💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐
Udara dingin pagi membuat aku bangun lebih awal. Aku bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah lebih awal. Karena itu, pertama kali aku masuk ke sekolah baru. Aku hanya membawa perlengkapan sekolah penting saja. Di meja ada kertas. Aku pun membacanya, ternyata dari Kak Kaino. Dia nggak bisa nemenin aku daftar. Nanti aku akan ada Tes juga. Aku menghela nafas. Aku nanti berangkat sendiri tanpa Kak Kaino.
-----♡♡-----
Aku berjalan memasuki SMA Garuda 1. Ternyata, masih sangat sepi. Aku pun terus berjalan, hingga aku bertemu dengan Kepala Sekolah. Beliau mengajak aku bicara sampai akhirnya beliau dipanggil oleh salah satu guru SMA itu. Aku pun berjalan lagi. Tepat di depanku ada taman yang indah aku berhenti, disana ada sesorang laki-laki yang duduk di sana. Aku takut, lalu aku pun balik badan untuk lari.
Tiba-tiba dia memegang tanganku. Aku pun berteriak meminta tolong. Aku tak berani menatapnya. Dia memakai baju SMA robek-robek. Rambutnya pun, berantakan banget. Dia yang tadi memegang wajahnya. Kini, dia memegang tanganku. Tangannya juga berlumuran darah. Aku tak tau dia kenapa. Aku tak bisa lari, karna kaki dan tanganku gemetar.
-----♡♡-----
Eros, Arya, Bwana, Kak Vandya, Kak Kanta sudah berada di rumah Arvin. Mereka mencoba mengubah penampilan Arvin. Sebenarnya sih, Arvin nggak terlalu peduli tentang rambutnya. Dia anak yang cuek banget sama orang yang tak dia kenal. Arvin hanya duduk diam melihat mereka semua. Dia pasrah, bagaimanapun jadinya.
"Bagaimana?" Eros mengawali pembicaraan setelah hening, karna sibuk sendiri-sendiri mengatur penampilan Arvin.
"Yoi, bagus tu." Sahut Kak Vandya.
"Gini aja, nih?" Tanya Kak Kanta.
"Terus gimana lagi Kak Kanta? Kan itu udah selesai semua. Kan cuma ngatur rambutnya doang kan?" Bwana ikut bicara.
"Ooo, oke" Sahut Kak Kanta.
"Ehh, terus gimana kalau Arvin pakai jaket?" Tanya Kak Vandya.
"Oke" Sahut mereka bersamaan.
"Ehh, jangan elah! Udah gini aja, udah ganteng kok gue. Gimana?" Arvin mengelak.
"Terus! Gini aja gitu?" Arya mulai ikut bicara, yang dari tadi diem mulu. Arya heran kok Arvin ganteng banget.
"Iya, gini aja. Kalau jalan-jalan keluar gitu baru pakai jaket." Tambah Arvin.
"Ya, udah. Serah lu deh, kita semua mah nurut. Ya, nggak?" Kak Vandya ngomong sambil bawa tasnya Arvin.
"Kalau, aku pengen nanti aku pakai-pakai sendiri kok." Arvin ngomong lagi.
"Oke" Sahut Bwana.
"Yah, masa lu mau di pakai-in sama polisi!" Arya mulai nglawak.
"Lu kira gua tahanan, gitu!?" Sahut Arvin.
"Nggak, tapi lu itu pantesnya jadi tukang kebun di Kantor Polisi." Arya terus ngomong nggak jelas, udah kayak Orang Pshycho.
"Yah, jahat lu sama gua. Orang ganteng-ganteng gini lu bayangin gua jadi tukang kebun!" Sahut Arvin cemberut.
"Ehh, bisa juga nihh! Kalau seumpama Arvin jadi tahanan atau tukang kebun gitu!" Kak Kanta ikut-ikutan jailin Arvin.
