💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐
"Ihhhh! Tadi Arvin habis kesambet apaan ya? Kok jadi kayak gitu. Ganteng-ganteng jadi stress! Ngapain juga gua jadi mikirin Arvin! Hiii!" Nguman Eros dalam hati.
-----♡♡-----
Aku pun berjalan kembali ke Ruang Tamu. Kakak itu melihat Ruang Tamu dari kanan ke kiri. Dia hanya duduk diam. Kemudian, dia melihatku berjalan. Dia melihatku sampai aku berada di sampingnya.
"Dek, aku boleh nanya nggak?" Tanya-nya.
"Hmmm?" Aku menoleh sambil mengangkat kedua alisku.
"Namamu siapa?"
"Namaku Camelia, kalau kakak?" Aku kira dia mau tanya apaan. Ehh, malah tanya namaku.
"Aku Elano."
"Oooo, kak sekarang aku boleh tanya tentang kakak?" Dia bingung, mikirin yang nggak enggak.
"Ha? Iya, boleh."
"Tadi kakak itu.... habis di apain sih? Kok jadi kayak begini." Dia menghela nafas.
"Ohhh, itu. Nggak, ya gitulah."
"Ya gitu, gimana?" Aku mulai berpikir bahwa Kak Elano habis bertengkar.
"Ya, gitu."
"Ya gitu, gimana?" Aku mengulang pertanyaanku.
"Gitu."
"Gitu, gimana? Kakak cerita aja, tenang aku nggak akan ceritain ke siapapun deh. Aku janji."
"Iya, udah. Tapi janji, ya?"
"Iya, aku janji."
"Gini, di keronyok sama temen-temenku sendiri. Aku nggak tau salahku apa ke mereka, hingga mereka keronyok aku. Aku juga nggak pernah main sama mereka semua."
"Ohh, kakak sekelas apa sama mereka?"
"Nggak, mereka tetangga kelasku.
"Apa mereka setiap hari nglakuin itu ke kakak?"
"Nggak, mereka setiap hari hanya minta uang 200k.
"Hah? Banyak amat kak! Lalu, kakak kasih gitu?"
"Iyalah, dari pada aku cari masalah sama mereka semua."
"Emmm, mungkin ada sesuatu yang kakak buat sampe mereka nglakuin itu semua ke kakak?" Aku mulai berpikir kalau Kak Elano nglakuin sesuatu.
"Emangnya apaan? Aku nggak nglakuin apa-apa."
"Mungkin kakak dekat dengan pacar atau perempuan yang mereka sukai gitu?"
"Hah? Mana mungkin! Tapi, bisa jadi, sih."
"Kakak kalau keluar atau di sekolah itu sama siapa aja?"
"Sama Azni."
"Dia perempuan, ya?" Tanyaku sok tau.
"Iya, emang kenapa?"
"Bisa jadi salah satu dari mereka suka sama Azni. Azni juga cantik kan?"
"Mungkin, iya sih."
"Mungkin itu yang buat mereka nggak suka sama kakak."
"Iya, bisa jadi itu."
"Kakak punya hubungan apa sama dia?"
"Maksutmu saudara atau temen doang gitu?"
"Iya."
"Saudaraku, dia lebih tua dariku satu tahun."
"Ooo, mungkin.... mereka semua nggak tau. Kalau kakak itu saudaranya Azni. Mereka kira kalau kakak itu pacarnya Azni. Gitu, mungkin?"
"Mungkin, aku sama Azni juga deket banget."
"Ooo"
-----♡♡-----
"Kak Devaaannnnnn!" Arvin memanggil kakak kandungnya. Dia mengetok pintu kamar kakaknya.
"Apa, Vin?" Sahutnya.
"Nggak, kak."
"Kalau mau masuk, masuk aja. Pintunya nggak kakak kunci kok."
"Iya, kak." Arvin membuka pintu kamarnya Kak Devan.
"Ngapain, Vin kesini?" Arvin duduk di samping Kak Devan.
"Kata kakak mau nonton Film The New Mutants bareng?"
"Ohh, iya. Aku lupa."
Kak Devan pun memutar filmnya. Mereka menikmati filmnya sampai akhir. Kak Devan anak kuliah. Arvin Kelas 1 SMA. Sedangkan Kak Devan Semester 3 ini. Kak Devan libur sekolah, karena di sekolah sedang ada penerimaan siswa-siswi baru.
-----♡♡-----
Hp Kak Elano berbunyi, dia pun mengangkatnya. Dia izin agak jauh dari dariku.
