Kantor masih lumayan sepi ketika gadis dengan raut wajah sendu itu tiba. Andra menghempaskan tubuhnya begitu saja di atas sofa yang ada diruangannya. Ruangan itu minimalis namun tertata rapi. Alexandra tipe manusia yang perfektionis, debu sedikit saja dapat terdeteksi dengan baik oleh kedua matanya yang minus. Hari ini ada banyak pekerjaan yang harus diselesaikan tetapi nyonya Anna, ibunya memaksa putri tertuanya untuk kencan buta. Ini sungguh membuatnya frustasi, karena tentu saja dia tidak dapat menentang keinginan ibunya. Alexandra menarik nafas panjang dan menghembuskannya dengan kasar. Dia menyesal telah mengenalkan drama korea kepada mamanya karena ide kencan buta ini terilhami dari drama korea yang di tonton wanita paruh baya itu.
"Masalah apa lagi pagi ini Ndra? Masih ngebet disuruh nikah sama keluarga?" Laura masuk tanpa mengetuk pintu.
"Sepertinya masalah yang aku miliki hanya itu saja." Andra berdengus kesal. Sampai kapan dia akan dicecar oleh keluarga sendiri? Bahkan karena tidak tahan dengan desakan keluarganya, Andra harus mengontrak rumah agar terbebas dari pertanyaan-pertanyaan itu. Tapi sepertinya dia salah.
"Mau aku bantu kenalin sama teman-teman aku? Banyak kok yang udah mapan dan masih single Ndra." Tawar Laura sambil mencomot kue kering yang ada di atas meja tamu.
"Jangan aneh-aneh deh Lau, aku capek. Masalahnya aku disuruh nikah bukan disuruh pacaran. Kalo baru kenal aja udah didesak menikah, bisa-bisa aku mati dimutilasi calon laki yang punya gangguan kejiwaan." Kata Andra bergidik.
"Pikiranmu terlalu jauh Alexandra." Sebuah bantal melayang begitu saja tepat mengenai muka Andra. Tembakan Laura selalu tepat sasaran.
"Realistis dong, memang kamu mau menikah sama orang yang baru kenal sebulan dua bulan?"
"Untungnya aku kenal Gev sudah lama, jadi simpan kekhawatiran itu untuk dirimu sendiri."
"Brengsek kau." Bantal yang tadi dilempar Laura berbalik menyerangnya. Perhitungan Andra tidak meleset, bantal tepat mengenai tangan Laura yang sementara memasukkan kue kering kedalam mulutnya.
Peperangan kecil itu berakhir ketika Siska, junior mereka di kantor masuk dan memberitahukan jika rapat akan segera dimulai. Kedua sahabat itu langsung berdiri, menyambar laporan di atas meja, dan segera bergegas ke ruang rapat.
"Tau tidak kalau di unit kita ada pegawai baru?" Bisik Siska yang berjalan disamping Andra.
"Siapa?" Tanya Andra dengan dahi mengkerut karena setahu dia unit mereka tidak membuka lowongan pekerjaan. Setiap posisi sudah terisi, bahkan untuk office boy.
"Aku juga belum tahu Ndra, tadi heboh aja di pantry. Katanya dia gantiin Pak Herman dibagian IT. Kan Pak Herman minta pensiun dini." Jawab Siska sambil berbisik.
"Cowo apa cewe?" Timpal Laura penasaran.
"Ku laporin sama Gev baru tahu rasa." Andra menatap Laura tajam.
"Yaelah, negatif thinking amat sih. Yang ada mau aku jodohin sama kamu biar ngak dicecar keluargamu lagi." Balas Laura sinis.
"Sialan." Umpat Andra. Laura dan Siska segera berlari menjauh sebelum tangan Andra mendarat di kepala mereka.
Ruang rapat sudah cukup ramai ketika mereka masuk. Andra segera mengambil tempat disisi kanan depan. Menjabat sebagai manager keuangan perusahaan membuat Andra harus selalu berada disamping bosnya. Tiba-tiba tanpa sengaja tatapannya beradu dengan laki-laki jangkung bertubuh kurus yang duduk disudut kiri belakang. Deg, jantungnya berdegup melihat tatapan itu. Lelaki itu tersenyum sekilas, Andra tersadar dari tatapannya. Sudah lama dia tidak merasakan hal seperti ini. Ahh ini tidak mungkin, ini hanya perasaan gugup saja karena hari ini adalah jadwalnya melaporkan keadaan keuangan perusahaan. Sementara disampingnya, Laura tersenyum memperhatikan tingkah sahabatnya.
Fokus Andra fokus, kecuali kalau kau ingin disembelih bos-mu yang berkumis tebal itu. Andra berkata untuk dirinya sendiri. Satu saja kesalahan, dia bisa ditendang dijalanan. Apalagi masa pandemi begini sulit nyari kerjaan. Andra menyalakan laptopnya dan mulai mempresentasikan laporannya. Wanita itu begitu serius menjelaskan grafik yang ada di layar. Entah mengapa kali ini dia begitu gugup, mungkin karena ada sepasang mata yang memperhatikannya begitu dalam. Sesekali Andra balas menatapnya, dan tentu saja pandangan itu segera teralih.
Jangan bermain-main dengan tatapanmu. Batin Andra dalam hati sambil tersenyum sinis.