"Yah, jahat kalian semua!" Sahut Arvin. Lalu, dia keluar dari kamar.
Eros, Arya, Bwana, Kak Vandya, dan Kak Kanta pun mengikuti Arvin keluar kamar. Mereka pun akhirnya pergi ke sekolah naik mobilnya Eros. Sebelum berangkat ke sekolah, mereka mengatarkan Kak Kanta sama Kak Vandya pulang. Karna Kak Kanta sama Kak Vandya udah lulus sekolah.
Setelah mengatarkan mereka berdua. Kita pun berangkat ke sekolah. Di dalam mobil kita semua ngomong mulu, sampai nggak sadar udah sampe di sekolahannya. Kemudian, kita semua turun dari mobil. Lalu, keliling deh. Karna masih jam 06.30.
"Ehh, kita lihat ke kantin dulu yuk!" Ajak Arya.
"Ngapain?" Jawab Arvin spontan.
"Yah, lu Vin. Jangan bercanda elah. Ya, mau lihat-lihat makananlah. Kalau ada makanan atau minuman yang gua suka, nanti gua beli itu. Gitu! Lu juga bisa bercanda juga, Vin! Belajar dari mana?"
"Ohhh, iya. Oke, nggak. Gitu, ya? Nggak kok, nggak bisa gua. Kalau pun bisa, aku itu belajar dari kalian semua. Mula-mula gue cuma dengerin kalian bercanda, jadi ikut-ikutan deh! Gitu?" Sahut Arvin. Bwana sama Eros hanya melihat Arvin dan Arya ngomong terus.
"Ooo...." Arya, Eros, dan Bwana ngomong barengan.
"Yahh, gimana nih? Mau nggak?" Arya nanya lagi.
"Mau ngapain, Ya?" Tanya Arvin nggak paham dari tadi. Mungkin otaknya ketinggalan di kamar tadi.
"Ke Kantinlah, Arvin!" Arya ngomong keras banget.
"Oooo" Arvin ngomong kayak nggak ada salah apapun.
"Dasar lu, Vin! Penampilan berubah sifat juga ikut berubah!" Arya ngomong dengan nada kesal.
"Oohhh, iyakah?" Tanya Arvin polos banget. Si Arya udah pengen nampol aja tu wajah Si Arvin.
"Lu pikir aja sendiri!" Sahut Arya lagi-lagi dengan nada + ekspresi kesal. Kemudian dia pergi ke Kantin duluan.
"Yahh, Ya! Gua buat kesalahan emang ke Arya?" Tanya Arvin ke Eros ke Bwana.
"Hihhhhh, Arvinnn! Iyahlah, pake nanya lagi!" Sahut Eros sama Bwana. Lalu, mereka berdua menyusul Arya. Arvin masih berdiri di situ.
"Emang salah gue apaan ya?" Ucap Arvin dalam hati. Akhirnya Arvin pun menyusul mereka ke kantin.
-----♡♡-----
"Huaaaa...." Aku teriak keras banget. Sampe-sampe aku berisik sendiri mendengar teriakanku.
"Udah, jangan teriak-teriak." Katanya lembut.
"Tolong!....." Teriakku lagi.
"Jangan teriak-teriak, elah!" Katanya agak keras membuat aku diam dan ingin menangis.
"Iiiya." Aku bicara terbata-bata. Aku menunduk ke bawah, tak berani menatapnya.
"Aku nggak akan nyakitin kamu kok." Katanya lagi-lagi dengan nada lembut. Aku hanya mengangguk-anggukkan kepala.
"Ngapain kamu di sini?" Dia bicara lagi dengan nada penasaran. Aku masih di depan dia, aku tak mau balik badan.
"Sekolah, kak." Aku masih bicara terbata-bata.
"Kamu anak baru, ya?" Katanya sambil menahan rasa sakit.
"Iiiya, kak." Jawabku masih terbata-bata.
