Panggilan Eryk berakhir disusul dengan kehadiran Zion yang sampai di ambang pintu rumah. Cowok itu terengah, badannya masih segar tanpa kuncuran keringat sedkitpun, sorotnya matanya normal sekalipun putih taringnya tak dia sembunyikan. "Gimana Rai?" Tay adalah orang yang pertama kali memburu bak jelangkung, cowok itu nongol diebelah Rai bersamaan dengan tibanya Zion. "Aman, Gue cuma bikin dia pingsan tadi biar tenang." Pandangan Eryk beralih pada layar televisi "Sekarang, apa yang bakal kita lakuin?". Zion mengedikkan bahu "Ngurusin isu berita manusia jauh lebih ribet daripada nuntasin 100 kasus kriminal vampir.". "Ya tapi lo kita juga gabisa cuci tangan gitu aja." Tay menyahut "Tim Forensik pasti curiga dengan jasad itu. Tak ada luka, tak cedera, dan hanya ada bekas gigitan.". "Berani bertaruh mereka terlalu cerdas untuk menyimpulkan bahwa jika itu hanyalan bekas gigitan binatang buas ditambah lokasi yang hampir mustahil untuk membuat alasan itu tercipta." Eryk menambahkan.
Zion tak lagi menghiraukan kasus yang saat ini dibahsa oleh Eryk dan Tay, tatapan matanya jatuh pada liontin dalam genggaman Eryk "Tadi ada wanita kesini?". Ucapan Zion kontan membuat Tay dan Eryk memicingkan mata ke arahnya "Itu, liontin ditangan Lo?" Zion menunjuk ke arah genggaman Eryk, kemudian cowok itu sadar ada beberapa debu menempel pada kemeja di bagian punggung Eryk "Lo habis berantem?" Tay menimpali. "Ada sedikit masalah tadi, tapi udah beres." Eryk membersihkan punggungnya, tanpa sadar liontin yang tadi dipegangnya ikut terjatuh dan terbuka, menampakkan foto di dalamnya.
"Foto siapa itu?" Tay gagal menyembunyikan rasa terkejutnya "Bukan siapa-siapa." Eryk meraih liontinnya menutupnya dengan cepat "Apa hubungan lo dengan Diana?" Tay dengan cepat merebut liontin milik Eryk "jawab.". "Lo kenal foto itu?" Tay mengangguk menatap tajam pada Eryk "Dan apa lo tau, siapa cowok yang di foto itu?", "Karena lo pemilik liontin ini harusnya lo lebih tau. kasih tau gue siapa dia.", "Gue." Jawan Eryk membuat Tay bungkam. Cowok itu seolah olah baru saja menerima jawaban dalam bahasa alien. "Cowok di foto itu adalah gue, dan cewek itu kakak gue." Tay makin tak mengerti maksudnya.
"Maksud lo? Dia manusia dan lo....", "Ayah gue menikah dengan 2 wanita salah satu dari mereka merupakan vampir, dan memiliki 2 orang anak, seperti yang barusan gue bilang, salah satu dari kami mewarisi gen vampir dan salah satunya manusia." Panas mulai membakar mata Eryk yang perlahan berair "Istri pertamanya yag merupakan ibu dari kakakku meninggal setelah melahirkannya. Ayah dan ibu gue merawatnya sebelum kami terpaksa menitipkan dia pada orang lain dan membawa gue ke dunia vampir, ninggalin dia karena khawatir kehadiran kami akan membahayakan dia... dan sekarang, gue gak pernah tau dimana dan seperti apa kondisi diar sekarang.", "bukankah persilangan vampir dan manusia harusnya tetap melahirkan seorang vampir, sekalipun powernya tak sekuat vampir-vampir normal lainnya."
"Harusnya bukan berarti pasti, Tay." Eryk tersenyum miris "Tay, itu liontin gue dapet dari kakak lo." Tangan Tay mengepal erat sadar bahwa Zayden adalah penyebab kekacauan yang ada, dan entah apa yang baru saja menghantam cowok itu tak kala dia memeluk Eryk berusaha menenangkan cowok itu. Eryk tak melawan, balas memeluk Tay yang membuatnya merasa berada disandaran seorang ayah, ah mungkin kakak yang seolah akan selalu siap membuatnya aman tatkala dia merasa terancam. Sementara Zion sibuk melepasi separu Ray, kemudian membarungkan tubuh cowok itu dengan benar di sofa dan menungguinya sampai sadar.
"Zion, gue titip Rai, ya..." Tay melepas pelukannya dari Eryk menepuk bahunya sembari berujar "Kakak lo butuh orang yang kuat, jadilah kuat buat dia, hapus air mata lo Eryk.". Eryk tak menjawab hanya menatap ke arah Tay yang melesat lenyap begitu saja.