"Elano, kenapa kamu belum pulang?" Kata Ibunya Kak Elano. Aku mengikutinya di belakang sambil mendengarkan pembicaraan mereka.
"Iya, Ma. Maaf, aku lagi di rumah temen ini."
"Lain kali bilang Mama dulu. Supaya Mama nggak khawatir."
"Iya, Ma. Maaf."
"Sekarang Mama suruh sopir pribadi ke situ, ya? Buat cemput kamu."
"Nggak, Ma. Nggak usah, aku pulang sendiri aja. Elano naik taksi aja."
"Nggak, pokoknya kamu dijemput sama sopir pribadimu! Kalau nggak Mama yang jemput kesitu ini! Soalnya, Tes-nya dari tadi udah selesai. Mama kan jadi mikir yang aneh-aneh. Kamu sih, nggak pulang-pulang."
"Ya, maaf Ma. Aku masih ada tugas tadi. Iya, deh Ma. Aku dijemput sama pak sopir aja. Mama di rumah aja. Oke, Ma?"
"Iya, deh. Kamu dimana? Biar pak sopirnya bisa langsung ke situ!"
"Nanti Elano kirim alamatnya langsung ke pak sopirnya aja deh, Ma."
"Ya, udah. Langsung pulang! Jangan mampir-mapir lagi!"
"Iya, Ma." Telponnya pun dimatikan Mamanya. Aku pun lari pelan-pelan. Kak Elano menoleh dan melihatku.
"Dek!" Kak Elano memanggilku. Aku pun tegang. Apa Kak Elano marah? Karena tadi aku mendengarkan pembicaraannya. Aku pun tengang, wajahku agak pucat. Aku menoleh ke Kak Elano.
"Iya, kak?" Aku menjawab pelan.
"Kamu ngapain disitu?"
"Nggak ngapa-ngapain, kak." Ucapku terbata-bata.
"Jangan-jangan kamu....."
"Nggak, nggak kak." Ucapku memotong Kak Elano bicara.
"Hayooo! Kamu habis dengerin Kakak telponan, ya?" Sambil mendekat.
"Nggak, nggak kok kak."
"Udah, deh. Jangan bohong sama aku. Aku tau kok."
"Iya, aku ngaku deh." Ucap pelan.
"Ya, gitu donk. Ngomong gitu aja kok sulit, sih!"
"Aku takut kakak marahin aku." Ucapku jujur.
"Nggak, nggak. Kakak nggak akan marahin kamu kok."
"Iya, kak. Maaf, ya?"
"Iya, Camelia. Aku boleh pulang kan?"
"Iya, boleh kak."
"Ehh, makasih ya udah nolongin aku tadi. Sekali lagi makasih, Camelia." Lalu dia berjalan untuk pulang.
"Iya kak, sama-sama. Hati-hati kak!" Teriakku kencang banget.
"Iya, makasih." Aku pun tersenyum.
-----♡♡-----
Nia
Gimana tadi Tes-nya?
Pesan dari Nia.
Camelia
Lumayan sih
Nia
Ohhh, kamu sama Arvin?
Camelia
Iya, kenapa?
Nia
Nggak, kamu pasti masuk sekolah itu sama Arvin. Aku yakin, kamu sama dia kan nilainya tertinggi di sekolah.
Camelia
Semoga aja gitu, Ni. Kalau kamu bagaimana?
Nia
Lumayan juga, nggak sulit-sulit amat, sih.
Camelia
Ooo, oke. Kamu jadi sekolah di SMA Garuda 3?
Nia
Iya, aku yakin di situ. Karna kalau aku masuk ke SMA Garuda 1, sih. Aku yakin nggak masuknya. Karna nilai rapot + UN ku nggak kayak nilaimu.
Camelia
Oooo, iya. Jadi, ngomong itu kan. Maaf ya?
Nia
Iya, gpp☺
Camelia
Oke, aku mau tidur dulu ya? Udah ngantuk berat ini! Bye bye😘
Nia
Iya, sana tidur😊. Bye bye😗
Aku langsung mematikan hpku. Kemudian, aku tidur di kasur. Aku terlelap dalam sekejap. Karna aku ngantuk udah banget ini.
-----♡♡-----
Kak Elano mengirim alamat supermarket ke pak sopirnya. Kak Elano berjalan ke supermarket terdekat dari rumah Camelia. Pak sopirnya pun menyetir mobil menuju ke alamat tersebut. Kak Elano berdiri menunggu pak sopirnya datang.