"Kenapa pingin sekolah di sini?" Katanya dengan wajah terheran-heran.
"Hah? Iya gitu, kak." Aku terus bicara terbata-bata.
"Kenapa? Kamu masih takut, ya? Aku bukan orang jahat, kok. Aku nggak akan apa-apa in kamu kok." Katanya membuat aku agak sedikit percaya pada dia.
"Iiiya, kak." Jawabku jujur dengan nada yang masih terbata-bata.
"Ooohh, aku nggak akan berbuat jahat ke kamu. Kamu kok sendirian? Nggak punya temen apa? Atau temen kamu belum datang?" Dia tanya banyak banget. Dia sambil memegang perutnya.
"Iiiya, kak." Aku bingung mau ngomong apa. Aku hanya bisa ngomong itu. Aku masih ngomong dengan nada terbata-bata.
"Iya, udah. Kalau kamu pengen pergi, pergi aja. Nggak papa kok, kamu pergi sana. Aku nggak akan halangin kamu pergi." Katanya, dia ngomong dengan nada kesakitan.
Brruukkkk!!
Dia terjatuh sambil memegang perutnya. Aku mencoba memberanikan diri balik badan, untuk melihatnya. Ketika itu, aku melihat dia jatuh tersungkur. Aku bingung antara takut dengannya dan juga merasa kasihan dia terlihat seperti kesakitan. Akhirnya, aku mendekatinya.
"Kak, kakak nggak papa?" Dia yang aku kira hantu ternyata manusia biasa sama seperti aku.
"Nggak, aw! Kamu boleh pergi. Tinggalin aku sendiri, please!" Katanya sambil kesakitan.
"Tapi, kak." Aku mencoba mengelaknya.
"Katamu kamu takut denganku. Sekarang pergilah!" Katanya.
"Hah? Kakak gila apa? Aku harus ninggalin kakak, sedangkan keadaan kakak kayak gini? Kakak jangan berjanda, deh!"
"Udah, kamu pergi sana!" Katanya dengan nada marah + kesakiatan.
"Nggak, aku nggak akan ninggalin kakak di sini!"
Aku mengangkat dia, meskipun sebenarnya berat. Aku tetap harus membawa ke UKS. Tapi, dia mengelak terus-menerus. Sebenarnya aku udah lelah banget bawa dia. Dia berat banget. Wajahnya kayak habis dipukulin orang. Bajunya udah robek-robek gitu. Bibir dan tangannya berdarah. Aku tak pernah melihat orang ada di depan mataku, bisa kuat menahan rasa sakit seperti dia.
Dia menyuruhku berhenti, dan lagi-lagi menyuruhku meninggalkannya. Aku memegang dengan keras, supaya dia tidak terjatuh. Dia terluka parah, aku tak bisa berpikir. Sejenak aku berhenti, kemudian aku mendapatkan ide. Aku akan membawanya ke rumahku. Mungkin di rumahku sudah nggak ada bibi dan Kak Kaino sudah berangkat ke Jakarta. Akhirnya, aku menelpon paman supir pribadiku. Aku menyuruhnya untuk ke sekolah ini, untuk menjemput kakak ini.
Tak lama kemudian, paman supir pribadiku datang. Dia bertanya, aku diam saja. Aku tak menjawab pertanyaannya, aku menyuruhnya untuk membawa ke rumahku. Supaya bibi yang merawatnya. Karena aku tak bisa mengobatinya sendiri. Aku masih ada Tes di SMA baruku.
Aku tak menanyainya, aku masih tak tau siapa dia. Aku tak sempat bertanya kepadanya, karna aku sangat panih sekali. Kurasa dia benar-benar orang baik. Aku tak bisa memikirkan tentang Tes nanti. Aku masih memikirnya. Entah, kenapa aku terus memikirkannya. Mungkin karena dia terluka begitu parah. Aku sebenarnya tak tega meninggalkan dia dan menyuruhnya ke rumahku di antar supirku. Aku harap dia baik-baik saja. Aku tak ingin dia kenapa- kenapa.
