan apa? kenapa kekuatan lo lebih hebat dibandingkan gue?" Suara sosok itu sedikit tersendat sembari memegangi nyeri di dadanya. Pukulan memanglah terhitung cukup kuat, seandainya manusia yang terkena pukulan itu maka sudah dipastikan luka paling ringan yang akan dialaminya adalah patah tulang rusuk.
"Gue hanya vampir dari golongan ksatria, bukan bangsawan. Jadi jelas klan gue gak bakal penting buat o ketahui. Toh kayakny alo adalah vampir bangsawan kan?"Tay berusaha menyembunyikan identitasnya. Mata cowok itu mendelik melihat suatu guratan tanda serupa tato di punggung tangan sosok berjubah tadi. "Gue dari klan Ixora, tentu lo udah tau kan mengenai 13 klan terkuat yang mana semuanya dipimpin oleh satu klan terkuat, klan ke 14 yang hingga sekarang ngga diketahui dimana keberadaannya." Sosok itu berdiri, tubuhnya sedikit tergopoh. "Elo... astaga, Zion Ixora." Tay tersekat mendapati bahwa sosok dihadapannya adalah sahabat masa kecilnya dulu.
Sosok yang bernama Zion itu menatap lekat-lekat pada Tay, wajahnya sesekali menampakkan guratan heran yang kental. "Siapa lo? dan darimana lo tau nama gue?" Zian masih mengamatinya lekat-lekat. "Gue bagian dari masa kecil lo, Zian. Davidson." Tay tersenyum melentangkan tangannya berharap sang sahabat memeluknya setelah sekian lama. "David?" Setengah tidak percaya tapi Zion pun memburu memeluk Tay. Yah, Tay adalah identitas palsu yang selama ini dia gunakan, semenjak kejadian hari itu Tay telah membuang namanya jauh-jauh. Namanya juga gelarnya sebagai seorang pangeran. " David? Lo kemana aja? bertahun-tahun gue cari lo. Brertahun-tahun juga semua klan di dunia vampir mencoba mencari keberadaan lo David. Dunia vampir kacau, penindasan dimana-mana, David." Mata Zion mulai berkaca-kaca, akhirnya harapan bagi dunianya yang selama ini ia cari telah berhasil ia temukan. Disamping ia berhasil menemukan sahabat kecilnya, ia juga berhasil menemukan harapan bagi dunia vampir yang kini ibaratkan neraka.
"Zion gue minta maaf, gue ngga pamit sama lo. Tapi sekarang gue udah kembali, gue udah disini sekarang." Tay mengelus punggung Zion pelan "Gue janji, dunia vampir akan kembali damai. Dan gue juga janji gak akan lagi ada penindasan disana. Gue janji, Zion." Zion mengeratkan pelukannya sementara Tay terus berusaha menenangkan tangisnya yang pecah.