Setelah sekitar 10 menit, pak sopirnya datang. Dia menyapa Kak Elano. Lalu, menyuruhnya masuk ke dalam mobil. Pak sopirnya terheran-heran melihat Kak Elano yang terluka parah. Dia ingin bertanya. Tapi, dia takut ikut campur urusan Kak Elano. Akhirnya dia memberanikan diri untuk bertanya.
"Tuan! Tuan kenapa kok bisa kayak gitu?" Dia bertanya sambil menyetir mobil.
"Ya, gitu pak. Ada masalah kecil."
"Masalah apa, ya tuan?"
"Habis kecelakaan, pak." Kak Elano membujuk pak sopirnya.
"Kok bisa, tuan? Dimana, ya?"
"Ya, begitu deh. Di..."
Ciiitttttt!!!!!
Bunyi rem mobil keras sekali. Pak sopirku hampir saja menabrak kucing di jalanan. Kak Elano menghela nafas keras. Untung Kak Elano nggak punya penyakit jantung. Kan bisa berabe jadinya.
"Aduh, maaf Tuan!"
"Iya, nggak papa kok pak. Lain kali kalau nyetir, jangan sambil bicara. Ya, pak?"
"Iya, tuan."
Kak Elano dan pak sopirnya tak berbicara apapun setelah kejadian tadi. Mereka diam sampai mereka sampai di Rumah Kak Elano.
Kak Elano pun langsung turun sendiri tanpa dibukakan pintu mobilnya dengan pak sopirnya. Dia berjalan memasuki rumahnya. Dia melepas sepatun sama kaus kakinya lalu menaruhnya. Dia langsung menuju ke kamarnya. Agar tidak ada yang tau, kenapa dia bisa begini? Sampai di kamarnya dia menutup rapat-rapat kamarnya.
Dia langsung ganti baju. Dia melihat dirinya di kaca, betapa konyolnya wajah dan tubuhnya. Dia bisa dikeroyok tanpa membalas apapun. Sebenarnya dia juga ikut beladiri. Dia tak ingin membalasnya. Karena dia tak tau apa masalah yang membuat mereka semua mengeroyoknya. Dia hanya diam dan mengamati semua wajah yang mengeroyoknya.
Toktoktoktokkkk!!!!
"Nooooo!!!! Elanooooo!!! Kamu udah pulang, ya? Bukain pintunya? Ini Mama!" Ucap Mamanya Kak Elano.
"Iiyyaa, ma." Ucap Kak Elano terbata-bata + bingung. Terus membuka pintu kamarnya. Kak Elano menunduk.
"Kamu kenapa? Kok bisa kayak gini? Kamu nggak papa kan? Udah ke rumah sakit? Udah di obatin? Siapa yang nolongin? Siapa yang ngobatin? Siapa yang bawa kamu ke rumah sakit? No, jawab pertanyaan mama donk!" Kak Elano menghela nafas.
"Bagaimana aku bisa jawab pertanyaan mama? Mama nanya banyak banget! Aku bingung mau jawab yang mana."
"Ohh, iya. Maafin mama,ya?"
"Iya, ma."
"Kamu kenapa kok bisa kayak gini? Duduk! Duduk! Kamu pasti kesakitankan?" Mamanya menyuruh Kak Elano duduk di kamar tidurnya.
"Tadi itu, aku habis kecelakaan. Nggak kok, ma. Udah nggak sakit lagi."
"Serius udah nggak sakit?" Mamanya sambil memegang erat tangannya Kak Elano yang berdarah.
"Awwww!!!" Teriak Kak Elano.
"Haduh, maaf! Mama nggak sengaja. Katanya tadi udah nggak sakit lagi?"
"Tapi, nggak gitu juga ma! Kan namanya berdarah, kalau dipegang erat banget kan sakit ma!"
"Iya, iya. Kamu diobati siapa? Siapa yang nabrak kamu? Kamu dibawa ke rumah sakit, nggak?"
"Haduh, ma! Banyak bangetkan tanyanya!"
"Iya, iya."
"Diobatin adek kelasku. Iya, gitu ma! Aku nggak dibawa di rumah sakit. Tapi, diobatin di rumahnya dia."
"Siapa emang?"
"Maksutnya siapa?"
"Lah siapa? Malah tanya lagi?"
"Maksutku itu, mama tanya siapa?"
"Tanya siapa? Ya, tanya kamulah?"
"Ohhh, wahai mamaku yang cantik banget! Mama itu tanya nama yang nabrak aku atau nama yang nolongin aku?" Tanya Kak Elano agak kesal.
"Hehehe, yang nabrak sama yang nolongin kamu Elano!"
"Haduh, gimana aku bisa tau. Kalau mama nanya dua-duanya."