Setelah dipikir-pikir kurasa dia kakak kelasku di SMA ini. Dia terdengar sangat ramah dengan orang yang pertama kali dia kenal sekalipun. Aku berjalan sambil memikirkan itu semua. Hingga aku sadar di depanku ada pohon. Lalu, aku pun spontan berhenti dan jalan ke arah yang lainnya. Aku pun melanjutkan jalan sampai aku berada di depan kantin.
"Euyy!..... Mbak Camelia yang cantik sini donk!" Teriak Arya ke aku.
"Iya." Aku berlari ke gerumbulan mereka berempat.
"Gimana, Vin? Cewek lu jadi cewek gua nggak papa, kan?" Arya mulai lagi menjaili Arvin. Arvin kan 5 bulan lalu putus sama Camelia.
"Ihhh, apaan sih elo!" Arvin ngomong dengan nada nggak jelas.
"Gimana?" Arya terus jaili Arvin mulu.
"Udah, ah! Gua pulang nih?" Arvin mulai kesel.
"Pulang aja sono! Pulang sama siapa lu? Sama capung sana, biar bisa cepet pulang kan terbang! Gimana? Gua pesenin Ojek Onlinenya Capung, mau nggak?" Goda Arya ke Arvin.
"Lu, kira apaan?" Sahut Bwana.
"Emang ada Ojek Online Capung?" Tanya Eros mencoba menjadi Orang Cupu.
"Ada-lah, Arya yang buat tadi pagi." Bwana ngomong asal-asalan. Serentak membuat Arya, Eros, dan Bwana ketawa keras banget.
"Oke, gua pula pulang beneran." Arvin ngambek beneran. Arvin udah balik badan.
"Ehh, Vin! Mau kemana kamu?" Aku mengagetkan Arvin, karena tiba-tiba ada di depannya. Aku terheran-heran lihat Arvin beda banget, baru sadar sekarang.
"Hah? Enggak gua mau ke kamar mandi bentar kok." Jawab Arvin jujur.
"Apaan, Vin? Mau kemana? Katanya mau pulang! Gimana sih lu?" Goda Arya lagi.
"Apaan sih lu!" Sahut Arvin, lalu pergi.
"Vin, Vin!" Teriakku.
"Apaan? Mau ikut? Sini, kalau mau ikut!" Arvin mebalas teriak-anku.
"Ehh, jangan! Masak perempuan masuk ke toilet laki-laki?" Sahut Eros. Aku menoleh ke Eros.
"Ya elah, ya masak gitu! Camelia juga tau elah mana yang baik sama yang buruk!" Bwana ikut bicara. Semua bingung, kenapa Bwana pagi ini jadi agak bijak dikit ya?
"Apaan sih lu, Ros! Ikut-ikutan becanda aja lu!" Arya kesel.
"Iya, iya. Maaf gua kan nanya itu kan, karna itu logikanya." Sahut Eros.
"Iya, tunggu!" Teriakku ke Arvin sambil lari ke Arvin.
"Oke" Jawab Arvin.
"Kamu mau kemana, sih?" Tanyaku serius ke Arvin. Aku nanya saat aku tepat di sampingnya dia.
"Males gua sama temen-temenmu itu!"
"Lhhaa, kenapa?"
"Ya, gitu deh! Males gua ama mereka!"
"Semua temen-temenku, gitu?"
"Nggak, nggak semua sih. Kecuali Eros doank"
"Ooo, gitu..."
"Iya, Camelia yang paling cantik sedunia...." Goda Arvin.
"Ihhh, apaan sih. Mulai deh lu!" Sahutku malu-malu.
"Iya, iya. Maaf. Tapi, kan emang bener kamu kan cantik. Masa perempuan ganteng kayak gua! Nggak, kan? Makanya aku bilang gitu!" Arvin mulai ngoceh.