"Sudah gue bilang jangan pernah sentuh orang yang gue sayangi. Tapi..." Tay belum sempat menyelesaikan ucapannya, namun puluhan keping pisau perak telah lebih dulu melayang menuju ke arahnya. Tay segera membuat dinding api tebal yang membuat semua pisau perak itu meleleh luruh ke tanah. "Sialan, niat gue baik... tapi kalau itu yang Lo mau, okay fine." Perlahan kilatan api oren kemerahan yang membentuk sayap keluar dari punggungnya, melontarkan puluhan bole api dengan satu kepakan kedua sayapnya. Zayden balas membuat labirin labirin serupa kaca pelindung berwarna kebiru-biruan yang membuat bola bola api itu bertukar bentuk menjadi es dan jatuh menghantam tanah sebelum sempat menjamah tubuh Zay.
"Seperti itukah caramu memperlakukan kakakmu, cih sampah." Zay tak kalah melempar lembing-lembing es bertubi kepada Tay, kekuatan Zay cukup membuat Tay kewalahan sehingga salah satu dari lembing itu menggores lengannya cukup dalam. "Sh*t, what the hell?" Erang Tay memegangi lengannya "Lo yang memulainya, dan sejak kapan lo jadi kakak gue.".
Zayden melesat ke arah Tay, mencekik leher cowok itu dan menyudutkannya hingga punggung cowok itu berbenturan dengan pohon yang cukup besar. Krakkk!!!, hantaman yang cukup kuat sukses membuat beberapa tulang punggung Tay patah, cowok itu terbatuk memuntahkan cukup banyak darah "Sudah ku bilang hormati aku, aku kakakmu." keduanya saling beradu tatapan semerah darah. "Jangan Ngimpi Lo." decak Tay meronta berusaha melepaskan diri.
"Wow aku bisa menganggap itu pelangaran aturan etika kerajaan, adik kecilku."seringaian Zayden membuat Tay berapi menerjang penuh babi buta, berhasil mematahkan setidaknya 3 atau tulang rusuk Zayden dengan tendangannya. Cowo itu meraih kerah Zayden menatapnya nanar "Lo boleh ucapin apapun asal jangan pernah Lo sangkut pautin kerajaan ngerti?" Tay membanting tubuh Zayden sekuat tenaga, kemudian kembali meraih kerahnya dan memaksanya berdiri. Zayden hanya tersenyum sekali menahan nyeri rusuknya. "Sejak kapan lo peduli soal kerajaan, sejak kapan... Gue tanya sama lo, kemana lo selama ini ngilang tanpa alasan yang jelas dan ngebiarin kerajaan tete dikuasai sama vampir vampir asing itu... kemana Lo sebagai putra mahkota, ha! dasar pengecut." sekali lagi Tay membanting tubuh Zayden sekuat tenaga.
Selama sejenak Tay merasai dunianya gelap, darah segar kian mengalir dari mulutnya. Nyeri pada tulang tulang punggungnya yang patah tak mampu lagi ia paksakan berdiri. Cowok itu limbung tak berdaya dan dalam hitungan detik kesadarannya pun lenyap. Zayden memaksakan tubuhnya bangkit menghampiri Tay, diraihnya cowok itu dalam pangkuannya "Kamu tahu, aku bisa menanggung segalanya dalam hidup. Aku bisa melawan, mengatasi rintangan, tumbuh, dan berhasil. Dan yang aku butuhkan hanyalah melihatmu tetap membuka matamu tetap bernafas, Adik."
Seberkas memori masa lalu terputar dalm ingatan Zayden. Ia ingat betul hari itu mendung tengah melingkupi kerajaan vampir, langkahnya tertatih menuruni tangga mencari ibunya. Zayden menderita demam kala itu, ia yang tidak kuat berjalan pun akhirnya terjatuh di tangga. Tay kecil yang melihat kakaknya jatuh terus berusaha menahan tubuh kakaknya agar tidak menggelinding. Sesuatu yang lucu, pasalnya Zayden hanya terjatuh di tangga paling terakhir. Lebih menggemaskan lagi kala Tay menangis memanggil ibunya sembari sesekali menyebut kakak "tatak.... ma...".
"Hmmm... lihatlah bagaimana adikku yang menggemaskan itu berubah menjadi sosok pendendam seperti saat ini. Andai aku bisa membuatmu tetap sebagai bayi, mungkin aku yang akan mengasuhmu hingga hari tuaku." Gumamnya sambil membawa Tay melesat menuju rumah Eryk dan Zion, menggeletakkan Tay begitu saja dihalaman rumahnya dan melesat menuju persembunyiannya.