"Iya, iya. Maaf. Siapa namanya?"
"Nama yang nolongin aku itu Camelia. Yang nabrak aku nggak tau ma. Masa aku terjatuh terus teriak menanyai namanya?." Kak Elano pun terheran-heran dengan mamanya sendiri.
"Oohhh, iya iya. Ehhh, perempuan apa? Cantik, nggak?" Goda mama.
"Ihhh, apaan sih ma! Kok malah nanya itu! Anaknya habis kecelakaan kok malah nanya itu!"
"Hayoo! Jangan-jangan kamu suka nih sama dia?"
"Enggak apaan, sih ma! Udah ah ma, Elano mau tidur! Udah ngantuk ini, ma!"
"Yah, gitu aja ngambek. No, Elanooo! Yah, udah tidur sana! Ehh, kamu udah diobatin semuanya, kan? Udah nggak sakitkan?"
"Iya, ma. Udah semua kok ma. Udah nggak sakit juga."
"Tapi, kamu suka kan sama Camelia?"
"Mamaaaaaaa!"
Mamanya Kak Elano pun langsung lari dan menutup pintu kamar Kak Elano. Kak Elano berguman di dalam hatinya. Kenapa mamaku bisa jadi kayak gitu? Haduh jadi heran, deh! Kak Elano pun langsung tidur terlelap dalam sekejap.
-----♡♡-----
2 hari kemudian, aku pun bersiap datang ke sekolah untuk melihat hasil Tes-nya. Begitu juga dengan Arvin, Eros, Arya, dan Bwana. Arvin mengajakku berangkat ke sekolah bersamanya. Tak lama kemudian Arvin pun datang menjeputku. Suara mobilnya terdengar hingga ke dalam rumahku. Aku langsung berlari ke luar rumah. Aku langsung naik ke mobilnya.
"Udah siap lihat hasil Tes-nya?" Tanya Arvin.
"Iya, mungkin." Jawabku asal-asalan.
"Gimana, sih?"
"Hah? Nggak, tau. Semoga aja nilaiku bagus dan ketrima di SMA itu."
"Iya, semoga aja gitu." Arvin sambil menyetir mobilnya.
"Yang lain pada kemana?"
"Siapa? Maksutmu Eros, Bwana, dan Arya?"
"Iya."
"Mereka nginep di rumah Arya. Terus mereka berangkat bareng, deh! Gitu."
"Terus kamu nggak diajak gitu?"
"Diajak sih! Aku juga sebenernya juga diajak nginep bareng. Cuman aku lebih suka main sama kakakku dirumah."
"Ooo, gitu."
"Iya. Mungkin mereka datang ke sekolah agak lambat, deh! Soalnya kemarin mereka bilang mau makan-makan bersama gitu."
"Pagi-pagi mau makan bareng? Makan dirumah Arya?"
"Bukan, mereka makan direstoran kayaknya. Mereka kan anaknya Sultan. Tapi, mereka nggak pernah memperlihatkan kalau mereka itu anaknya orang kaya. Ya, nggak?"
"Iya, bener."
"Mau mampir ke Indomaret? Kalau iya, aku belok?"
"Iya, deh! Aku pingin beli sesuatu."
"Apaan emang?"
"Roti coklat, susu coklat, yogurt, sama permen. Udah itu aja!"
"Aduh, banyak banget!"
"Banyak kan mana sama pemborong!"
"Serah, deh!"
Aku dan Arvin pun turun dari mobil. Lalu, masum ke Indomaret itu. Setelah selesai, aku dan Arvin pun melanjutkan ke sekolah. Aku dan Arvin tiba di sekolah masih sepi. Sekitar 15 menit kemudian, sudah agak ramai. Aku dan Arvin duduk di taman. Disana hanya ada murid-murid yang akan melihat hasil Tes-nya saja. Murid-murid di sana masih libur, kecuali OSIS. Kemudian agak lama dia mengajakku pergi ke kantin. Aku pun menurutinya.
Di kantin aku dan Arvin hanya duduk. Tapi, tak lama kemudian. Arvin pun membeli bakso. Sebenarnya Arvin mau membelikanku bakso juga. Namun, aku nggak mau. Karna aku udah beli makan tadi di Indomaret. Aku melihat kanan kiri sudah ramai banget. Tapi, kenapa Eros, Arya, dan Bwana belum datan? Apa mungkin yang dikatakan Arvin benar? Kayaknya begitu, deh!
Aku memakan roti yang sudah aku beli tadi sambil melihat Arvin makan bakso. Aku juga membawa air putih di dalam botol. Namun, aku mengeluarkan yogurt yang aku beli tadi. Arvin tak membeli minum. Dia hanya membeli bakso aja. Tak lama kemudian....