"Yah, masa aku aku ganteng! Ohhh!... Jadi, kamu bilang kalau aku itu....." Aku lagi bicara, ehh malah dipotong sama Arvin. Emang deh tu anak.
"Gua sedih banget, elah. Gua nggak tau mau ngapain? Pengen pulang atau nggak gua sih pengen sendiri gitu!" Arvin emang suka banget menggal orang saat ngomong.
"Kenapa, emang Vin? Ada masalah?" Tanya berubah jadi serius.
"Nggak, nggak ada apa-apa kok. Ehh, malah gua keceplosan!" Ujarnya pelan banget.
"Hah?" Aku bingung antara dengar atau nggak dengar.
"Nggak kok, sayang." Ucapnya lembut sambil mengacak-ngacak rambutku. Lalu, dia lari.
"Ehh, Vin! Jangan lari!" Aku mengejarnya.
-----♡♡-----
"Tadi Camelia kok bisa ngintil Arvin, ya?" Tanya Eros terheran-heran sama Camelia.
"Mana gua tau!" Ucap Bwana.
"Nggak tau, Ros! Gua juga bingung!" Ujar Arya terus garuk-garuk kepala, padahal nggak gatal.
"Entah, itu anak habis kesambet apa?" Kata Eros lagi.
"Mungkin kuntilanak kalau nggak ya pocong, suster ngesot, gendruwo, tuyul, suder bolong?" Ujar Arya asal-asalan.
"Iya, mungkin!" Kata Bwana.
"Bisa jadi itu, Ya!" Sahut Eros.
-----♡♡-----
KRINGGGGGGG!!!!!!!
Bel sekolah berbunyi, Arvin pun larinya tambah keceng banget. Aku mencoba mengejarnya. Sampai di depan kelas, aku duduk sama Arvin. Kadang, aku sama Arvin itu cepet akurnya. Tapi, juga cepet ngambek juga. Nggak sadar, tiba-tiba ada kakak kelas di sampingku. Dia melihatku, aku pun melihatnya balik. Lalu dia, jalan ke depan. Aku hanya sekelas dengan Arvin dalam Tes ini.
-----♡♡-----
"Ehh, udah bel masuk itu! Ayo, guys!" Ucap Eros.
"Ohh, iya! Ayo, woy! Jangan dengerin terus! Ayo lari ke kelas!" Ajak Arya.
"Ayo!" Ujar Bwana.
Semua langsung lari ke kelas yang sudah diberitahukan. Mereka bertiga satu kelas dalam Tes ini. Saat di kelas mereka langsung masuk. Untung masing belum ada guru atau kakak kelas. Nanti kalau telat gimana? Kan bisa berabe! Mereka bertiga bisa dihukum. Arya duduk sama Bwana. Eros duduk nggak tau siapa.
"Ehh, namamu siapa?" Tanya Eros memulai pembicaraan sama teman sebangkunya. Dia pun menoleh.
"Aku? Namaku Farrel." Jawabnya.
"Ooo, oke." Sahut Eros.
"Kamu, namamu siapa?" Ucapnya.
"Namaku Eros."
"Salam kenal, ya!"
"Iya, aku juga."
"Iya, boleh minta nomor hpmu?"
"Iya, boleh." Eros menulis nomor Hpnya di buku Farrel.
"Sudah." Ucap Eros.
Tiba-tiba ada kakak kelas sama 1 guru di depan Farrel. Setelah itu, mereka memulai Tesnya. Kita semua diberi soal-soal. Lalu, disuruh mengerjakan soal-soal tersebut. Hingga 1 jam tepat, kita semua sudah selesai mengerjakannya. Padahal, durasi waktu Tes 2 jam.
-----♡♡-----
Tak lama kemudian Soal Tes dibagikan, aku dan Arvin mengerjakannya dengan tenang dan jujur. Kita tak saling menyontek. Kita hanya saling memandang untuk berpikir mana jawaban yang benar. Ya, begitulah. Kita sering melakukan itu, bahkan berkali-kali. Itu adalah hal yang biasa bagi kita.
Kita putus sekitar 5 bulan yang lalu. Mungkin ketika naik Semester 2 Kelas 3 SMP. Kita mungkin susah untuk melupakan kita selalu bersama. Sejak SMP, kita mulai bersama lagi. Meski sejak kecil kita sudah bersama. Seiring waktu, kita dipisahkan oleh waktu. Namun, kini kita disatukan kembali oleh waktu. Mungkin semua itu hampir dialami hampir semua remaja.
Setelah beberapa menit berlalu, sekitar tak sampai 1 jam. Aku dan Arvin selesai bersamaan. Kita membaca jawaban kita sendiri-sendiri. Mengeceknya, sepaya nggak ada yang yang salah nulis atau salah jawab. Selesai itu, aku dan Arvin menunggu hingga selesai. Kita hanya saling memandang tanpa bicara sepatah kata pun.
Kringggggg!!!
Bunyi bel berbunyi, sebagai tanda Tes sudah selesai. Habis itu, kita diberi tau. Bahwa 2 hari ke depan akan di umumkan hasil Tes-nya. Para guru dan kakak kelas juga tak lupa untuk menyemangati semua anak yang ada di kelas-kelas. Lalu, kita keluar dari kelas. Aku dan Arvin berjalan bersamaan. Begiitu juga dengan Eros, Arya, dan Bwana keluar dari kelas mereka.
"Vin!" Aku berjalan sambil melihatnya.
"Apa?" Kata Arvin bingung.
"Kamu ngerasa aneh, nggak?" Tanyaku.
"Ha? Nggak." Sahutnya.
"Serius?" Tanyaku lagi.
"Emangnya apaan yang aneh?" Sahut Arvin sambil mengangkat salah satu alinya.
"Enggak! Enggak jadi!"
"Apaan, sih? Emangnya apaan, Ya?" Arvin mulai curiga.
"Nggak, Vin."
"Aku? Aku apa yang aneh?"
"Enggak kok."
"Hayooo, apaan? Kenapa, emang? Aku berubah, ya?"
"Enggak kok. Tapi dikit." Ucapku pelan.
"Apa, Ya? Nggak kedengeran, nih!"
"Nggak!"
"Ooo, gitu!" Arvin mencoba menutupinya, padahal dia denger apa yang aku omongin.
"Sebenernya sih makin ganteng." Kataku pelan lagi.
"Apa katamu! Ngomong yang keras, donk! Aku nggak denger, nih! Dari tadi ngomong pelan mulu!"
"Nggak, aku nggak ngomong apa-apa!"
"Beneran?"
"Iya, Vin."
"Ahhh, boong lu!"
"Ihhh, apaan sih!" Aku pun jalan lebih dari Arvin.
Aku dan Arvin bertemu Eros, Arya, dan Bwana di depan kantor. Kita semua langsung ke parkir. Eros pun menyetir mobilnya. Bwana di depan. Aku, Arvin, dan Arya duduk bersampingan. Di perjalanan, aku dan Arvin tertidur. Aku tertidur di pundak Arvin. Arvin pun juga tertidur di atas kepalaku. Eros, Bwana, dan Arya hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala melihat aku dan Arvin.
Mereka membiarkan aku dan Arvin tertidur. Sampai semua selesai diantar, dan Eros mengantarkan aku pulang. Eros pun mencoba membangunkan aku sama Arvin. Aku dan Arvin hanya mengusap-usap mataku dan melihat kanan kiriku.
"Udah sampe di rumahmu, Ya. Camelia nggak turun, nih!" Ucap Eros.
"Ohhh, iya. Makasih Eros, udah nganterin aku." Ujarku.
"Ehh, aku kamu antar pulang kan?" Tanya Arvin ke Eros.