Uhuukkkkk!!!
Arvin tersedak. Aku memberinya yogurt yang aku minum. Tetapi, dia menolaknya. Lalu, aku mengeluarkan air putih. Kemudian, aku berikan ke Arvin dia pun meminumnya.
"Dasar emang! Ada-ada aja! Diberi yogurt nggak mau giliran dikasih air putih mau!" Gumanku dalam hati.
Arvin pun meminumnya. Dia meminumnya sedikit sekali. Aku pun langsung menyuruhnya untuk minum agak banyak. Supaya, makanan yang nyangkut di tenggorokan bisa turun ke lambung. Dia menuruti apa yang aku ucapkan. Dia meminum air putih sekitar 1/2 botolku. Setelah itu, dia menaruh botolku dan menutupnya. Kemudian memberikaannya padaku.
"Makasih, ya?" Ucap Arvin.
"Iyah. Udah nggak nyangkut lagi kan baksonya?"
"Udah, nggak kok. Ehh, kok banyak banget anak laki-laki ya di kantin?"
"Iya, aku juga nggak tau. Yang perempuan pada kemna, ya?"
"Nggak tau. Eros, Bwana, sama Arya kok belum datang-datang, ya?"
"Iya, coba kamu telpon!"
"Iya, deh!"
Arvin pun melepon mereka bertiga. Namun, mereka tak menggakatnya. Arvin sudah mencoba menelepon mulai dari nomornya Eros, Bwana, dan Arya. Tapi, lagi-lagi telponnya nggak aktif. Aku dan Arvin pun mencoba berpikir positif. Mungkin mereka semua masih menikmati makan-makan bersamanya. Sekarang udah jam 7 kurang 15 menit. Aku dan Arvin hanya takut mereka bertiga terlambat.
"Nggak bisa dihubungin ini." Ucap Arvin.
"Ya, udah biarin aja. Emang mereka suka begitu. Habis ini juga sampe sini. Kamu habisin aja dulu baksomu."
"Iya, deh. Semoga aja begitu."
Arvin pun menghabiskan baksonya. Aku membuang bungkus roti dan botol yogurtku. Selesai itu, dia mengajakku keliling sekolah mencari Eros, Bwana, dan Arya. Siapa tau mereka udah datang. Setelah keliling sekolah pun tetap saja mereka nggak ada. Aku dan Arvin pun sudah kelelahan. Aku pun mengajaknya ke depan sekolah. Ternyata Eros, Bwana, dan Arya baru datang naik mobilnya Eros. Aku sama Arvin pun mengikutinya ke parkiran.
"Udah lama ya nungguinnya?" Ucap Eros.
"Udah, lama banget mah ini!" Ucap Arvin.
"Kok lama banget, sih! Aku takut kalian terlambat masuk ke sekolah tau! Haduh, capek ini aku sama Arvin!" Ucapku.
"Iya, iya. Maaf." Ucap Eros, Bwana, sama Arya bersamaan.
"Emang kalian habis ngapain?" Ucap Bwana.
"Hayoo! Habis ngapain hayooo?" Sahut Eros mulai nggak jelas.
"Hayooo!" Arya pun ikut-ikutan Eros.
"Habis keliling sekolah nyari-in kalian bertiga! Masa habis ngejar perampok!" Sahut Arvin.
"Oooo" Sahut mereka bertiga.
"Cuma o aja gitu!" Ucapku.
"Terus apaan lagi Adek Camelia." Ucap Eros.
"Nggak, nggak jadi!" Ucapku lagi.
"Ya, udah masuk ke ke kelas yuk!" Ajak Arvin.
"Ehhh, tapi kita (maksutnyaEros sama Bwana) kan nggak sekelas sama kamu?" Ucap Arya.
"Iya, aku tau! Maksutnya kalian masuk ke kelas kalian sendiri gitu! Aku juga mau ajak Camelia. Dia kan satu kelas sama aku."
"Iya, nggak nanya!" Sahut Eros, Bwana, dan Arya bersamaan lalu pergi.
Aku sama Arvin pun hanya bisa geleng-geleng kepala. Lalu, Arvin mengajakku masuk ke kelas sebelum bel berbunyi. Setelah, aku masuk ke kelas ternyata udah ada murid-murid yang lain. Aku sama Arvin pun langsung duduk ke bangku, yang kemarin aku sama dia dudukin. Aku dan Arvin menunggu guru dan kakak OSIS datang memberikan lembaran hasil Tes-nya.