"Iya, kamu nggak mau turun sebentar gitu. Mampir dulu, gimana?" Ucap Eros lagi.
"Terserah, deh! Tapi aku malu nih! Aku hampir bangun tidur, wajahku polos banget!" Ujar Arvin pelan-pelan.
"Iya, udah deh. Ya, aku pulang dulu sama Arvin! Dadadah!" Ucap Eros sambil melambaikan tangan padaku.
"Oke, hati-hati!" Ucapku sambil melabaikan tangan ke Eros dan Arvin.
"Iya!" Sahut mereka berdua.
Eros langsung masuk ke mobil, untuk mengantarkan Arvin pulang. Aku pun masuk ke dalam rumah. Di dalam perjalanan Arvin dan Eros bicara terus. Entah, apa yang sedang mereka bicarakan?
-----♡♡-----
Di Ruang Tamu ada anak laki-laki. Siapa, ya? Ohhh, aku lupa itu kakak yang tadi ada di taman sekolah. Aku pun langsung berlari kepadanya. Dia hanya melihatku saja.
"Kak, kakak udah diobatin sama bibiku?" Tanya khawatir. Aku melihat dai ujung kaki sampai ujung kepalanya.
"Udah, kok. Kamu udah selesai Tes-nya?" Ujarnya.
"Udah, kak. Kakak kok tau?" Tanya-nya.
"Ya, taulah. Aku kan sekolah di situ. Gimana, sih!" Sahutnya.
"Oooo, gitu. Iya, sih. Aku lupa, kalau kakak sekolah di situ. Hehehe." Ucapku.
"Haduh!" Sambil menepuk dahinya.
"Iya, iya. Maaf kak."
"Kak, masih sakit ya?"
"Udah, enggak kok."
"Serius?" Tanyaku terheran-heran. Masa berdarah kayak tadi, udah nggak sakit lagi.
"Iya."
"Boong, tu?"
"Serius."
"Boong mah, itu?"
"Serius."
"Boong!"
"Serius."
"Udahlah, kakak mau minum atau makan apa?" Tanyaku pasrah, karna jawabnya itu mulu.
"Nggak, ini udah ada kok." Ucapnya sambil menunjuk meja.
"Maksutku yang lain gitu, biar aku ambilin!"
"Nggak, deh. Nggak usah."
"Serius?"
"Iya."
"Oke, kalau nggak mau."
"Ehhh, makasih udah bantuin aku tadi?"
"Iya, kak. Tapi, maaf aku nggak bisa nganterin dan ngobatin kakak tadi."
"Iya, nggak papa. Tapi, makasih ya?"
"Iya, kak."
"Namamu siapa?" Tiba-tiba bibi memanggilku.
"Iya, Bi." Aku berjalan ke arah dimana bibi berada.
"Non, itu siapa ya? Saudara nona?" Tanya bibiku kepo banget.
"Bukan, bi. Itu temen. Eh, kakak kelasku. Emang kenapa, bi?"
"Ooo....."
"Iya, bi. Aku kembali ke Ruang Tamu ya, bi?"
"Iya, non."
-----♡♡-----
"Gua turun dulu ya?" Ucap Arvin. Dia turun, Eros tak turun dari mobil.
"Iyalah, masa aku yang turun dulu! Semua juga kan udah pulang, terus emangnya ada yang mau duluin lu turun. " Ucap Eros.
"Hehehe" Arvin ketawa.
"Terusin aja, bercandanya. Kan tadi aku udah bilang, aku nggak mampir ke rumahmu! Aku ada tugas."
"Iya, iya. Maafin."
"Yoi"
"Dadadah! Muahhhh!!!" Arvin cium jauh ke Eros.
"Hiii!!...." Eros jijik dengan sikap Arvin. Lalu, Eros menyetir mobilnya untuk keluar dari rumah Arvin. Kemudian, pulang ke rumahnya.